Oleh: Kartinah Taheer
Suaramubalighah.com, opini — Konvensi Nasional III Pendeta Gereja Toraja diselenggarakan di Asrama Haji Sudiang Makassar. Konvensi yang berlangsung selama empat hari tersebut dihadiri kurang lebih 1000 pendeta dari 17 Provinsi dan mancanegara. Staf Khusus Menteri Agama (Menag) RI bidang Toleransi, Terorisme, Radikalisme dan Pesantren Mohammad Nuruzzaman membuka secara resmi konvensi tersebut pada Rabu, 18 Mei 2022. (kabarmakassar.com, 18/05/2022)
Baik penyelenggaraan acara maupun akomodasi peserta semua bertempat di asrama haji. Hal ini tentu mengandung tanya , mengapa acara konvensi pendeta diadakan di asrama haji? Bukankah masih banyak gedung lain sebagai pemilihan tempat?
Penolakan datang dari sejumlah tokoh diantaranya Presiden Nusantara Foundation, Imam Shamsi Ali. Dai sekaligus imam di Amerika Serikat tersebut, mengatakan, konvensi Gereja Toraja di asrama haji tidak melabrak syariat. Namun, pria asal Bulukumba, itu tetap tak setuju. Menurutnya “Karena asrama itu memang diperuntukkan untuk keperluan khusus bagi umat Islam, dan lebih khusus lagi bagi kepentingan jamaah haji,” kata Shamsi Ali, dikutip muisulsel.com dari laman pilarindonesia.com, Selasa (17/5/22).
Menurut Ketua Badan Pekerja Sinode (BPS) Gereja Toraja, Pendeta Alfred Yohanes Rantedatu Anggui, sengaja memilih lokasi tersebut sebagai sarana penyampaian pesan kerukunan antar umat beragama. “Kami dengan sengaja memilih Komplek Asrama Haji di Kota Makassar sebagai pesan damai dan persahabatan dengan semua agama sekaligus memperlihatkan semangat nasionalisme di NKRI tercinta,” ungkapnya. (kemenag(dot)go.id, 04/05/2022)
Spirit menjaga kerukunan umat beragama, merawat kebinekaan selalu digemborkan untuk mewujudkan toleransi yang kebablasan. Umat Islam diajak mencampuradukkan ajaran agamanya bahkan meyakini kebenaran agama lain. Sebagai perwujudannya adalah ikut merayakan perayaan agama lain atau melaksanakan acara keagamaan di tempat agama lain. konvensi gereja di asrama haji ini pun seolah membawa pesan bahwa sebaiknya umat Islam mengadakan acara keagamaan seperti PHBI, Tabligh Akbar di Gereja atau di tempat yang menjadi ciri khas agama lain. Jika umat Islam tidak melakukan itu maka cap radikal, eksklusif, intoleran akan disematkan pada mereka. Sebaliknya bagi yang mau mengadakan acara keagamaan di tempat agama lain dianggap moderat, terbuka dan memiliki toleransi yang tinggi. Sungguh ini justru memecah belah umat itu sendiri.
Sejatinya pelaksanaan konvensi pendeta di asrama haji adalah bagian dari moderasi beragama, hal ini seperti yang diungkap oleh ketua MUI Ketua Komisi Hubungan Antarumat Beragama (Haub) MUI Sulsel Prof Dr Wahyuddin Naro M Hum, menurutnya “Penggunaan asrama haji oleh agama lain juga merupakan bukti nyata program pemerintah tentang moderasi beragama di Indonesia di mana tak sekadar wacana, Selain bukti moderasi beragama, ini juga merupakan wujud dari kebinnekaan dan keberagaman bangsa Indonesia, di mana masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam agama.” (mui.or.id,18/052022)
Memang benar moderasi beragama bukan sekedar wacana pemerintah, karena moderasi beragama ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024, Moderasi beragama terus dinarasikan sebagai sesuatu yang sangat penting di tengah keberagaman Indonesia. Alasannya, hal itu demi untuk menjaga keutuhan dan persatuan bangsa. Toleransi sebagai wujud moderasi terus-menerus diopinikan sebagai solusi untuk kerukunan. Diantaranya adalah dengan menyelenggarakan acara-acara keagamaan di tempat ibadah agama lain ataupun tempat yang menjadi simbol agama tertentu. Maka wajar jika Kemenag sebagai stakeholder program moderasi beragama membuka lebar asrama haji untuk konvensi gereja.
Memang benar bahwa asrama haji bukan tempat ibadah seperti masjid. Tetapi asrama haji sangat identik dengan umat Islam. Asrama haji itu merupakan tempat atau sarana yang diperuntukan untuk pelaksanaan pemberangkatan calon jamaah haji dan pemulangan jamaah haji. Meski dalam perkembangannya asrama haji digunakan untuk kegiatan selain berkaitan dengan haji maka seharusnya hanya diperuntukkan kegiatan keislaman saja. Seperti seminar-seminar Islam, training para dai, Lomba tahfidz ataupun Peringatan Hari Besar Islam. Bukan acara keagamaan lain.
Jika arus moderasi ini semakin masif bukan tidak mungkin acara konser musik pun dibolehkan di asrama haji. Karena salah satu alasan dari ketua MUI Makassar mendukung konvensi Gereja Toraja di asrama haji adalah adalah bahwa asrama haji sebagai aset negara/BLU, maka bisa digunakan oleh siapa saja karena menambah pemasukan pendapatan negara atau PNBP di tengah pandemi. Jika pertimbangannya demikian maka boleh jadi acara maksiat apa pun akan boleh bertempat di asrama haji asal menambah pendapatan negara. Naudzubillah min dzalik
Sungguh Moderasi mengajarkan toleransi kebablasan yang merusak akidah dan menoleransi kemaksiatan. Umat Islam harus waspada narasi manis moderasi. Karena moderasi beragama ini adalah strategi Barat dalam hal ini Amerika Serikat untuk menjauhkan umat Islam dari syariat agamanya. Umat Islam tidak boleh terlibat apalagi mengkampanyekan moderasi beragama.
Di tengah gempuran moderasi beragama yang semakin masif dengan berbagai bentuknya , umat Islamtidak boleh terperdaya, apalagi terpecah-belah karena isu moderat radikal. Umat Islam harus bersatu padu fokus memperjuangkan Islam kaffah. Karena hanya dengan menerapkan Islam secara kaffah tidak ada ruang kemaksiatan, kegungan Islam dan aqidah umat pun terjaga.
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اسۡتَجِيۡبُوۡا لِلّٰهِ وَلِلرَّسُوۡلِ اِذَا دَعَاكُمۡ لِمَا يُحۡيِيۡكُمۡۚ وَاعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰهَ يَحُوۡلُ بَيۡنَ الۡمَرۡءِ وَقَلۡبِهٖ وَاَنَّهٗۤ اِلَيۡهِ تُحۡشَرُوۡنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan” (QS. Al-Anfal Ayat 24).
Wallahu a’lam bishshawab. [SM/LY]