Oleh: Najmah Saiidah
تَاجٌ عَلَى رُؤُوْسِ الْأَصِحَّاءِ لاَ يَرَاهَا إِلاَّ الْمَرْضَى الصِّحَّةُ
“Kesehatan adalah mahkota yang dipakai orang sehat, tetapi hanya bisa dilihat oleh si sakit.”
Suaramubalighah.com, muslimah dan keluarga — Sebuah ungkapan yang menggambarkan bahwa kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang, sehingga diumpamakan sebagai mahkota. Hanya saja kita sering kali lupa dan hanya ingat ketika kita terkena gangguan kesehatan, walaupun hanya flu ringan, misalnya. Namun, ketika kita sehat seolah kita melupakannya.
Benarlah apa yang disampaikan Rasulullah saw. bahwa ada dua nikmat yang manusia sering terlena, salah satunya adalah berkaitan dengan kesehatan. Padahal, kesehatan adalah aset yang mahal dalam hidup kita.
Satu hal lagi, terkadang kita hanya memperhatikan kesehatan fisik semata, padahal kesehatan mental juga merupakan bagian penting yang mesti dijaga oleh setiap keluarga muslim. Keadaan mental yang buruk sering menyulitkan kita untuk beraktivitas dengan normal.
Tertekan atau stres yang dialami seseorang, apalagi jika berkelanjutan, selain menjadikan seseorang enggan untuk melakukan sesuatu, bahkan bisa mengganggu pekerjaan, juga dapat merusak hubungan keluarga. Begitu pun sebaliknya, hubungan yang kurang harmonis dalam kehidupan rumah tangga dapat menimbulkan kondisi kesehatan yang buruk yang berdampak luas.
Apalagi di situasi saat ini, beban ekonomi makin berat dialami keluarga di negeri ini, termasuk keluarga muslim. Terlebih lagi, sistem sekuler kapitalistik yang membelenggu masyarakat kita membuat kehidupan serba sempit. Berbagai krisis terus mewarnai kehidupan masyarakat.
Kenyataan ini mau tidak mau berdampak pula pada kehidupan keluarga muslim, sulit untuk bisa menegakkan nilai-nilai Islam, bahkan tidak sedikit ikut terjebak pada kehidupan yang materialistik individualistik. Tidak sedikit pula yang turut goyah, bahkan terguncang.
Tidak dapat kita mungkiri bahwa kebijakan negeri ini yang notabene adalah negeri kapitalistik sekuler telah menyebabkan beban ekonomi yang makin berat yang harus dipikul oleh keluarga muslim. Hal ini memberi andil munculnya ketakharmonisan dalam rumah tangga, bahkan tidak sedikit yang berujung perceraian.
Tidak aneh jika kemudian stres, bahkan depresi, menimpa keluarga muslim. Stres kronis yang tidak kunjung diobati mampu melemahkan tubuh dari waktu ke waktu, akhirnya penyakit-penyakit berat bermunculan.
Tepatlah hipotesis Ibnu Sina, bapak kedokteran modern yang menyebutkan bahwa kondisi mental seorang pasien berpengaruh pada ketahanan fisiknya. Beliau mengatakan, “Kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah awal dari kesembuhan.”
Di sinilah sesungguhnya pentingnya keluarga muslim untuk menjaga kesehatan, tidak hanya kesehatan fisik anggota keluarganya, tetapi juga kesehatan mentalnya. Lalu bagaimana Rasulullah saw. menuntun keluarga muslim untuk menjaga kesehatan mental?
Menjaga Kesehatan Mental Keluarga
Sesungguhnya Rasulullah saw. dalam hadis-hadisnya telah memerintahkan keluarga muslim untuk selalu menjaga kesehatan mental, yaitu menjaga kesehatan pikiran, perasaan, serta kecenderungan-kecenderungannya agar sesuai dengan ajaran Islam. Ini semua akan mendukung pula terhadap kesehatan seluruh jasad.
Beliau bersabda, “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR. Muttafaq ‘alayhi)
Apa yang bisa dilakukan keluarga muslim untuk menjaga kesehatan mental di tengah ideologi rusak dan merusak saat ini? Banyak hal yang harus kita lakukan, di antaranya:
1. Senantiasa mengukuhkan iman.
Iman bukanlah sekadar percaya bahwa Allah itu ada dan Maha Pencipta, tetapi meyakini bahwa Allah adalah Maha Pengatur sekaligus Maha Penolong, Maha Pemberi rezeki, Mahaperkasa, Maha Penyembuh, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. Allah senantiasa menolong dan memberikan jalan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, dan tidak akan pernah menzalimi mereka.
Keimanan dan keyakinan semacam ini yang akan menjadikan keluarga muslim senantiasa optimis dalam kehidupan, punya harapan besar, bersabar dalam menghadapi musibah dan rintangan serta tak mudah menyerah kepada keadaan. Terus berupaya dan berusaha keras ketika menghadapi berbagai rintangan, yakin bahwa Allah akan selalu bersamanya, menolongnya, serta memberikan jalan keluar terbaik ketika menghadapi masalah apa pun.
Ingatlah kisah Nabi Yunus as. yang berada dalam perut ikan besar di dasar lautan lalu Allah beri pertolongan. Ingat pula saat Nabi Musa as. dihadapkan pada pilihan memukulkan tongkat ke Laut Merah sementara di belakangnya pasukan Firaun memburunya.
Lalu Nabi Musa pun percaya dengan perintah Allah untuk memukulkan tongkat itu ke Laut Merah dan mereka pun selamat, sedangkan Firaun tenggelam bersama para pengikut dan pasukannya.
2. Selalu bersyukur atas segala nikmat.
Sesungguhnya setiap muslim diperintahkan oleh Allah SWT, untuk selalu bersyukur sekaligus diwanti-wanti agar jangan sampai kita tergolong ke dalam firman Allah yang artinya, “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur (berterima kasih).” (QS. Saba’:13)
Demikian halnya Rasulullah telah menasihati kita, sebagaimana sabdanya, “Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia, berarti dia tidak bersyukur kepada Allah.” (HR. Abu Daud)
Jika kita perhatikan, kurang bersyukur bisa menjadi salah satu penyebab memburuknya kesehatan mental keluarga. Sikap membandingkan diri dengan orang lain merupakan salah satu tanda kurang bersyukur. Membandingkan soal rezeki, keadaan rumah, anak-anak, sampai pasangan. Kita memang perlu mawas dengan kekurangan diri, tetapi bukan urusan dunia, juga jangan sampai lupa bersyukur.
Nabi saw. menasihati kita semua untuk melihat ke “bawah”, bukan ke “atas”, sebagaimana sabdanya, “Lihatlah kepada yang di bawah kalian dan janganlah kalian melihat yang di atas kalian, sesungguhnya hal ini akan menjadikan kalian tidak merendahkan nikmat Allah yang Allah berikan kepada kalian.” (HR. Muslim)
Sering membandingkan diri dengan kehidupan orang lain membuat hidup terasa selalu kurang. Akhirnya menjadi tekanan pada pikiran dan berujung stres dan depresi, inilah yang mengakibatkan memburuknya kesehatan mental keluarga.
Kita memang harus terus belajar menyambut setiap kenikmatan yang datang sekecil apa pun, dengan penuh sukacita. Melihat anak istikamah membaca Al-Qur’an, shalat berjamaah di masjid, bertambah hafalan Al-Qur’annya, demikian halnya pasangan selalu ceria dan menyenangkan, selalu istikamah menjalankan sunah, semangat bekerja dan selalu dimudahkan Allah dalam menjemput rezeki, mendapat kiriman makanan dari tetangga atau famili. Mensyukuri setiap nikmat dan momen baik akan menjadikan hati kita terasa lapang, dan mental kita insyaallah akan menjadi sehat.
3. Senantisa mengingat Allah.
Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa orang yang senantiasa mengingat Allah, maka hatinya akan tenang dan tenteram. Firman Allah yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (TQS. Ar-Rad: 28)
Yang dimaksud dengan “mengingat Allah” dalam ayat ini bukan sekedar bertasbih, tahlil, tahmid, atau ibadah mahdhah. Namun, menurut Imam As-Sa’di adalah mengetahui makna-makna Al-Qur’an dan hukum-hukumnya membuat hati menjadi tenang, hal itu karena menunjukkan pada kebenaran yang nyata yang diperkuat dengan petunjuk dan bukti. Karenanya, keluarga muslim yang semakin dekat dengan Al-Qur’an dan As-Sunah, dengan ajaran Islam, dan tahu halal/haram akan mengantarkan mereka pada ketenangan. Itulah janji Allah SWT.
4. Mempemperbanyak amalan sunah.
Keluarga muslim hendaknya selalu meningkatkan takarub kepada Allah, di antaranya dengan memperbanyak amalan sunah dan amal kebaikan lainnya. Lebih baik lagi jika dilakukan bersama dengan anggota keluarga lainnya.
Kita bisa memperbanyak bacaan Al-Qur’an, kita bisa lakukan tadarus Al-Qur’an bersama keluarga selesai shalat jemaah pada waktu subuh atau setelah shalat
magrib, misalnya. Momen ini juga bisa kita manfaatkan untuk belajar Islam bersama dengan menadaburi ayat-ayat Al-Qur’an, dengan ayah atau ibu memimpin kajian ini secara bergantian.
Selain itu setiap anggota keluarga bisa berlomba-lomba melakukan amalan sunah lainnya, seperti shalat dhuha, shalat hajat, ataupun shalat tahajud. Ayah dan ibu memiliki tugas utama untuk memotivasi anggota keluarga untuk melaksanakan amal kebaikan ini. Bahkan ,setiap anggota keluarga saling mengingatkan anggota keluarga lainnya.
Terlebih ketika tahajud, ibu bisa membangunkan ayah, lalu keduanya membangunkan anak-anak untuk melakukan sakat tahajud, kemudian memanjatkan doa bersama. Semakin kita dan keluarga dekat dengan Allah, maka kita akan terhindar dari stres atau penyakit mental.
Selanjutnya amalan ini kita barengi juga dengan memperbanyak sedekah dan berzikir kepada Allah serta menahan diri dari berbagai hal-hal yang mengundang amarah. Hal penting lainnya yang harus kita lakukan adalah banyak berdoa kepada Allah agar Allah berkenan memberikan kesehatan, kemudahan, kelapangan, dan kelancaran serta keberkahan bagi kita dalam menjalankan semua amal kebaikan. Selain itu, dengan banyak memanjatkan doa, kita semakin dekat kepada Allah SWT, dan hal ini insyaallah akan semakin menguatkan kita dan semakin bersemangat dan optimis dalam menjalani kehidupan.
5. Bergaul dan berkumpul dengan orang-orang saleh.
Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar pertemanan yang baik berpengaruh baik pada kesehatan mental maupun fisik seseorang. Sebaliknya, pertemanan yang buruk berpengaruh buruk pula pada kondisi mental dan fisik.
Dalam Islam, seorang muslim diperintahkan untuk menjaga pertemanan dengan baik, tentu saja bukan dengan sembarang orang. Bukan juga sembarang pertemanan yang bisa membuat tertawa, tetapi pertemanan yang menguatkan ketakwaan.
Teman yang bertakwa bukan sekadar menciptakan suasana bahagia, tetapi juga menciptakan energi positif untuk selalu giat beribadah, beramal saleh, dan berdakwah.
Pantas Nabi saw. mengumpamakan teman yang saleh seperti pedagang parfum yang turut menyebarkan aroma wangi pada orang di sekitarnya. “Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya.” (HR. Muslim)
Sudah seharusnya kita mencari komunitas dan kawan-kawan saleh yang selalu mengingatkan diri pada Allah, melembutkan hati, menciptakan optimisme hidup, dan mengingat janah. Suasana pertemanan ini akan meningkatkan kesehatan mental keluarga muslim.
Khatimah
Demikianlah, di tengah sistem kehidupan sekuler kapitalistik yang tengah mendera kita, dengan penghidupan yang serba sempit dan deraan kezaliman penguasa yang kebijakannya tidak pernah berpihak kepada rakyat, kaum muslim senantiasa akan memiliki kesehatan mental bila senantiasa menjaga ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dan senantiasa merawat keimanannya.
Walaupun memang bukan perkara yang mudah, tetapi insyaallah kita bisa mengupayakannya dan sungguh-sungguh merealisasikannya. Semoga Allah selalu memberikan kemudahan. Aamiin. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/LY]