Menjaga Diri dan Keluarga dari Api Neraka (Tafsir QS. At-Tahrim: 6)

Oleh: Kartinah Taheer

Suaramubalighah.com, Al-Qur’an – Hari ini Virus sekulerisme liberalisme sangat gencar menyerang keluarga dan generasi. Sudah banyak fakta yang menunjukkan generasi Islam saat ini penuh dengan gaya hidup bebas, hedonis, permisif, dan konsumtif. Sementara masyarakat sangat individualis enggan amar ma’ruf nahi munkar. Negara yang harusnya sebagai pelindung generasi dari kemaksiatan justru memberi ruang lebar terhadap generasi untuk semakin jauh dari Islam. Kurikulum pendidikan yang sekuler dipadu dengan moderasi beragama semakin membuat generasi jauh dari profil seorang muslim sejati.

Sejatinya hari ini keluarga adalah benteng terakhir. Meski tantangannya luar biasa, seorang muslim harus menjaga keluarga dan generasi dari pemikiran yang merusak yang mengantarkannya ke jurang neraka kelak. Allah memerintahkannya dalam QS. At-Tahrim: 6. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ 

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. At-Tahrim: 6)

Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah. Mereka juga diperintahkan untuk mengajarkan kepada keluarganya agar taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka.

Dalam tafsir Ibnu Katsir dinyatakan bahwa Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari seorang lelaki, dari Ali ibnu Abu Talib ra. sehubungan dengan makna firman-Nya,

قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“ peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”

Maknanya adalah didiklah mereka dan ajarilah mereka.

Sementara Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya,

قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Yakni amalkanlah ketaatan kepada Allah dan hindarilah perbuatan-perbuatan durhaka kepada Allah, serta perintahkanlah kepada keluargamu untuk berzikir, niscaya Allah akan menyelamatkan kamu dari api neraka.

Mujahid mengatakan makna قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Yaitu bertakwalah kamu kepada Allah dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk bertakwa kepada Allah.

Qatadah mengatakan bahwa engkau perintahkan mereka untuk taat kepada Allah dan engkau cegah mereka dari perbuatan durhaka terhadap-Nya. Dan hendaklah engkau tegakkan terhadap mereka perintah Allah dan engkau anjurkan mereka untuk mengerjakannya serta engkau bantu mereka untuk mengamalkannya. Dan apabila engkau melihat dikalangan mereka terdapat suatu perbuatan maksiat terhadap Allah, maka engkau harus cegah mereka darinya dan engkau larang mereka melakukannya.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak dan Muqatil, bahwa sudah merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim mengajarkan kepada keluarganya baik dari kalangan kerabatnya ataupun budak-budaknya, hal-hal yang difardukan oleh Allah dan mengajarkan kepada mereka hal-hal yang dilarang oleh Allah yang harus mereka jauhi.

Sedangkan firman Allah,

وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (QS. At-Tahrim: 6)

وَقُودُ artinya bahan bakarnya yang dimasukkan ke dalamnya, yaitu tubuh-tubuh anak Adam.

وَالْحِجَارَةُ

Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan batu adalah berhala-berhala yang dahulunya dijadikan sesembahan, karena ada firman Allah SWT,

إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ

“Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah umpan Jahanam”. (QS. Al-Anbiya: 98)

Ibnu Mas’ud, Mujahid, Abu Ja’far Al-Baqir, dan As-Saddi mengatakan bahwa batu yang dimaksud adalah batu kibrit (fosfor).

Mujahid mengatakan bahwa batu itu lebih busuk baunya daripada bangkai.

Sedangkan firman Allah SWT,

عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ

“Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras. (QS. At-Tahrim: 6)

Yakni watak mereka kasar dan telah dicabut dari hati mereka rasa belas kasihan terhadap orang-orang yang kafir kepada Allah. Mereka juga keras, yakni bentuk rupa mereka sangat keras, bengis, dan berpenampilan sangat mengerikan. (Tafsir Ibnu Katsîr, 8/167)

Imam asy-Syaukâni rahimahullah berkata, “Yaitu para penjaga neraka adalah para malaikat, mereka mengurusi neraka dan menyiksa penghuninya, mereka kasar kepada penghuni neraka, keras terhadap mereka, tidak mengasihi mereka ketika mereka minta dikasihani, karena Allâh Azza wa Jalla menciptakan mereka dari kemurkaaan-Nya, menjadikan mereka berwatak suka menyiksa makhluk-Nya. Ada yang berpendapat, mereka kasar hatinya, keras badannya. Atau kasar perkataannya, keras perbuatannya. Atau ghilâzh : besar badan mereka, syidâd : kuat

Firman Allah SWT,

لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. At-Tahrim: 6)

Maksudnya, apa pun yang diperintahkan oleh Allah kepada mereka, maka mereka segera mengerjakannya tanpa terlambat barang sekejap pun, dan mereka memiliki kemampuan untuk mengerjakannya, tugas apa pun yang dibebankan kepada mereka, mereka tidak mempunyai kelemahan. Itulah Malaikat Zabaniyah atau juru siksa, semoga Allah melindungi kita dari mereka. (Tafsir Ibnu Katsîr, 8/167)

Imam asy-Syaukâni rahimahullah berkata, “Yaitu mereka melakukan pada waktunya, tidak terlambat, mereka tidak memundurkannya dan tidak memajukannya” (Tafsir Fat-hul Qadîr, 7/257)

Dari sini wajib bagi seorang muslim untuk senantiasa menjaga dirinya dan keluarganya untuk terhindar dari siksa neraka. Mengajaknya untuk selalu dalam ketaaatan pada Allah, mengerjakan yang wajib dan menjauhi yang haram dalam seluruh aspek kehidupan. Inilah cerminan orang yang bertakwa, yakni mengambil Islam secara kaffah. Tidak memilah dan memilih mana yang disukai. Selalu menggunakan standar halal-haram dalam berbuat, tidak hanya dalam urusan ibadah. Dalam pergaulan misalnya menjauhi segala hal yang mendekati zina seperti khalwat, ikhtilath, pornografi pornoaksi. Senantiasa menjaga pandangan dan menutup aurat dengan sempurna. Begitu juga dalam mencari nafkah bermuamalat yang dibenarkan.

Adapun langkah yang bisa ditempuh untuk menjaga keluarga adalah:

Pertama, mengokohkan bangunan akidah.

Akidah atau keimanan adalah pondasi dalam kehidupan. Maka dari itu keimanan tidak boleh sebatas warisan, karena hal ini menjadikan akidah seseorang rapuh dan mudah goyah. Seorang muslim harus membagun keimanan diri dan keluarga berdasarkan proses beriman yang benar. Yaitu dengan memperhatikan makhluk ciptaan Allah, menemukan kebesaran Allah, memahami tujuan hidup semata mencari ridha Allah.

Kedua, menumbuhkan rasa takut dan selalu merasa diawasi Allah.

Setiap diri akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Tidak luput sebesar biji zarrah pun yang lepas dari penghisaban pada hari akhir. Dari keimanan yang kuat munculah rasa takut untuk  bermaksiat. Begitu pula tumbuh kesadaran selalu diawasi Allah dalam setiap waktu di manapun  berada baik di masjid, sekolah , kantor dan tempat lainnya.

Ketiga, mengkaji dan meningkatkan pemahaman terhadap tsaqafah Islam.

Pemahaman terhadap tsaqafah Islam sangat penting agar tidak tersesat dalam menjalani hidup. Karena setiap amal terikat dengan syariat. Sehingga menjadi kewajiban mengetahui Mana amal yang wajib haram sunah makruh dan mubah.

Keempat, senantiasa bergaul dengan orang-orang saleh.

Sudah menjadi tabiat manusia bahwa iman itu naik turun. Karena itulah penting untuk menjaga kondisi agar iman tidak mengalami penurunan. Bergaul dengan orang-orang saleh akan menjaga semangat dan istiqamah.

Kelima, amar ma’ruf nahi munkar.

Amar ma’ruf nahi munkar adalah hal yang diperintahkan Allah. Senantiasa mengajak kebaikan dan tidak membiarkan kemungkaran terjadi adalah ciri orang yang bertakwa. Apalagi di tengah masyarakat yang tidak Islami banyak kemaksiatan merajalela.

Keenam, terlibat dalam perjuangan untuk menerapkan Islam secara kaffah.

Takwa yang sempurna akan terwujud dengan diterapkannya Islam secara kaffah. Pengabaian hukum syara’  hari ini adalah dosa yang ditanggung oleh kaum muslimin semuanya. Fasad yang ditimbulkan karena mengingkari syariat  menimpa semua manusia. Karena itu tidak boleh berdiam diri, tetapi harus berperan untuk  memperjuangkan penerapan syariat Islam kaffah.

Demikianlah langkah yang bisa ditempuh untuk memenuhi perintah Allah dalam QS. At-Tahrim ayat 6. Menjaga diri dan keluarga akan berat jika hanya ditopang oleh individu atau keluarga, butuh adanya peran masyarakat yang selalu amar makruf nahi mungkar. Masyarakat yang peduli dan tidak membiarkan kemaksiatan di depan mata.  Begitu pula negara  sebagai pilar utama yang menerapkan Islam secara kaffah. Negara tidak membiarkan tsaqafah asing seperti paham liberal merusak keluarga dan generasi.  Negara akan  menjaga akidah umat dan menjamin pelaksanaan syariat Islam. Negara yang demikian dalam kitab-kitab fikih disebut Daulah Islam atau Khilafah Islamiyah. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]