Pesantren dalam Pusaran Kapitalisme

  • Opini

Oleh: Hj.Padliyati Siregar, S.T.

Suaramubalighah.com, opini — Sistem kapitalisme yang telah diterapkan di negeri ini , telah menampakkan secara nyata segala kerusakan dan kezaliman. Benarlah apa yang telah difirmankan oleh Allah SWT dalam QS. Ar-Rum: 41,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”

Persoalan besar bangsa ini bukan radikalisme, melainkan ketidaksejahteraan dan ketimpangan ekonomi yang disebabkan oleh sistem ekonomi kapitalisme. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, yang menyebut permasalahan di Indonesia bukan radikalisme. Persoalan ekonomi disebut sebagai salah satu penyebab utamanya. Siti menilai gejolak yang terjadi belakangan ini adalah persoalan ketimpangan sosial akibat stagnasi perekonomian global yang serius. (suara.com, 30/12/2019)

Namun sungguh disayangkan, umat Islam terjebak pada narasi yang diciptakan oleh para kapitalis untuk menjaga kepentingannya bahwa persoalan besar bangsa ini adalah radikalisme ekstrimisme. Dan digiring untuk mengatasi tersebut dengan menjajakan moderasi beragama, karena dinilai agama (dalam hal ini Islam sebagai sumbernya radikalisme).  Alih-alih, menjawab tuduhan tersebut, umat Islam termasuk di dalamnya pesantren masuk dalam pusaran narasi tersebut dengan menjadi corong moderasi beragama, yakni menjajakan Islam moderat.

Direktur Eksekutif Jaringan Muslim Madani (JMM) Syukron Jamal mengatakan santri merupakan garda terdepan untuk mengampanyekan Islam moderat di Indonesia. “Santri garda terdepan mengkampanyekan Islam moderat untuk melawan gerakan paham intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme di Indonesia,” kata Syukron dalam keterangan tertulis di Jakarta. (antaranews.com, 20/02/22)

Bahkan, potensi pesantren pun mulai dibajak untuk menghidupkan perekonomian keumatan.  Pesantren adalah salah satu komunitas yang dianggap tepat menjalankan misi tersebut. Pesantren dengan karakter santri-santrinya yang memiliki akhlakul karimah dan etos kerja ikhlas, dipandang akan mampu menjalankan program itu. Karakter santri yang lekat dengan kepeduliannya kepada umat, menjadi potensi tersendiri bagi kelangsungan ekonomi rakyat. Maka, pemberdayaan ekonomi sebenarnya lebih mirip dikatakan sebagai upaya menutupi persoalan yang diciptakan sistem kapitalisme, yaitu ketakadilan ekonomi yang berakhir pada kesenjangan. Penguasa memanfaatkan komunitas dalam suatu masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi rakyat.

Sebagai contoh, untuk mendukung pergerakan ekonomi tersebut, Kementerian Agama meluncurkan Peta Jalan Kemandirian Pesantren (PJKP) dengan  berbagai kegiatan peta jalan kemandirian pesantren dari tahun ke tahun, telah disusun sedemikian rupa berdasarkan tahapan waktunya. Tagline pada 2021 adalah mewujudkan pesantren entrepreneur. Selanjutnya, ada pilot program pada 2022 untuk terciptanya Badan Usaha Milik Pesantren (BUM-PES) dan santri entrepreneur dengan meluncurkan 100 badan usaha milik pesantren, dan meluncurkan gerakan santri entrepreneur. Serta meluncurkan platform digital ekonomi pesantren dan replikasi terhadap 500 pesantren untuk badan usaha milik pesantren dan santri entrepreneur.

Pada 2023, menciptakan pesantren humanity economy hub. Ini akan diawali dengan peluncuran pesantren-pesantren humanity economy hub, peluncuran community of practice, dan replikasi terhadap 1.500 pesantren. Selanjutnya pada 2024 diinginkan  kemandirian pesantren berkelanjutan dan direplikasi model kemandirian pesantren pada 1.500 pesantren.

Sebelumnya ada program One Pesantren One Product (OPOP), dan terbaru yaitu diluncurkannya program PJKP oleh Kemenag.

Jika dilihat dari tujuan PJKP ini, makin menguatkan bahwa pemerintah tak mampu lagi mewujudkan kesejahteraan rakyatnya terutama di dunia pendidikan. Sebenarnya, kemandirian ekonomi dalam pondok pesantren bukan sesuatu yang keliru. Akan tetapi ada hal yang harus dikritisi, yaitu mangkirnya penguasa dari tugas utamanya mengurusi umat, yakni dalam hal menyelesaikan permasalahan kemiskinan, yang malah diserahkan kepada rakyat.

Jika pesantren dijadikan aset pemerintah dan diandalkan dalam pergerakan ekonomi daerah, semua itu akan makin menggeser orientasi pesantren. Program-program tersebut justru dikhawatirkan akan mengerdilkan potensi pesantren, yakni dari sebagai pencetak alim ulama yang siap menyiarkan Islam, menjadi pencetak uang demi keberlangsungan ekonomi.

Sementara pada saat yang sama pesantren adalah pusat pendidikan untuk menjadi generasi tafaqquh fiddin (penguasaan di bidang agama Islam). Fungsi pesantren juga sebagai lokus pembelajaran agama dan tsaqafah Islam sehingga Islam bisa menjadi problem solver. Tersebab hal itu, kita harus memosisikan hakikat pesantren sebagai lembaga pendidikan pencetak santri calon ulama, baik laki-laki maupun perempuan.

Menjadikan pesantren sebagai pilar penggerak ekonomi di tengah umat sama saja dengan melimpahkan tanggung jawabnya kepada pesantren. Hal ini berujung pada teralihkannya fokus pesantren sebagai tempat menimba ilmu dan menyebarkan dakwah. Bagi negara sekuler kapitalisme, santri adalah tenaga kerja yang harus diberdayakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi bangsa. Oleh karenanya, sungguh penghinaan yang sangat besar bagi para ulama dan calon ulama ketika sekadar menyejajarkan mereka dengan faktor produksi. Para santri akan menjadi serupa “buruh” yang bekerja tanpa upah meski mendulang keuntungan melimpah.

Selain itu, negara sekuler kapitalisme pula yang menjadikan lahirnya para ulama yang mandul kontribusinya dalam kemajuan bangsa. Ini karena sistem pendidikan sekuler mendikotomi pendidikan umum dan agama. Seolah-olah yang paham agama tidak usah menjawab tantangan zaman. Sebaliknya, yang paham urusan dunia malah minus pemahaman agama. Dari sini, kemudian lahir pula para pakar yang tidak mengenal agama, serta para ulama yang tidak paham cara menyelesaikan permasalahan dunia.

Inilah pola kerja kapitalisme, memosisikan negara bukan sebagai pelayan umat, melainkan pelayan pengusaha, umat dibiarkan sendiri  mengurus kebutuhannya. Jangankan bermanfaat bagi umat, keberadaannya malah menyebabkan banyak mudarat.

Tugas utama santri (pesantren) hari ini adalah menghilangkan kezaliman dan ketidakadilan akibat terabaikannya Syariat Islam yang disebabkan oleh sistem sekuler kapitalisme. Sebab, akibat  ketidaktahuan terhadap solusi Islam ini, berbagai permasalahan umat tak kunjung mendapat solusi. Dari hari ke hari, masalah umat makin rumit dan kehidupan makin sempit.

Allah SWT berfirman,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS.Thaha: 124)

Oleh karena itu, solusi atas semua masalah itu ada di dalam Islam, tinggal kemauan untuk menerapkan saja yang belum terwujud.

Allah SWT berfirman,

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ

“Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim).” (QS. An-Nahl: 89)

Umat butuh para santri untuk mendakwahkan Islam ideologis di tengah masyarakat. Dengan aktivitas itu, para santri akan lepas dari pusaran jahatnya kapitalisme. Para santri akan memimpin umat untuk meraih kebangkitan, yaitu dengan menerapkan Islam kaffah di dalam sistem Khilafah.

Ketika Khilafah tegak, bukan hanya masalah pemberdayaan ekonomi  yang terselesaikan, kesejahteraan pun akan terwujud secara merata. Para pelajar (santri) dalam Khilafah tak terbebani untuk pemberdayaan ekonomi  sebab sudah terselesaikan oleh negara. Para pelajar (santri) pun leluasa mendalami Islam, sehingga tercetaklah para mujtahid yang berkontribusi besar bagi peradaban Islam yang mampu menghapuskan hegemoni para kapitalis yang notabene penjajah. Sungguh mengagumkan, pantas saja dulu Khilafah pernah memimpin dunia berabad-abad lamanya. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]