Bagaimana Hukum Membunuh karena Membela Harta dan Kehormatan?

Assalamu’alaikum wr wb

Suaramubalighah.com, Tanya Jawab — Ada hal yang membingungkan masyarakat dalam penanganan tindak kejahatan di negeri ini. Ketika korban perampokan melawan pelaku perampokan untuk membela harta dan jiwanya dan qadarullah pelaku meninggal di tangan korban maka pengadilan menetapkan korban sebagai tersangka pembunuhan. Demikian juga sering terjadi kasus perempuan korban perkosaan yang membela kehormatan dirinya dengan melawan pelaku tindak kejahatan pemerkosaan dan qadarullah pelaku meninggal di tangan perempuan korban pemerkosaan lalu di pengadilan ditetapkan perempuan korban tersebut justru sebagai tersangka sehingga mendapatkan sanksi yang berat. Bagaimana Syariat Islam mendudukkan persoalan ini?

Jazakumullah khairan katsira atas jawaban. (Diah, Pangkalan Bun)

Wa’alaikumussalam wr wb.

Bu Diah yang dirahmati Allah, Tindak kejahatan saat ini sangat mudah terjadi dalam kehidupan secular kapitalistik. Diantara tindak kejahatan yang seringkali terjadi adalah pembegalan yang disebut dengan Quttha’ at-Thariq [قطاع الطريق] yaitu tindak kriminal yang merampas harta dengan senjata, menyerang jiwa, atau merusak kehormatan wanita.

Tindak kejahatan ini harus dihentikan baik oleh korban maupun pemerintah.

Bagi masyarakat, baik individu maupun kelompok yang menjadi korban pembegalan (perampokan) disyariatkan untuk melakukan perlawanan dan dianjurkan semaksimal mungkin untuk menghentikan aksi tersebut. Jika pelaku tidak bisa dihentikan selain dengan membunuhnya, maka membunuhnya tidak dilarang dan korban yang melakukan pembunuhan terhadap pelaku pembegalan tidak dikatakan melakukan tindak jarimah (kriminal) sehingga tidak bisa dituntut apalagi sampai dipenjara karena dia melawan hanya untuk membela harta dan kehormatan diri. Sementara membela harta dan kehormatan diri dalam Islam hukumnya adalah wajib bahkan jika dia meninggal karenanya akan dinilai sebagai syahid.

Diantara dalil bahwa secara individu, kita disyariatkan untuk melawan begal yang berusaha merampok. Dari Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ada seseorang yang datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‘Ya Rasulullah, bagaimana jika ada orang yang hendak merampas hartaku.’ “Jangan kau serahkan hartamu.” Jawab baliau. ‘Bagaimana jika dia melawan?’ tanya orang itu. “Lawan balik dia.” Bagaimana jika dia membunuhku?’ tanya orang itu. “Engkau syahid.” Jawab beliau. ‘Lalu bagaimana jika aku berhasil membunuhnya?’ “Dia di neraka.” Jawab Nabi Muhammad saw.. (HR. Muslim).

Hadis lain yang menunjukkan hal senada diriwayatkan dari Abu Daud dan An-Nasa’I,  

Siapa yang dibunuh karena membela hartanya, maka ia syahid. Siapa yang dibunuh karena membela keluarganya, maka ia syahid. Siapa yang dibunuh karena membela darahnya atau membela agamanya, ia syahid,” (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i).

Dalam kitab Majmu’ Al-Fatawa, Syaikh Ibnu Taimiyah menjelaskan sebagai berikut;

اجمع المسلمون على جواز مقاتلة قطاع الطريق وقد ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم انه قال من قتل دون ماله فهو شهيد. فالقطاع اذا طلبوا مال المعصوم لم يجب عليه ان يعطيم شيئا باتفاق الائمة بل يدفعهم بالاسهل فالاسهل فان لم يندفعوا الا بالقتال فله ان يقاتلهم فان قتل كان شهيدا فان قتل واحدا منهم كان دمه هدرا وكذلك اذا طلبوا دمه كان له ان يدفعهم ولو بالقتل اجماعا

Kaum muslimin sepakat mengenai kebolehan melawan para begal dan perampok. Terdapat hadis dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda, ‘Barangsiapa dibunuh karena membela hartanya, maka dia syahid.’ Para begal jika hendak merampas harta korban, maka bagi korban tidak wajib menyerahkannya. Ini merupakan kesepakatan para imam.

Dengan demikian, membunuh begal jika dalam keadaan terdesak, karena mempertahankan hartanya dan kehormatan dirinya, hukumnya dibolehkan dan tidak dianggap tindak jarimah (kriminal) sehingga tidak boleh dituntut apalagi dipenjarakan.

Selain secara pribadi, korban pembegalan disyariatkan untuk melakukan perlawanan, Islam juga telah mengatur apa yang seharusnya dilakukan negara sebagai penanggung jawab keamanan dan keselamatan jiwa dan harta rakyatnya dalam menghentikan aksi pembegalan atau perampokan. Aturan itu, telah Allah SWT tuangkan dalam firman-Nya,

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al Maidah: 33)

Imam As-Sa’di menjelaskan bahwa yang dimaksud membuat kerusakan di muka bumi dalam ayat adalah orang yang melakukan teror di jalanan dengan melakukan perampasan atau pembunuhan. (Manhajus Salikin, hal. 243).

Imam As-Sa’di juga menjelaskan rincian hukum yang harus dilakukan pemerintah dalam menghukum para begal,

Pertama, begal yang melakukan pembunuhan dan perampasan harta,  dia diberi hukuman yang sangat berat yaitu dibunuh dan disalib.

Kedua, begal yang melakukan pembunuhan saja tanpa merampas harta dan kehormatan korban maka dia diberi hukuman wajib dibunuh.

Ketiga, begal yang hanya merampas harta tidak disertai dengan pembunuhan dan mengganggu kehormatan korban maka dia diberi hukuman dengan cara dipotong tangan kanan sampai pergelangan dan dipotong kaki kirinya sampai pergelangannya.

Keempat, begal yang menteror dan menakut-nakuti orang lain, maka diberi hukuman dengan cara dipenjara. (Manhajus Salikin, hal. 243).

Dengan menerapkan Syariat Islam yang telah Allah SWT tentukan dalam menyelesaikan tindak kejahatan pembegalan akan mampu menghentikan bahkan menghapuskan tindak kejahatan pembegalan sehingga masyarakat merasa aman karena harta dan jiwanya terlindungi.

Para pembegal pun akan berfikir ulang untuk melakukan tindak kejahatannya karena ancaman hukuman yang sangat berat.

Ini berbeda dengan penanganan tindak kejahatan pembegalan di negara sekular demokrasi yang diterapkan saat ini yang justru berpihak kepada pembegal dan pemberian hukuman yang  tidak menjerakan pelakunya. Waallahu a’lam Bishshawab [SM/LY]