Oleh: Rofah M.
Suaramubalighah.com, muslimah dan keluarga — Sudah menjadi tradisi di masyarakat, bahwa di setiap momen lebaran ada pemberian uang saku untuk anak-anak. Biasanya anak-anak mendapatkan uang lebaran dari nenek-kakeknya, paman-bibinya, rekan kerja ayahnya, tetangga di sekitarnya, ataupun yang lainnya. Semula ini dilakukan untuk memberi hadiah kepada anak-anak karena telah berpuasa di bulan Ramadhan, juga agar anak-anak berbahagia di hari lebaran.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya masyarakat menyebut uang pemberian kepada anak-anak di hari lebaran itu dengan sebutan THR. Bahkan lebih lanjut lagi, tidak jarang di antara para orang tua yang menganggap uang anak dari THR itu boleh digunakan secara bebas oleh orang tua.
Kedudukan Harta Milik Anak
Kepemilikan di dalam Islam didefiniskan dengan adanya izin Allah bagi seseorang untuk memiliki harta. Izin Allah ini berupa syariat Islam yang menjadikan seseorang dapat memiliki harta, yang selanjutnya ini disebut dengan sebab-sebab kepemilikan. Sebab-sebab kepemilikan yang disyariatkan dalam Islam ada beberapa yaitu bekerja, waris, kebutuhan atas harta untuk menyambung hidup, pemberian harta oleh negara kepada rakyat, dan harta yang diberikan tanpa kompensasi.
THR anak di momen lebaran dapat dikategorikan ke dalam jenis kepemilikan individu melalui pemberian harta tanpa kompensasi. Dengan demikian harta ini sah menjadi milik anak. Oleh karena itu maka harta yang didapatkan oleh anak melalui pemberian, baik ketika lebaran maupun di luar lebaran, maka harta tersebut menjadi hak anak sepenuhnya.
Pengelolaan Harta Anak Kecil
Anak yang masih kecil, belum balig, atau belum dapat mengelola harta, maka kewajiban pengelolaan harta jatuh pada orang tuanya atau walinya. Hal ini didasarkan pada hukum perwalian dalam tuntunan syariat Islam.
Seorang ayah memiliki hak perwalian atas anak-anaknya, baik yang masih kecil maupun yang sudah besar tapi belum balig, baik laki-laki maupun perempuan, baik terkait dengan jiwa maupun harta, meskipun anaknya masih dalam pengasuhan ibunya atau kerabatnya. (An-Nidzamul ijtima’iy fil Islam, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani).
Jika sesorang telah besar dan berakal, maka dirinya sendirilah yang memiliki kewenangan atas seluruh urusan dirinya dan hartanya, meskipun hak perwalian tetap ada pada ayah.
Oleh karena itu terkait dengan uang THR anak, statusnya menjadi milik anak, namun dalam pengelolaannya berada pada orang tuanya. Batasan pengelolaan harta anak adalah mengelola harta tersebut untuk memenuhi kebutuhan anak. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT,
وَلَا تُؤْتُوا۟ ٱلسُّفَهَآءَ أَمْوَٰلَكُمُ ٱلَّتِى جَعَلَ ٱللَّهُ لَكُمْ قِيَٰمًا وَٱرْزُقُوهُمْ فِيهَا وَٱكْسُوهُمْ وَقُولُوا۟ لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوفًا
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.” (QS. An-Nisa: 5)
Berdasarkan tafsir Muyassar dijelaskan bahwa, Dan janganlah kalian berikan (wahai para wali), harta-harta kepada orang-orang yang akan menghamburkannya dari orang-orang lelaki, wanita dan anak-anak yang berada di bawah pengawasan kalian, sehingga mereka nanti akan mempergunakannnya pada cara-cara yang tidak sepatutnya. Harta-harta itu adalah merupakan tumpuan bagi kehidupan manusia. Dan berilah nafkah kepada mereka dari harta mereka dan berilah mereka pakaian darinya, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang baik-baik dalam bentuk tutur kata yang indah dan perilaku yang baik.
Demikian pula dalam Tafsir As-Sa’di / Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di dijelaskan, adalah kata jamak dari (orang yang tidak sempurna akalnya) yang artinya orang tidak becus dalam membelanjakan hartanya, baik karena tidak ada akalnya seperti orang gila atau idiot atau semacamnya, atau karena belum sempurna akalnya seperti anak kecil dan orang yang belum dewasa. Allah melarang para wali untuk menyerahkan kepada mereka harta-harta mereka karena takut disia-siakan dan dihabiskan. Karena Allah menjadikan harta itu untuk memenuhi kebutuhan hamba-hamba-Nya dalam kemaslahatan agama maupun dunia mereka. Dan mereka itu tidaklah pandai dalam mengurus (dan membelanjakan) harta tersebut dan memeliharanya. Oleh karena itu Allah memerintahkan kepada wali(nya) agar tidak menyerahkan harta mereka kepada mereka. Akan tetapi ia harus menafkahi mereka dari harta itu, kepada hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan mereka, dunia maupun akhirat mereka.
Berdasarkan penjelasan ayat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa THR anak merupakan milik anak dan tidak boleh bagi orang tua atau walinya menyerahkan dan membiarkan harta tersebut dalam pengelolaan anak kecil. Sebaliknya jika anak sudah balig dan sehat akalnya, maka boleh bagi orang tua atau walinya memberikan harta anak yang telah ia simpan tersebut. Karena pada saat itu anak sudah dewasa dan dianggap mampu mengurus hartanya. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa harta anak kecil itu merupakan milik anak yang tidak boleh bagi orang tua atau wali mengambilnya atau membelanjakan untuk kepentingan pribadinya. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]