Oleh: Kartinah Taheer
Suaramubalighah.com, Al-Qur’an – Pencitraburukkan ajaran Islam yakni Khilafah terus digulirkan. Cap radikalisme, terorisme, memecah-belah, bahkan dianggap makar. Tujuannya adalah menjauhkan umat Islam dari ajaran agamanya. Padahal Khilafah adalah ajaran Islam yang mulia, pembahasannya banyak pada literatur fikih Islam. Para ulama bahkan menyebutnya sebagai tajul furudh (mahkotanya kewajiban). Kewajibannya tercantum dalam nash-nash syara’, di antaranya:
Al-Baqarah ayat 30,
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau!” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.”
Al-Hafidz Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’ân al-Adzhīm menyatakan,
إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (Al-Baqarah: 30)
Yakni suatu kaum yang sebagiannya menggantikan sebagian yang lain silih berganti, abad demi abad, dan generasi demi generasi, sebagaimana pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya,
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ الأرْضِ
“Dan Dialah yang menjadikan kalian penguasa-penguasa di bumi” (Al-An’am: 165)
وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الأرْضِ
“Dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah di bumi: (An-Naml: 62)
وَلَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَا مِنْكُمْ مَلائِكَةً فِي الأرْضِ يَخْلُفُونَ
“Dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami jadikan sebagai ganti kalian di muka bumi malaikat-malaikat yang turun-temurun” (Az-Zukhruf: 60)
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ
“Maka datanglah sesudah mereka generasi lain” (Al-A’raf: 169)
Imam Al-Qurthubi, dalam Al-Jâmi’ li Ahkâm Al-Qur’ân, Beliau menegaskan,
هذه الآية أصل في نصب إمام وخليفة يسمع له ويطاع، لتجتمع به الكلمة، وتنفذ به أحكام الخليفة. ولا خلاف في وجوب ذلك بين الأمة ولا بين الأئمة إلا ما روي عن الأصم حيث كان عن الشريعة أصم، وكذلك كل من قال بقوله واتبعه على رأيه
ومذهبه
“Ayat ini adalah ashl dari mengangkat Imam dan Khalifah yang didengar (perintahnya) dan dita’ati, untuk menyatukan kalimat, dan menerapkan hukum-hukum kepemimpinan Khalifah dengan keberadaannya. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat Khalifah) ini di kalangan umat dan para imam madzhab, kecuali pendapat yang diriwayatkan dari al-‘Asham yang tuli tentang syariah, begitu pula siapa saja yang berpendapat dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan mazhabnya” (Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr Syamsuddin al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, juz I, hlm. 264)
Ketika beliau menjelaskan konotasi kata “khalîfah” tidak hanya konotasi, Khalîfatu-Llâh fi al-Ardh (wakil Allah di bumi), tetapi juga “Khalîfah” dengan konotasi “as-sulthân al-a’zham”, sebagaimana yang dijelaskan Ibn Mandzur di atas. Bahkan menggunakan ayat ini tidak hanya untuk kekhalifahan Adam, tetapi juga kekhalifahan kaum muslim.
Al-Hafidz Imam Ibnu Katsir juga menukil pendapat al-Qurtubi, dinyatakan bahwa:
وَقَدِ اسْتَدَلَّ الْقُرْطُبِيُّ وَغَيْرُهُ بِهَذِهِ الْآيَةِ عَلَى وُجُوبِ نَصْبِ الْخَلِيفَةِ لِيَفْصِلَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا يَخْتَلِفُونَ فِيهِ، وَيَقْطَعَ تَنَازُعَهُمْ، وَيَنْتَصِرَ لِمَظْلُومِهِمْ مِنْ ظَالِمِهِمْ، وَيُقِيمَ الْحُدُودَ، وَيَزْجُرَ عَنْ تَعَاطِي الْفَوَاحِشِ، إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الْأُمُورِ الْمُهِمَّةِ الَّتِي لَا يُمْكِنُ إِقَامَتُهَا إِلَّا بِالْإِمَامِ، وَمَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“Sungguh Al-Qurthubi dan lainnya telah berdalil dengan ayat ini atas wajibnya mengangkat khalifah untuk mengadili perselisihan di antara manusia, memutuskan pertikaian mereka, menolong orang yang terzalimi dari orang yang mezaliminya, menegakkan hudud, mencegah orang mengerjakan perbuatan keji, dan berbagai urusan penting lainnya yang tidak mungkin ditegakkan kecuali dengan adanya imam. Wamâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi wahuwa wâjib (suatu kewajiban yang tidak sempurna pelaksanaannya kecuali dengan sesuatu yang lain maka sesuatu itu menjadi wajib)” (Ibnu Katsir, Tafsîr Al-Qur`ân al-‘Azhîm, I/221).
Dalam QS. Al-Baqarah ayat 30,
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS. Al-Baqarah: 30)
Kata khalifah dinyatakan oleh Allah kepada para malaikat untuk menunjuk manusia.
Al-Khalifah (الخليفة) secara bahasa berasal dari kata khalafa, yang secara bahasa bermakna ”pengganti”. Demikian juga yang dijelaskan oleh ulama bahasa seperti Imam al-Azhari dalam Tahdzib al-Lughah. Jamak dari kata khalifah adalah khulafa dan khala’if, dan hal itu kita bisa temukan dalam beberapa ayat Al-Quran. Allah SWT berfirman,
وَهُوَ الَّذِي جعلكُمْ خلائف الأَرْض
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi.” (QS. Al-An’âm: 165)
وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ
‟Dan siapa yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah-khalifah di bumi?” (QS. Al-Naml: 62)
Imam Al-Farra berkata ketika menafsirkan QS. Al-An’am ayat 165, ”Umat Muhammad saw. dijadikan khala’if (pengganti) setiap umat-umat.” Demikian juga Imam Al-Thabari menjelaskan, ”Dan Dia menjadikan di antara kalian sebagai pemimpin-pemimpin yang hidup setelah masa kepemimpinan pemimpin kalian (sebelumnya) di muka bumi, yang menggantikan mereka.
Adapun makna syar’i dari istilah khalifah identik dengan al-Imam al-A’zham (imam yang teragung). Imam Al-Ramli mendefiniskan dengan,
الخليفة هو الإمام الأعظام, القائم بخلافة النبوة, فى حراسة الدين وسياسة الدنيا
“Khalifah itu adalah imam agung yang menduduki jabatan khilafah nubuwwah dalam melindungi agama serta pengaturan urusan dunia.”
Prof. Muhammad Rawwas Qal’ahji mendefinisikan khilafah sebagai,
الخليفة؛ من ولي الإمامة العامة للمسلمين: الرئيس الاعلى للدولة الاسلامية
”Khalifah adalah seseorang yang memegang kepemimpinan umum bagi kaum muslim, yakni pemimpin tertinggi bagi negara Islam (al-Dawlah al-Islamiyyah).”
Penulis Al-kitab Ajhizah al-Daulah al-Khilafah menampilkan definisi yang lebih praktis,
الخليفة هو الذي ينوب عن الأمة في الحكم والسلطان، وفي تنفيذ أحكام الشرع
”Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam hukum dan pemerintahan, dan dalam menerapkan hukum-hukum syara’.”
Para ulama’ mengklasifikasikan kata imam, khalifah, sebagai bentuk sinonim (taraduf). Imam an-Nawawi menyatakan,
يجوز أن يقال للإمام : الخليفة ، والإمام ، وأمير المؤمنين
“Imam boleh juga disebut dengan khalifah, imam atau amirul mukminin”.
Kata khalîfah mengikuti wazan “fa’îlah”. Penggunaan pola (wazan) fa’îlah tidak hanya berkonotasi pada orangnya saja, tetapi juga bisa menunjukkan pada jabatan dan lembaganya. Alasannya, orang tersebut tidak akan pernah disebut sebagai khalifah kalau tidak menduduki jabatan dalam Khilafah.
Sebagaimana kata “amîr” mengikuti wazan “fa’îl”. Secara harfiah, kata khalîfah diartikan dengan: al-ladzî yustakhlafu min-man qablahu (orang yang menjadi pengganti orang sebelumnya). Jamaknya, “khalâ’if”. Adapun menurut Imam Sibawaih [w. 180 H], jamaknya “khulafâ’’ Uniknya, “khalîfah”, mengikuti wazan “fa’îlah”.
Jadi jika khalifah adalah sosok subjek pemimpin, maka istilah Khilafah digunakan untuk mewakili konsep kepemimpinannya.
Khilafah dan imamah adalah sinonim. Imam al-Mawardi mendefinisikan sebagai,
الإمامة موضوعة لخلافة النبوة في حراسة الدين وسياسة الدنيا به
“Imamah itu menduduki posisi untuk khilafah nubuwwah dalam menjaga agama serta politik yang sifatnya duniawi”
Demikianlah pembahasan para ulama tentang khalifah. Jadi jelaslah bahwa ada kewajiban bagi umat untuk menegakkan kembali Khilafah yang telah dihancurkan pada 3 Maret 1924 oleh Mustafa Kemal Pasha, serta mengangkat seorang khalifah untuk menerapkan hukum-hukum Islam dan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]