Mengakhiri Penistaan Agama dengan Syariat Kaffah

  • Opini

Oleh: Marni Rosmiati

Suaramubalighah.com, opini — Jagat maya kembali digemparkan oleh promo kontroversial yang dilakukan oleh Holywings. Holywings mempromosikan miras gratis kepada dua nama yaitu Muhammad dan Maria. Hal ini tentulah mendapat respon berupa kecaman dari masyarakat, pasalnya promo tersebut berbau SARA bahkan menghina nama Nabi Muhammad saw.. Sebab minuman keras (miras) dalam Islam jelas keharamannya, sehingga  muslim manapun tidak boleh meminumnya apalagi diserukan kepada yang bernama Muhammad, nama Nabi umat Islam. Sungguh penistaan seperti ini sudah diluar batas.

Respon pemerintah, tokoh Islam, dan umat pun beragam dari yang menanggapi dengan halus, sampai yang bersikap tegas dan keras. Antara lain respon pemerintah yang diwakili Kementerian Agama (Kemenag) tidak mengecam tapi hanya mengajak masyarakat untuk ‘menghindari’ promosi produk yang berbau Suku, Ras, Agama, dan Antargolongan (SARA). Hal itu disampaikan Sekretaris Ditjen Bimas Islam (Sesditjen) Kemenag, M. Fuad Nasar.   

“Penting memahami batas-batas etik dalam marketing communication di dunia bisnis. Siapa pun, dalam hal apa pun, agar menghindari bermain dengan isu SARA karena reaksi publik yang ditimbulkan sudah dapat diduga sebelumnya,” ujar Fuad di Jakarta. (Suara.com, 25/6/2022)

Tuntutan umat Islam untuk menutup Holywings pun kian nyaring.  Ketua Umum Barisan Pemuda Nusantara (BAPERA) Fahd El Fouz A Rafiq yang meminta penutupan klub Holywings di seluruh Indonesia.  “Saya meminta izin klub holywings di seluruh Indonesia dicabut. Penting dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi ataupun kab/kota di daerah-daerah demi menjaga stabilitas keamanan dan kenyamanan masyarakat,” ungkapnya, (mediaindonesia.com, 25/6/2022)

Setelah umat Islam “marah” pihak Holywings pun secara terbuka meminta maaf bahkan dibeberapa daerah Holywings ditutup dan berganti nama. Apakah cukup tindakan seperti ini menghentikan tindakan Penistaan Agama? Akankah sistem hukum negeri ini akan memberikan keadilan bagi umat Islam? Sementara  Polisi pun hanya menetapkan enam tersangka dari tim kreatif Holywings dengan jerat UU No 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman paling tinggi sepuluh tahun penjara. Mengingat “Motif dari para tersangka adalah mereka membuat konten-konten tersebut untuk menarik pengunjung datang ke outlet HW khususnya di gerai yang presentase penjualannya di bawah target 60 persen,” ungkap Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto

Permintaan maaf dan penutupan holywings tanpa menutup dan menghentikan peredaran miras dan tempat tempat maksiat serta menghukum mati pelaku penistaan agama niscaya tak akan mengakhiri kasus  penistaan terhadap Islam dan umat Islam.

Untuk mengakhiri segala bentuk penistaan agama hanya dengan cara penerapan syariat Islam yang kaffah dengan landasan akidah Islam. Maka sekeras apa pun ‘Alarm Umat’ bersuara tidak akan berarti banyak kecuali jika sang penegak hukum yaitu pemerintah memberlakukan sangsi yang tegas terhadap penista agama. Supaya terbentuk efek jera dan juga peringatan bagi yang hendak melakukannya.

Khamar (minuman keras/Miras) haram dan pelakunya dilaknat oleh Allah SWT. Bahkan khamar induk daripada kejahatan. Oleh karena itu, dalam Islam tidak boleh ada industri khamar (Miras) dan peredarannya (bisnisnya). Sebagaimana yang diriwayatkan  oleh Abu Dawud bahwa Rasulullah saw. bersabda,

Khamr atau minuman keras itu telah dilaknat dzatnya, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang membelinya, orang yang memerasnya, orang yang meminta untuk diperaskan, orang yang membawanya, orang yang meminta untuk dibawakan dan orang yang memakan harganya.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Abu Daud).

Menurut Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam kitab Minhajul Muslim, hukuman peminum khamar adalah dengan dicambuk 80 kali pada bagian punggungnya. Had ini sesuai dengan yang dicontohkan Nabi Muhammad bagi para pelanggar larangan minum khamar.

Dalam Islam hukum bagi penghina Nabi saw. jelas haram. Pelakunya dinyatakan kafir dan hukumannya adalah hukuman mati. Allah SWT berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا ﴿ ٥٧﴾

 “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. Al Ahzab (33) : 57)

Al-Qadhi Iyadh menuturkan, telah menjadi kesepakatan di kalangan ulama dan para imam ahli fatwa, mulai dari generasi sahabat dan seterusnya. Ibn Mundzir menyatakan, mayoritas ahli ilmu sepakat tentang sanksi bagi orang yang menghina Nabi saw. adalah hukuman mati. Ini merupakan pendapat Imam Malik, Imam Al-Laits, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ishaq bin Rahawih, dan Imam Asy-Syafii (Al-Qadhi Iyadh, Asy-Syifa bi Tarif Huquq al-Musthafa, hlm. 428).

Al-Qadhi Iyadh kembali menegaskan, tidak ada perbedaan di kalangan ulama kaum muslim tentang halalnya darah orang yang menghina Nabi saw.. Meski sebagian ada yang memvonis pelakunya sebagai orang murtad, kebanyakan ulama menyatakan pelakunya kafir. Penghina Nabi bahkan bisa langsung dibunuh tanpa perlu diminta bertobat. Juga tidak perlu memberinya tenggat waktu tiga hari untuk kembali ke pangkuan Islam. Ini merupakan pendapat Al-Qadhi Abu Fadhal, Abu Hanifah, Ats-Tsauri, Al-Auzai, Malik bin Anas, Abu Musab dan Ibnu Uwais, Ashba dan Abdullah bin Hakam. Bahkan al-Qadhi Iyadh menyatakan ini merupakan kesepakatan para ulama (Al-Qadhi Iyadh, Asy-Syifa bi Tarif Huquq al-Musthafa, hlm. 428—430).

Tatkala syariat Islam yang diberlakukan bagi penista agama tentunya tidak seorang pun akan berani menghina Nabi saw. karena nyawanya yang akan dipertaruhkan. Umat dengan tenang memeluk akidahnya dan tidak akan digemparkan dengan penistaan demi penistaan terhadap agama yang mereka anut. Inilah bukti betapa saat ini umat membutuhkan penerapan syariat Islam secara Kaffah yaitu Khilafah.

Disaat syariat Islam tidak diterapkan seperti saat ini, maka siapa lagi yang akan membela Nabi selain kita umatnya? Bukti kecintaan kita kepada Rasulullah saw. tidak lain adalah membela beliau sampai batas maksimal kemampuan kita.

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ 

“Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah (9): 24)

Penegakan sistem sanksi yang tegas bagi peminum dan pembisnis khamar dan mengakhiri segala macam penistaan agama hanya ada dalam sistem Islam , yakni syariat yang kaffah dalam naungan Khilafah. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/LY]