Oleh: Siti Murlina, S.Ag.
Suaramubalighah.com, opini — Kasus penolakan pemerintah Singapura terhadap Ustadz Abdul Shomad (UAS) baru-baru ini menjadi viral di medsos baik dalam maupun luar negeri. Ada 3 alasan pemerintah Singapura melakukan penolakan terhadap UAS, (1) dianggap sebarkan ajaran esktremis, (2) pernah ceramah soal bom bunuh diri. “Misalnya, Somad telah mengkhotbahkan bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi “syahid'”, (3) pernah merendahkan agama lain “Dia juga membuat komentar yang merendahkan anggota komunitas agama lain, seperti Kristen, dengan menggambarkan salib Kristen sebagai tempat tinggal “jin (roh/setan) kafir”. Selain itu, Somad secara terbuka menyebut nonmuslim sebagai “kafir”. (Cnbcindonesia.com, 18/05/2022).
Dari ketiga alasan yang ada, terkait penyebutan nonmuslim dengan kata kafir menjadi hal yang kontroversial. Salah satu yang tidak sepakat julukan kafir untuk nonmuslim adalah Dr. Haidar Bagir, AM. Dalam tulisannya menyatakan orang kafir adalah “Orang yang karena berbagai alasan, menyangkal atau bersikap tidak konsisten dalam mengikuti kebenaran yang diyakininya, jika seseorang tidak percaya pada kebenaran tertentu, dalam hal ini kebenaran Islam. Maka nonmuslim yang tak percaya akan kebenaran Islam karena tak tahu atau tidak yakin akan kebenaran agama ini bukanlah kafir”.
Padahal kata “kafir” adalah istilah yang ada dalam Al-Qur’an untuk menyebut nonmuslim dan itu sangat jelas. Buya Yahya pun angkat bicara, beliau menyatakan bahwa jangan sampai pernyataan yang menyimpang disebarkan yang menyebabkan orang alergi karena kata kafir dianggap perendahan kepada orang kafir yang tidak menerima Islam. (Youtube Al Bahjah TV, 16/04/2022).
Dalam Islam, tidak boleh mengubah kata-kata yang sudah khas dalam Islam dengan alasan apapun. Sebenarnya sebagai seorang muslim kita tidak harus mempermasalahkan julukan kafir untuk nonmuslim. Maka sungguh aneh dan kita harus waspada dengan narasi keberatan nonmuslim disebut kafir.
Jika kita telaah dengan teliti “kontroversi masalah kata kafir” ini muncul seiring dengan kuatnya sekularisme dan masifnya proyek moderasi beragama. Lewat program moderasi beragama yang masif, sistem demokrasi kapitalisme hari ini menjadi biang kerok hal tersebut. Menjadikan pemahaman kaum muslimin terhadap ajaran Islam yang sahih semakin tergerus. Atas nama kebebasan berpendapat, melahirkan orang-orang yang mengaburkan makna kafir yang sebenarnya dari pemahaman ulama yang lurus. Kata kafir itu dibuat kontroversi, seolah-olah maknanya masih diperdebatkan dan dipertentangkan. Mereka memberikan gambaran yang berbeda dengan hakikat yang sebenarnya. Dengan maksud agar orang yang mendengar merasa benci, jengah, khawatir, dan dipalingkan dari makna yang sebenarnya.
Perkara ini termasuk mencitraburukkan sesuatu yang baik dalam Islam hingga islamofobia, yang pada akhirnya kaum muslimin terpengaruh, menjadikan mereka merasa takut, dan khawatir ketika menyebut kata tersebut. Akan dianggap perilaku kriminal dan justifikasi bahkan teroris, ekstrimis, serta sebutan seram lainnya. Sikap tersebut sangat membahayakan akidah umat Islam.
Ingat, Barat dan anteknya tak berhenti memerangi Islam dan kaum muslimin. Berbagai upaya mereka lakukan, cara kasar maupun halus. Di antaranya upaya lewat pernyataan bahwa orang di luar Islam yang tak percaya kebenaran Islam ataupun karena tidak tahu, tidak boleh disebut kafir. Ini adalah upaya penyimpangan akidah umat tentang Islam itu sendiri.
Seharusnya jangan sampai ada di kalangan umat Islam sendiri mempunyai pemahaman yang bertentangan dengan kata kafir ini. Sebab kata kafir adalah istilah yang sudah tertulis dengan jelas di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dari sisi makna dan kata yang gamblang, tidak ada perbedaan. Kata kafir termasuk kata muhkamat, bukan kata mutasyabihat yang membuka peluang berbeda tafsir. Sebab Allah SWT dan Rasul-Nya sendiri menyebut orang yang memeluk agama selain Islam adalah kafir. Dan hal ini disebut terus-menerus dalam kondisi apapun.
Jadi jelas bahwa kafir adalah julukan yang paling tepat bagi orang selain Islam. Bahkan menjadi nama surat Al-Qur’an yakni surat Al-Kafirun.
قُلْ يٰٓاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَ
“Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir.” (QS. Al-Kafirun (109):1)
Selanjutnya Allah SWT berfirman,
اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِۗ – ٦
“Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk.” (QS. Al-Bayyinah (98):6)
Dan juga firman-Nya,
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ
“Sungguh telah kafir orang-orang yang mengatakan bahwa Allah itu Al Masih putra Maryam” (QS. Al-Maidah (5):72). Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]