Oleh: Najmah Saiidah
Suaramubalighah.com, muslimah dan keluarga — Jika kita melihat potret remaja muslim di negeri ini memang kita tidak bisa bilang semua baik-baik saja, tapi kita juga tidak bisa bilang buram semua. Di satu sisi sudah seharusnya kita mengucap syukur karena banyak di antara remaja muslim telah paham hukum Islam, mereka menutup aurat dengan rapi, memakai khimar dan jilbab, tidak sedikit pula di antara mereka yang telah hafal tidak hanya 1 atau 2 juz, bahkan hafal 30 juz Al-Qur’an.
Sebagian remaja muslim di Indonesia sudah melihat Islam sebagai identitas, mereka bangga jadi rohis dan ikut kajian-kajian keislaman di samping itu mereka juga punya prestasi yang membanggakan. Menjadi juara olimpiade matematika dan sains beberapa kali hingga ada juga yang mampu menghasilkan penemuan-penemuan baru. Alhamdulillah…
Hanya saja, kita pun tidak bisa menutup mata, jika di sisi yang lain justru kondisi remaja ini sangat memprihatinkan, tejebak pada aktivitas negatif dan repotnya jumlah mereka yang nakal atau berbuat kriminal itu masih jauh lebih besar. Selain itu kualitas kejahatannya pun makin memprihatinkan. Beberapa waktu lalu seorang remaja berusia 16 tahun di Pacitan tega membakar rumah orang tuanya hingga ludes, Jumat (13/5/2022) malam. Tindakan nekat ini dilakukan pelaku karena kesal tidak dibelikan handphone (hp) oleh orang tuanya. Hal yang sama dilakukan GS (25 tahun) di Lorong Segaran Palembang, ia mengamuk lalu membakar rumah orang tuanya dipicu karena keinginannya untuk kuliah di luar negeri terhambat. (SuaraSumsel, 13/05/2022).
Sungguh ironi. Seorang anak yang seharusnya belajar dan mengerjakan hal-hal positif lainnya, malah terjerumus kepada aktivitas yang tidak hanya membahayakan dirinya, tetapi juga membahayakan orang lain.
Ternyata potret remaja tidak cukup sampai di sini, banyak temuan-temuan baru yang semakin memperparah kondisi ini. Pergaulan bebas, narkoba, terlibat gang motor dan sebagainya. Bahkan baru-baru ini, sepasang kekasih di Makassar, melakukan aborsi tujuh kali sejak usia 19 tahun. (Merdeka, 09/06/2022)
Mengapa Terjadi?
Tidak bisa kita mungkiri bahwa banyak hal yang mempengaruhi karakter remaja, benar-benar kompleks. Orang tua jelas berperan karena dari sanalah pendidikan bermula. Demikian halnya lingkungan pergaulan dan lingkungan mereka tinggal seperti lingkungan rumah, sekolah, tempat bermain, termasuk media massa. Ini sangat berpengaruh. Apalagi kalau di rumah orang tua tidak membangun karakter Islami yang kuat ,maka remaja akan mudah terpengaruh. Tidak kalah penting juga adalah peran negara, di mana sistem pendidikan yang diterapkan jauh dari ajaran Islam sehingga melahirkan generasi yang serba tidak jelas, kehidupan akhirat tidak menjadi tujuan hidup mereka.
Sangat menyedihkan memang, remaja yang seharusnya giat belajar untuk menggapai cita-citanya malah terjerumus pada perbuatan dosa. Jika kita telusuri lebih dalam, maka perilaku mereka dipicu oleh gaya hidup materialis dan hedonis. Gaya hidup yang lahir dari sistem kapitalis sekular yang mengagungkan kebebasan. Manfaat dan kesenangan materiil dijadikan sebagai landasan seseorang berbuat. Di sisi lain, tata kehidupan kapitalis sekular ini terbukti telah menjadikan hidup terasa sempit. Tidak sedikit akhirnya mengharuskan para ibu membantu suami mencari tambahan biaya agar kebutuhan pokoknya terpenuhi, dan tentu saja yang akhirnya menjadi korban adalah anak-anak.
Cara pandang mereka terhadap hidup dan kehidupan telah bergeser karena arus kapitalisme dan materialisme sehingga nilai kebahagiaan hanya diukur dari seberapa besar materi yang dimiliki. Akibatnya, mereka akan mengejar materi tersebut sampai dapat, tanpa peduli halal ataupun haram. Belum lagi tayangan atau konten di medsos, game online dan televisi yang tidak ramah terhadap anak dan remaja kita. Alih-alih bisa melindungi rakyatnya untuk tercegah dari perilaku menyimpang, yang terjadi justru sebaliknya, akan menumbuhsuburkan perilaku menyimpang dari para pelajar.
Dalam sistem kehidupan sekuler kapitalisme saat ini, kebebasan berperilaku begitu diagung-agungkan. Negara pun kehilangan nyali mengatur warga negaranya karena momok demokrasi yang mengharuskannya untuk mengakomodir semua kepentingan, termasuk kelompok para kapitalis dan liberalis. Akibatnya benar dan salah menjadi kabur, halal-haram tak dapat jelas dibedakan. Sistem seperti ini pun telah menyeret ‘orang baik’ untuk berbuat maksiyat dan pelaku maksiyat semakin kuat.
Islam Punya Solusi
Siapa pun memahami bahwa keluarga memiliki peran penting dalam menjaga ‘keselamatan anak’, termasuk anak remaja. Hanya saja Islam telah menetapkan bahwa ’ bukan hanya keluarga yang bertanggungjawab, akan tetapi masyarakat dan negara memiliki andil yang besar untuk mewujudkan anak-anak berkualitas. Benar bahwa Islam telah memberikan kewajiban pengasuhan anak kepada ibu hingga tamyiz serta pendidikan anak kepada ayah ibunya, akan tetapi hal ini belum cukup.
Pembentukan lingkungan yang kondusif di tengah masyarakat menjadi hal penting bagi keberlangsungan kehidupan anak. Lingkungan masyarakat yang baik menentukan corak anak untuk kehidupan selanjutnya. Budaya beramar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat menentukan pula sehat tidaknya sebuah masyarakat. Jika masyarakat senantiasa beramar makruf nahi mungkar, tidak memberikan fasilitas dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemungkaran,termasuk tindakan asusila, niscaya rangsangan dapat diminimalisir
Begitu juga Islam mewajibkan negara bertanggungjawab menerapkan aturan Islam secara utuh dalam rangka mengatur seluruh urusan umat sehingga umat mendapatkan jaminan keamanan dan kesejahteraan secara adil. Dengan diterapkan aturan Islam secara sempurna, negara akan menjamin kehidupan yang bersih dari berbagai kemungkinan berbuat dosa. Negara menjaga agama, moral, dan menghilangkan setiap hal yang dapat merusaknya seperti terjadinya pornoaksi, peredaran pornografi, miras, narkoba dan sebagainya. Dalam pandangan Islam, negara adalah satu-satunya institusi yang melindungi anak dan mengatasi persoalan kekerasan terhadap anak secara sempurna. Rasulullah saw. bersabda : “Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim). Dalam hadis lainnya, “Imam adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Lalu, seperti apa peran penting keluarga muslim untuk menjaga ana-anak remajanya sehingga menjadi generasi tangguh dan berkualitas prima ?
Peran Penting Keluarga Muslim bagi Anak Remaja
Keluarga merupakan pembentuk karakter anak yang paling utama dan pertama. Harusnya dari rumah remaja sudah tahu tujuan hidup, visi hidup dan pedoman hidup itu apa; yakni Islam. Di rumah remaja harusnya bisa mendapatkan gemblengan kedisplinan, kasih sayang dan kemandirian dari kedua orang tua. Karena pada dasarnya kedua orang tuanyalah yang akan mengantarkan dan menjadikannya baik atau sebaliknya, sebagaimana hadis Rasulullah saw.
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانُهُ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah hingga ia fasih (berbicara). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
Bila diibaratkan, posisi keluarga bagi remaja itu ibarat seseorang sedang haus tengah hari yang terik, kemudian disuguhkan kepadanya air dingin, tentu sangat menyegarkan. Karenanya sesungguhnya seorang remaja tanpa keluarga bakal kehilangan banyak episode istimewa dalam kehidupannya. Lantaran keluarga menjadi tempat remaja tumbuh dan berkembang, tempat ia mendapatkan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tua dan saudara-saudaranya, tempat ia mencurahkan isi hatinya dan mengadukan permasalahannya, tempat ia mengukir banyak kesan dalam dirinya tentang keluarganya.
Karenanya, untuk mewujudkan keluarga yang benar-benar memberi pengaruh baik terhadap anak-anak terlebih bagi anak remaja kita, maka dibutuhkan sinergi suami dan istri, ayah dan bunda nya. Sinergi ini akan datang kalau keduanya punya standar hidup yang sama dan benar dalam membangun keluarga, tentu saja standar hidup ini harus datang dari Sang Khalik Al-Mudabbir, yaitu Islam. Kita, para orang tua harus memiliki pengetahuan dan pemahaman cukup untuk membimbing anak kita sesuai tuntunan Islam.
Oleh karena itu, menjadi orang tua perlu ilmu, perlu pedoman, perlu belajar. Karena menjadi orang tua itu tidak alami, tidak otomatis. Ketika ini semua tidak dimiliki, maka orang tua akan serampangan mendidik anak, yang mereka perhatikan hanya prestasi akademik, gizinya dan ibadahnya, tapi tidak tentang tujuan hidup, pemahaman hidup. Kita berharap seiring perjalanannya waktu dengan bimbingan kita, anak remaja kita akan mampu menjawab dengan benar darimana ia, untuk apa ia hidup di dunia dan akan kemana ia nanti setelah kehidupan dunia ini. Bukan hal yang mudah memang, tapi kita harus terus berupaya. Bismillaah … Allah akan mudahkan.
Selain itu, orang tua memang harus mampu berkomunikasi secara baik dengan anak remajanya. Ada orang tua niatnya baik tapi caranya otoriter, suka mencela, gampang marah, dan sebagainya. Tentu saja hal ini akan memberipengaruh buruk kepada anak-anak kita. Naudzubillah … Ada saatnya kita harus menjadi pendengar yang baik bagi anak kita, mungkin memang tidak mudah. Seringnya anak baru cerita sepuluh kalimat, orang tua sudah langsung menyimpulkan atau menyalahkan sehingga kadangkala anak merasa selalu disudutkan orang tua dan selalu merasa salah di mata orang tua. Kadang kita lupa kalau anak kita sudah besar, sudah mampu berpikir. Alangkah baiknya jika kita belajar mendengar seutuhnya cerita si bujang dan gadis, baru menyimpulkan dengan baik. Setiap orang senang bila memiliki sosok yang mau mendengarkan cerita mereka.
Hal penting lainnya yang harus kita tanamkan pada anak adalah selalu melatih anak berpikir benar dan selalu bertanggungjawab atas setiap perbuatan yang dilakukannya. Kerap anak memiliki argumentasi sendiri terkait apa yang dilakukannya. Pandainya seorang anak berargumentasi, bisa jadi karena kecerdasan dan keingintahuannya yang besar. Orang tua haruslah memberikan informasi yang benar, yang bersumber dari ajaran Islam yang kelak dijadikan pijakan dalam menilai berbagai informasi yang ia dapatkan. Hal ini sebaiknya dibarengi dengan menumbuhkan kesadaran pada anak bahwa segala perbuatan yang dikerjakannya akan ada pertanggung-jawabannya. Amal baik akan dibalas pahala dan amal buruk akan dibalas siksa. Dengan begitu, anak-anak akan hati-hati dalam bertindak. Mereka tidak mudah jatuh dalam keburukan. Jika melakukan suatu kekhilafan, ia akan segera menyadari lalu bertaubat dan memperbaikinya. Sikap tanggung-jawab, akan membuat anak-anak cerdas dalam mengontrol dan mengendalikan dirinya.
Khatimah
Masa remaja pada dasarnya merupakan waktu transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Masa dimana seseorang punya rasa keingintahuan yang kuat. Mereka juga selalu ingin mencoba hal-hal baru. Karenanya, sebagian orang menilai tidak mudah untuk mengarahkan anak di ‘usia tanggung’ ini.
Akan tetapi, tentu saja bukan hal yang harus kita hindari, justru kita harus optimis bahwa kita akan mampu menjalaninya. Di sinilah peran keluarga yang sangat besar untuk selalu mendampingi dan mengarahkan anak-anak remaja kita sesuai tuntunan Rasulullah saw.. Kelak, akan dihasilkan generasi tangguh dan berkualitas yang mampu mengarungi kehidupan dengan bekal pemahaman Islam yang mencukupi di usianya bahkan siap untuk memperjuangkan Islam. Aamiin. Wallahu a’lam bishshawab.[SM/LY]