Butuh Negara untuk Menuntaskan Masalah LG8T

Oleh: Arini Retnaningsih

Suaramubalighah.com, Ta’bir Afkar — Gerakan LG8T terus menggeliat.  Mereka semakin berani menunjukkan eksistensinya di tengah negara muslim terbesar di dunia ini.  Kondisi ini tentu membawa ancaman yang serius bagi moralitas umat.  Namun Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan LG8T di Indonesia tidak bisa ditindak karena tidak atau belum dilarang oleh hukum yang disertai ancaman hukuman. Indonesia, kata dia, adalah negara demokrasi di mana siapa pun boleh saling berekspresi asal tidak melanggar hukum. 

Pernyataan Pak Menteri ini adalah pernyataan yang sangat tidak masuk akal.  Negara, dibangun untuk melindungi rakyat, menjauhkan rakyat dari bahaya yang mengancam.  Ketika suatu bahaya sudah di depan mata, tentu negara harus bertindak, bila perlu buat aturan darurat, bukan lantas membiarkan ancaman tersebut mewujud nyata di tengah umat.

LG8T Adalah Gerakan Politik

Mungkin Pak Menteri belum paham, bahwa LG8T ini bukan sekedar menyikapi para waria atau kaum homo.  Berbicara dalam konteks sejarah, kita bisa mengetahui bahwa usaha untuk melegalisasi LG8T sejatinya merupakan gerakan yang terencana dan sistematis. Narasi dari gerakan ini melekat erat dengan gerakan politik. Di beberapa negara, kelompok LG8T bahkan masuk sebagai salah satu kekuatan politik. Di barat, sejumlah partai berhaluan liberal punya misi legalisasi terhadap LG8T. Di Inggris, LG8T menjadi salah satu bagian dari sayap partai Liberal Demokrat. Sedangkan di Amerika, gerakan LG8T terafiliasi dengan Partai Demokrat.  Karena itu tidak heran jika dukungan besar diberikan pada gerakan ini, sebagaimana ditunjukkan Inggris dengan mengibarkan bendera LG8T di gedung kedubesnya di Surabaya.

LG8T memiliki agenda politik. Sebab usaha mereka untuk melegalkan pernikahan sejenis memang berada di ruang-ruang kekuasaan. Karena itu, wajar saja jika kalangan LG8T kemudian memiliki afiliasi dengan calon presiden, calon gubernur, atau kekuatan partai tertentu (Republika.co.id, 21/12/2017).

Sebagai suatu gerakan politik, LG8T tidak bisa dilawan hanya oleh para individu.  Yang memiliki kekuatan untuk menghentikannya adalah institusi negara.  Namun berharap pada negara demokrasi ibarat pungguk merindu bulan.  Hal ini karena demokrasi menjunjung tinggi kebebasan individu, termasuk kebebasan menentukan orientasi seksual mereka.

Maka, yang mampu menyelamatkan kaum muslimin dari arus deras LG8T hanya negara yang menerapkan sistem Islam, karena hanya Islam satu-satunya agama yang tegas menolak LG8T. Dan Islam adalah satu-satunya agama yang memiliki aturan kehidupan yang paripurna, yang mampu untuk menjadi solusi bagi persoalan manusia.  Aturan tersebut, hanya mungkin diterapkan oleh sistem pemerintahan Islam, Daulah Khilafah Islamiyyah.

Pencegahan oleh Negara

Sistem Islam yang dimanifestasikan oleh khilafah Islamiyyah memiliki dua bentuk metode penuntasan persoalan LG8T.  Yang pertama adalah paradigma pencegahan dan kedua sistem sanksi untuk memastikan tindak pencegahan berlangsung secara efektif.  Kedua metode ini dijalankan secara sistematik dalam berbagai aspek, antara lain :

  • Aspek Pendidikan : negara menyusun kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam, yang akan membangun benteng pertahanan paling kuat pada individu dalam menghindarkan diri dari maksiat.  Hukum-hukum syara’ termasuk hukum LG8T juga akan dijelaskan sesuai dengan perkembangan kemampuan anak untuk menerima informasi.  Dengan demikian akan terbentuk ketaatan pada hukum syara’ dan sikap menolak LG8T pada anak yang akan menjauhkan mereka dari sentuhannya.
  • Aspek Kesehatan : negara menjamin setiap orang yang merasakan adanya penyimpangan dalam dirinya untuk mendapatkan terapi sampai kembali normal.  Bagi pengidap hermafrodit (memiliki alat kelamin ganda) akan disempurnakan alat kelamin aslinya melalui tindak operasi secara gratis.  Bila kelainan ini bersifat psikologis, akan diberikan terapi psikologis dan penguatan agama sehingga tidak terjadi penyimpangan. 

Sebaliknya, sistem memastikan tidak akan membolehkan praktik operasi pergantian kelamin (transgender) yang dipandang agama sebagai bentuk pengubahan ciptaan Allah.

  • Aspek politik : negara tidak akan menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain yang melegalkan LG8T yang memungkinkan mereka untuk mengekspor penyimpangan tersebut ke negara Islam.  Negara juga tidak akan memberikan izin kepada para tokoh LG8T untuk masuk dalam wilayah negara Islam, dan memblokir seluruh pemikiran mereka baik lisan maupun tulisan.
  • Aspek Media Informasi : negara mengelola sistem media dan informasi dalam rangka membina umat dan membangun pemikiran yang produktif sesuai dengan akidah Islam.  Negara akan menutup media yang mengusung ide LG8T dan mencegah beredarnya ide ini di tengah masyarakat melalui media manapun.  Begitu juga negara akan membangun sistem internet yang mampu untuk memfilter informasi global yang masuk ke dalam wilayah negara Islam.
  • Aspek sosial : negara membangun sistem kehidupan sosial berdasarkan syariat Islam.  Bentuk-bentuk penyimpangan seperti tasyabuh (menyerupai) laki-laki terhadap perempuan dan sebaliknya dilarang. Negara menerapkan hukum-hukum syara’ yang memastikan aktivitas di masyarakat adalah aktivitas produktif sesuai dengan syariat.

Penerapan Sistem Sanksi yang Keras

Sebagai tindak preventif, Islam mengatur seperangkat sanksi yang wajib diterapkan oleh negara.  Islam mengancam para pelaku homoseksual dengan sanksi keras berupa hukuman mati bagi kaum gay yang masih bujang ataupun yang sudah menikah. Tanpa sanksi yang keras atas para pelaku menyimpang ini, kekejian mereka akan terus berlangsung. Para pelakunya, sesuai hadis di bawah ini, dijatuhi hukuman mati. Nabi saw. Bersabda,

 مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

“Siapa saja yang menjumpai kaum yang melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah pelaku maupun pasangannya” (HR. Abu Dawud).

Dikecualikan dalam hal ini adalah para korban kekerasan seksual para gay tersebut. Para korban kekerasan seksual akan direhabilitasi fisik dan jiwanya agar mereka tidak menjadi gay di kemudian hari.

Adapun lesbianisme atau yang disebut dalam fikih as-sahâq atau musâhaqah dikenai sanksi ta’zîr, yakni jenis hukuman yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada qâdhi (hakim). Mereka bisa dicambuk, dipenjara, atau bahkan dihukum mati jika sudah sangat keterlaluan.

Termasuk yang diancam sanksi keras adalah orang-orang yang memfasilitasi LG8T, seperti para dokter yang menjalankan operasi pergantian kelamin, LSM, influencer, penulis buku, atau siapapun terlibat dalam gerakan mendukung dan menyebarkan paham LG8T.

Karena itu untuk menghentikan arus LG8T ini tidak cukup hanya dengan seruan ataupun kecaman. Harus ada kekuatan politik dan hukum yang melindungi umat. Dialah yang akan menjadi perisai bagi umat dalam menahan gempuran arus kerusakan paham liberalisme yang melahirkan gerakan LG8T.

Rasulullah saw. Bersabda,

نَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)

Dari penjelasan di atas, umat seharusnya mulai membuka mata, manakah sistem yang layak untuk diambil sebagai solusi.  Sistem liberal yang mendukung LG8T, tak ada tempat yang lebih pantas baginya kecuali tempat sampah peradaban.  Sedangkan sistem sekuler yang menolak pemberlakuan hukum terhadap LG8T, sebagaimana yang disampaikan Mahfud MD, tak akan mampu memberi solusi, bahkan akan memberi ruang bagi kemaksiatan untuk tumbuh semakin subur. 

Bagaimanapun, hukum Allah tetap merupakan solusi terbaik bagi manusia.  Hanya orang yang tertutup hatinya yang menolaknya. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/LY]