Oleh Zakiyah Amin
Suaramubalighah.com, opini — Kasus seorang siswa SMAN di Kabupaten Bantul DIY yang diduga dipaksa untuk memakai hijab oleh gurunya yang berakibat depresi pada siswa tersebut ramai diperbincangkan bahkan menjadi trending topic di Twitter.
Sebenarnya kasus ini berawal saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah( MPLS), siswi kelas X itu dipanggil oleh guru ke ruangan konseling sekolah. Siswi yang beragama Islam itu ditanya oleh gurunya kenapa tidak memakai hijabnya. Siswi tersebut merasa tidak nyaman , tertekan hingga depresi . Sementara SMAN 1 Banguntapan Bantul, Agung Istiyanto membantah guru BK dan wali kelas di sekolahnya memaksa siswa memakai jilbab. Guru BK hanya menyarankan siswa untuk mengenakan jilbab sebagai bagian dari pembentukan karakter.
Namun banyak pihak menanggapi bahwa telah terjadi perundungan pada siswa. Hingga muncul tagar “sekolah negeri bukan sekolah Islam” , seruan untuk kembali pada zaman dulu, yakni siswi SD, SMP, dan SMA pakai seragam lengan pendek dan rok selutut. Adapaun jilbab itu pilihan saja.
Respon seperti ini sebenarnya terlalu gegabah. Mestinya ditelusuri terlebih dahulu penyebab dari depresinya siswi tersebut. Sungguh aneh jika hanya dinasehati untuk berjilbab lalu depresi. Rentannya siswi depresi dalam menghadapi suatu persoalan menjadi evaluasi dunia pendidikan guna mencari akar persoalan yang sesungguhnya.
Sebagai seorang muslimah , seharusnya siswi tersebut tidak depresi ketika dihimbau untuk mengenakan jilbab. Sebab jilbab adalah kewajiban bagi setiap muslimah.
Menutup aurat atau berjilbab adalah bentuk penerapan syariat Islam yang tidak bisa ditawar karena merupakan kewajiban bagi setiap wanita muslim yang sudah balig. Sebagaimana dalam Firman Allah SWT,
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ
ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
Artinya: “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin hendaklah mereka menutupkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. (QS. Al-Ahzab: 59)
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa dengan berjilbab, wanita akan terjaga kehormatannya saat beraktivitas di luar rumah bukan bertujuan membatasi gerak, aktualisasi dan kemajuan. Jilbab juga bukan simbol keterbelakangan atau kelemahan kaum wanita. Dan yang paling penting adalah berjilbab merupakan perintah Allah SWT yang wajib ditaati. Terutama bagi anak-anak perempuan yang duduk di pendidikan sekolah menengah, tentunya sudah mencapai usia balig.
Justru paradigma pendidikan sekuler yang bebas liberal yang ditanamkan dalam sistem pendidikan sekulerisme membuat siswa dan siswi mengalami pertentangan antara agama dengan aturan manusia yang berlawanan dengan aturan Allah SWT. Hal ini lah justru membuat siswa itu labil tidak punya pegangan hidup yang kuat.
Sistem kehidupan yang ditawarkan pun tidak baku dan berubah-ubah sesuai kepentingannya dan bersifat materialistik. Hari ini siswi-siswi muslim telah terpapar dengan gaya hidup sekuler dan tidak mengerti substansi berhijab. Tidak paham akan perintah Allah dan larangan-Nya. Yang mereka pahami adalah hanya kenyamanan, kesenangan dan ikut-ikutan berpakaian ala barat.
Sistem pendidikan sekuler dari berbagai sisi tidak akan pernah bersinergi dengan aturan Allah, sehingga umat Islam mestinya lebih paham dalam menentukan pendidikan mana yang pantas diterima. Kalau hanya mementingkan pola aturan aman dan alasan keseragaman saja maka akan liar tanpa batasan-batasan yang mengikat.
Akibat pendidikan sekuler yang tidak mengakomodir nilai-nilai Islam menyebabkan rapuhnya mental siswi tersebut hingga depresi. Peristiwa ini tidak harus terjadi andai anak tersebut sudah dari kecil dikenalkan dengan aturan berpakaian dalam Islam yakni dengan berhijab dan berjilbab. Sedangkan dari sisi guru yang bermaksud beramar makruf nahi mungkar pun, tetap dinilai salah karena sistemnya tidak mendukung. Harusnya bersyukur guru mendidiknya agar taat pada perintah Allah dengan mengajak berhijab tapi tetap tidak mau. Ini bukti betapa siswi tersebut yang harusnya sudah wajib mengenakan hijab karena sudah balig akan tetapi karena pengaruh ide sekularisme telah berhasil merusak pikirannya. Depresi berarti sistem pendidikannya sudah gagal dalam mencerdaskan siswa-siswinya. Pendidikan sekuler yang memisahkan nilai-nilai agama dan kehidupan telah gagal dalam membuktikan gagasannya. Muncul kebingungan dan tanda tanya, sekularisme yang getol menggaungkan kebebasan tapi di sisi lain memprotes jika ada yang bebas melaksanakan keyakinanya. Dan penerapan syariat selalu dipermasalahkan setiap ada kejadian.
Syariat Islam di sekolah negri seolah tidak pantas digunakan. Mereka memfitnah syariat Islam dalam hal ini menutup aurat dianggap sesuatu yang tidak boleh dipaksakan karena alasan keseragaman pakaian sekolah seperti yang diatur dalam Permendikbud Nomor 45 tahun 2014. Padahal oleh salah satu pengamat pendidikan menilai bahwa Permendikbud nomor 45 tahun 2014 ini justru bertolak belakang dengan konstitusi yang memberikan kebebasan warganya menjalankan ajaran agama masing-masing. Hal inilah yang perlu di kritisi, mengingat di Indonesia ini mayoritas beragama Islam yang menganut aturan syariat Islam yang wajib diterapkan.
Mengenakan hijab dan jilbab tidak ada tempat khususnya tapi keluar dari rumah wajib berhijab. Akan tetapi aturan sekuler yang berlaku di Indonesia yang menyebabkan kontrol negara, masyarakat dan keluarga yang harusnya saling berpadu membesarkan dan menyiapkan generasi bangsa ditengah ancaman krisis moral secara global justru membenarkan pihak yang bermental rapuh. Inilah buah dari pendidikan sekuler yang berupaya menghalangi kebangkitan Islam.
Umat Islam wajib meyakini secara sahih, menerapkan syariat Islam dalam setiap masalah dan kejadian. Tidak benar jika seorang muslim menolak apalagi membencinya. Karena syariat Islam telah mencakup seluruh perbuatan manusia, tidak ada satupun masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia kecuali ada solusi dan pemecahan hukumnya. Oleh karena itu setiap muslim wajib senantiasa mengaitkan seluruh perbuatannya dengan syariat Islam.
Jika seorang pendidik menyarankan berhijab kepada siswi muslim yang sudah baliq maka perbuatan tersebut sudah benar dalam syariat Islam. Karena seyogyanya antara muslim dengan muslim lainnya harus saling mengingatkan pada kebenaran. Apalagi antara murid dan gurunya, kecuali kalau gurunya sudah melakukan pemaksaan di luar batas. Justru sebaliknya jika seorang guru muslim tidak mengingatkan siswinya untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sedangkan dia tahu berjilbab adalah syariat Islam yang wajib diterapkan maka akan kena hukum juga. Karena setiap diri muslim akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang diperbuatnya. Sebagaimana firman Allah SWT,
كُلُّ نَفْسٍ بِۢمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌ
“Setiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. (QS. Al-Mudatssir: 38)
Untuk itu bagi kaum muslim sebagai umat Nabi Muhammad saw. wajib menyesuaikan segala amal perbuatannya dengan syariat Islam yang beliau bawa dengan segala perintah dan larangan Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah SWT,
وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Artinya: “…Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS. Al-Hasyr: 7)
Jikapun ada perbuatan yang belum diketahui hukum syariatnya, manusia tetap tidak berhak menghukuminya berdasar kemauannya. Dan jika ada anggapan bahwa ada perbuatan atau hal yang tidak memiliki nash hukumnya, maka anggapan tersebut sama artinya dengan menganggap syariat Islam memiliki kecacatan. Tentu hal ini bertentangan karakter syariat itu sendiri yang sejatinya tidak terikat oleh ruang dan waktu tertentu, dengan kata lain tidak khusus hanya berlaku untuk suatu tempat dan zaman tertentu. (Al-Azhar Press, Februari 2020)
Dengan demikian pendidikan sekuler wajib ditolak karena menganggap penerapan syariat Islam bukan merupakan kewajiban. Padahal dengan menerapkan syariat dalam pendidikan Islam akan melahirkan generasi rabbani yang siap mengawal kebangkitan Islam. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/LY]