Oleh: Rahmi Ummu Atsilah
Suaramubalighah.com, opini — Nikah Kontrak kembali mencuat setelah diperbincangkan kembali tentang Peraturan Bupati Cianjur tentang Pelarangan Nikah Kontrak bahkan berharap menjadi Perda . Sebelumnya tahun 2021 kawin kontrak membikin heboh adanya kasus kematian Sarah di Cianjur disiksa suami siri dan disiram air keras hingga berujung kematian. Komnas perempuan mengatakan kasus ini merupakan kasus yang dikategorikan sebagai femisida, yaitu kekerasan yang mengakibatkan kematian perempuan. Dalam tiga tahun, kasus femisida diklaim naik hingga melampaui 1.100 kasus per tahun. (kompas.com, 27/11/2021)
Kawin kontrak dianggap menyimpang dari tujuan perkawinan yang mulia. Dalam agama Islam, tujuan pernikahan tidak hanya untuk hidup bersama di dunia, tetapi juga menyiapkan kehidupan di akhirat, bahkan merupakan mistaqan ghalidzan atau perjanjian Allah yang kuat.
Kawin kontrak memiliki istilah lain dalam bahasa Arab, yakni kawin mut’ah. Jenis perkawinan ini sangat bertentangan dengan hukum Islam maupun Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.
Namun, adanya fenomena praktik kawin kontrak yang meresahkan masyarakat Cianjur hingga disebut dengan kampung wisata seks, seolah mementahkan sebuah pernikahan sebagai ikatan yang sakral. Menurut Bupati Cianjur, Herman Suherman “Perbup ini sebatas bersifat imbauan dan sosialisasi agar tidak terjadi praktik kawin kontrak di Cianjur. Untuk tindak lanjutnya nanti dibuat Perda,” (news.detik.com, 19/6/2021).
Mampukah Perbup Mencegah Kawin Kontrak Tanpa Dibarengi Solusi Mendasar Penyebab Maraknya Kawin Kontrak?
Sebenarnya maraknya kawin kontrak disebabkan kehidupan yang semakin sekuler menggerus keimanan masyarakat. Ketakwaan masyarakat semakin menipis. Sementara Sekulerisme menuntut standar kebahagiaannya terpenuhinya kebutuhan jasmani (kepuasan bersifat materi). Sementara akses ekonomi semakin sulit karena kebijakan ekonomi kapitalisme yang berpihak pada segelintir masyarakat. Inilah faktor pendorong utamanya.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Psikolog Keluarga dan Pernikahan dari Rumah Dandelion, Nadya Pramesrani mengungkapkan hasil penelitian Balitbang Kementerian Agama pada 2016 bahwa praktik kawin kontrak bukannya untuk memenuhi kebutuhan primer, pelaku justru berkeinginan memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya. Dia lantas menyebut hulu praktik kawin kontrak, perdagangan orang dan prostitusi, adalah alasan ekonomi. Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2016 menyimpulkan kawin kontrak sebagai prostitusi terselubung yang mengatasnamakan agama. Para pelaku dapat melakukan praktik ini untuk mendapatkan materi.
Keharaman kawin kontrak sebenarnya sudah jelas. Dengan mengacu pada fatwa MUI pada Oktober 1997 dan Keputusan Bahtsul Masail (forum Kajian Nahdlatul Ulama’) pada Oktober 1997 yang menyatakan hukum kawin kontrak haram dan tidak sah. (voaindonesia.com, 23/05//2022).
Namun mengapa kawin kontrak masih marak? Jawabannya karena negara yang sekuler kapitalistik tidak mampu menjaga ketakwaan rakyat sekaligus tidak mampu mendistribusikan ekonomi rakyat secara merata, sehingga rakyat rela melakukan hal yang bertentangan dengan hukum Islam.
Negara wajib hadir Ketika suami istri tidak memahami hak dan kewajiban masing-masing, maka akan terjadi penyimpangan dan kezaliman yang berakhir pada konflik dalam rumah tangga. Oleh karena itu memahami hak dan kewajiban sebagai bekal membangun sebuah rumah tangga adalah keharusan. Sehingga tercipta keluarga yang sakinah, mawadah, dan rahmat. Keluarga yang membahagiakan.
Islam memerintahkan suami istri untuk saling bergaul dengan baik. Hal ini bertujuan supaya hubungan suami istri bukan sekedar formalitas yang kaku. Akan tetapi benar-benar hubungan yang didasari prinsip ketakwaan, persahabatan, dan tolong-menolong. Allah SWT. berfirman,
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS. An-Nisa’: 19)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku” (HR. At-Tirmidzi no: 3895 dan Ibnu Majah no: 1977)
Dalam Islam, suami istri harus memahami pula adab-adab dalam berhubungan, baik dalam berkomunikasi, mengkritik, maupun dalam menyelesaikan permasalahan yang mendera kehidupan rumahtangga.
Hal tersebut sangat jauh berbeda dengan praktik kawin kontrak yang terjadi. Bahkan syarat sah dan rukunnya pun tak terpenuhi. Apalagi konsekuensi sebuah pernikahan yang lain. Yaitu tertunaikannya hak dan kewajiban rumah tangga dengan baik.
Maraknya praktik kawin kontrak tidak lepas dari rapuhnya landasan hidup kaum muslimin saat ini. Sekulerisme telah menjadi dasar dari setiap perbuatan. Hal yang mendorong seseorang untuk tidak lagi mengindahkan aturan Islam dalam membangun kehidupan rumah tangga.
Sistem pemerintahan yang menerapkan kapitalisme juga menjadikan persoalan ekonomi rakyat menjadi sangat berat. Sebagian besar dari korban kawin kontrak ini mengaku karena alasan ekonomi. Bahkan pola hidup konsumtif yang berasal dari pola pikir kapitalisme yang melingkupi kehidupan saat ini.
Penting bagi kaum muslimin untuk kembali kepada ajaran Islam yang mulia, lengkap, dan paripurna. Sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal, dan menentramkan hati. Hal ini akan menghindarkan manusia dari praktik-praktik yang mengantarkan pada kesengsaraan. Baik di kehidupan dunia lebih-lebih di akhirat nanti. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/LY]