Wajib Hukumnya Meneladani Nabi saw. dalam Ketatanegaraan

  • Opini

Oleh: Rahmi Ummu Atsilah

Suaramubalighah.com, Opini — Sejatinya meneladani Nabi Muhammad saw. adalah kewajiban bahkan kebutuhan sebagai manifestasi dari keimanan, konsekuensi dari syahadat (kesaksian) bahwa Beliau adalah Rasul Allah SWT diutus sebagai rahmat bagi semesta alam. Membawa syariat yang sempurna yaitu Islam. Allah SWT menjadikan ketaatan kepada Nabi saw. sebagai petunjuk, dan mendurhakainya sebagai suatu kesesatan. Diantara perintah ketaatan kepada Rasulullah saw. Allah SWT berfirman,

 وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا 

“Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk” (QS. An-Nur ayat 54)

Allah SWT pun telah mengabarkan, bahwa pada diri Rasulullah saw.  terdapat teladan yang baik bagi segenap umatnya. Allah SWT berfirman,

  لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا 

 “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari Kiamat dan dia banyak menyebut Nama Allah” (QS. Al-Ahzab ayat 21)

Islam adalah agama yang sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Mulai dari urusan yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial kemasyarakatan, hingga masalah ketatanegaraan. Mengambil salah satu atau sebagian dari ajaran Islam, dan meninggalkan sebagian yang lain, sama saja menolak kesempurnaan Islam. Allah SWT. berfirman,

 اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ 

“Pada hari ini telah Kusempurnakan agamamu untukmu, dan telah Kusempurnakan agamamu untukmu, dan telah kucukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Kuridai Islam sebagai agamamu”  (QS. Al-Maidah ayat 3)

Hukum syara’ yang sempurna ini, ada sebagian pelaksanaannya diserahkan kepada individu, seperti hukum tentang ibadah, makanan, pakaian, akhlak, jual-beli, pernikahan, dll.. Setiap individu wajib melaksanakannya, baik dalam Daulah Islam maupun bukan. Ada sebagian hukum yang pelaksanaannya diserahkan kepada negara, seperti hudud, jinayat, sistem pemerintahan atau ketatanegaraan, politik pendidikan, politik luar negeri, dll.. Karena itu, keberadaan negara merupakan amr dharûriyy (perkara penting) dalam menerapkan keseluruhan syariat, tanpa negara, ada banyak hukum syara’ yang tidak bisa dilaksanakan. 

Namun, baru-baru ini Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa mengikuti Nabi Muhammad saw. mendirikan sistem pemerintahan Islam adalah haram dan dilarang. Salah satu alasannya adalah Negara yang dicontohkan Nabi saw. eksekutif dan yuikatifnya adalah Nabi saw. sendiri. Sedangkan legislatifnya adalah Allah SWT. jika diikuti bahkan menurutnya hal tersebut mengantarkan pada kemurtadan. Menurutnya pula, saat ini sistem bernegara hanya bisa dibentuk dan dilakukan melalui ijtihad. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah merupakan hasil dari ijtihad yang memenuhi tuntutan syara’. (Suara.com, 08∕04∕2022)

Pernyataan ini mendapatkan respon dari Dr. M. Sjaiful, S.H. dari Indonesia Justice Monitor (IJM). Beliau menyampaikan, pendapat yang mengatakan “Haram mendirikan negara seperti Nabi” adalah pendapat yang sekuleristik dan pragmatis. Pernyataan tersebut dianggap sekuleristik karena kental dengan pemisahan agama dari kehidupan, terlebih pemisahan agama dari negara. Hal ini juga dianggap pragmatis karena menjauhkan agama dari realitas kehidupan sosial.

Sjaiful menyatakan, pernyataan tersebut berpotensi menimbulkan keresahan ditengah-tengah masyarakat. Menurutnya sistem pemerintahan yang dicontohkan Rasulullah saw. adalah merupakan ajaran Islam. Harus  diteladani dan tidak bisa ditawar-tawar hingga akhir zaman. (Mediaumat.id, 09∕04∕2022)

Wajib Hukumnya Meneladani Sistem Negara (Khilafah) Warisan Rasulullah saw.

Khilafah adalah sistem pemerintahan warisan Rasulullah saw., tegaknya kembali khilafah adalah janji dari Allah SWT.

تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ  

رواه أحمد في مسنده ورجاله ثقات )

“Akan ada di zaman kalian zaman kenabian. Selama Allah berkehendak, ia akan tetap ada. Kemudian Dia mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian ada zaman Khilafah yang mengikuti metode kenabian. Maka, dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada. Kemudian Dia pun mengakhirinya, jika Allah berkehendak  untuk  mengakhirinya. Kemudian akan ada kekuasaan yang mengigit. Dengan kehendak Allah, ia pun tetap ada, kemudian Dia pun mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada para kekuadaan diktator. Dengan kehendak Allah, ia pun tetap ada, kemudian Dia pun mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti tuntunan kenabian. Setelah itu, beliau diam” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya, dimana semua perawinya adalah tsiqqat).

Khilafah merupakan kepemimpinan umum bagi kaum muslimin seluruh dunia, untuk menjalankan hukum Allah SWT secara Kaffah dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia. Khilafah adalah sistem ketatanegaraan yang dicontohkan Rasulullah saw. dan wajib untuk diteladani. 

Para ulama sepakat bahwa wajib bagi kaum muslimin membaiat seorang khalifah. Ketika kewajiban tidak dapat terlaksana sempurna tanpa adanya sesuatu yang lain, maka adanya sesuatu yang lain tersebut ikut menjadi wajib. Selain itu khilafah juga wajib karena Allah SWT telah memberikan celaan bagi siapa yang mati sedang di pundaknya tidak ada baiat kepada khalifah dengan sebutan mati jahiliyah.

وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

“Dan barangsiapa mati sementara di pundaknya tidak ada baiat, maka ia mati  seperti kematian jahiliyah” (HR. Muslim).

Khilafah yang merupakan sistem Islam yang menjanjikan  kesejahteraan. Hal ini telah terbukti, sepanjang sejarah peradaban Islam dalam naungan khilafah, telah digdaya selama 14 abad lamanya. Bahkan janji Allah SWT dan Rasul-Nya tentang tegaknya kembali khilafah akhir zaman adalah khilafah yang sama, yakni akan menjamin kesejahteraan bagi negeri dan siapapun yang berada dalam naungannya.

Rasulullah saw bersabda,

«يَكُوْنُ فِيْ آخِرِ أُمَّتِيْ خَلِيْفَةٌ يَحْثُوْ الْمَالَ حَثْيًا لاَ يَعُدُّهُ عَدَدًا»

“Akan ada pada akhir umatku seorang khalifah yang memberikan harta secara berlimpah dan tidak terhitung banyaknya” (HR Muslim)

Pernyataan Mahfud MD, yang menyatakan mengikuti Nabi Muhammad saw. mendirikan sistem pemerintahan Islam adalah haram dan dilarang, bisa masuk kategori mengharamkan yang telah dihalalkan bahkan diwajibkan oleh Allah SWT, sungguh merupakan bentuk yang melampaui batas dan sangat dimurkai Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحَرِّمُوْا طَيِّبٰتِ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ

وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْٓ اَنْتُمْ بِهٖ مُؤْمِنُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengharamkan apa yang baik yang telah dihalalkan Allah kepadamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas . Makanlah sebagian rezeki yang Allah berikan kepadamu dengan halal dan baik, dan dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya” (QS al-Maidah: 87-88)

Jadi meneladani Nabi Muhammad saw. dalam sistem ketatanegaraan akan mengantarkan pada terwujudnya negara yang penuh berkah dan rahmat dari Allah SWT, yakni negara yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Stm]