Perempuan dan Seruan pada Islam Kaffah

Oleh: Ashaima Va

Suaramubalighah.com, opini — Perempuan dan radikalisme adalah isu yang kini hangat diperbincangkan. Pasalnya beberapa aksi teror belakangan pelakunya adalah perempuan. Menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H., menyatakan hasil survey BNPT pada tahun 2020 menunjukkan indeks potensi radikalisme cenderung lebih tinggi di kalangan perempuan, urban, generasi Z dan milenial, serta yang aktif di internet dan media sosial. (bnpt(dot)go.id, 22/3/2022)

Menangkap concern yang sama Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang akan menggelar kongres kedua pada bulan November nanti, telah mengadakan halaqah pra kongres dengan membahas dua isu besar terkait perempuan. Halaqah yang diadakan di UIN Walisongo, Semarang ini membicarakan peran perempuan dalam merawat kebangsaan dan mencegah ekstremisme serta pengelolaan sampah. (nujateng(dot)com, 10/08/2022)

Terkait pencegahan ekstremisme, dalam laman harakatuna, muallifah, salah satu peserta halaqah menjelaskan bahwa ada banyak hal yang direkomendasikan forum. Diharapkan dari lembaga pendidikan hingga para influencer agar mengambil perhatian penuh.

Lembaga pendidikan harus mampu mengambil otoritas keagamaan dan keilmuan yang dipercaya agar anak muda khususnya perempuan tidak terlena dengan ajakan hijrah ustazah muda yang memiliki pemikiran mendirikan khilafah. Begitu pula dengan dengan para influencer, mereka harus memiliki pemikiran yang moderat dan literasi agama cukup.

Namun benarkah untuk menjauhkan kaum perempuan dari pemahaman teroris radikal adalah dengan menjauhkan mereka dari ajakan dakwah khilafah yang notabene mengajak pada dakwah Islam secara kaffah? Maka kita harus dudukkan perkara radikalisme dalam kacamata yang tepat.

Framing Sesat Dakwah Islam Kaffah

Sejak beberapa tahun ke belakang pelekatan term radikalisme dan terorisme dengan ide Islam kaffah telah secara masif dilakukan. Ajakan untuk menjalankan syariat Islam sebagai bagian dari pemenuhan tuntutan kewajiban dari Allah SWT, dianggap sebagai pemikiran radikal yang intoleran.

Tidak dipungkiri perempuan masa kini tengah menghadapi kesengsaraan. Berbagai problematika dari mulai kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, hilangnya rasa aman, kekerasan, hingga permasalahan yang terkait dengan identitasnya yang sering didiskriminasi dan dilecehkan secara seksual.

Namun kaum muslimin semestinya memahami bahwa segala problematika yang terjadi bukan karena syariat Islam. Namun karena kebobrokan sistem demokrasi kapitalis yang begitu mendewakan kebebasan. Tengoklah angka kemiskinan yang semakin tinggi, karena keserakahan kapitalisme yang tak mampu memeratakan kekayaan. Kekayaan alam dijual pada yang memiliki modal, sedangkan negara mengandalkan pajak dan utang sebagai pemasukan. Akibatnya rakyat yang  terbebani dengan harga kebutuhan pokok yang melambung, semakin terbebani dengan berbagai pungutan. Angka kemiskinan pun berbanding lurus dengan angka kriminalitas. Bagi perempuan tak ada lagi rasa aman, sanksi yang ada pun tak membuat pelaku kriminal jera.

Belum lagi bicara kekerasan dan pelecehan seksual, perempuan jadi pihak yang rentan jadi korban. Media-media begitu bebas mempertontonkan aurat, pornoaksi, dan pornografi dengan dalih kebebasan berekspresi. Zina yang dimaklumi jika suka sama suka, seiring dengan kewajiban jilbab yang dihujat. Semua menambah rusaknya tata pergaulan masyarakat.

Dengan semua problematika yang menimpa manusia, lalu syariat  Islam hadir untuk menyolusi maka sungguh sebuah framing sesat jika mengkaitkan dakwah pada Islam kaffah pada aksi teroris yang identik dengan kekerasan.

Penghidupan yang lebih baik hanya bisa diperoleh dengan penerapan politik Islam, yaitu dengan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah, sebagaimana yang dicontohkan Khulafa’ur Rasyidin. Dengan syariat Islam kaffah kaum perempuan akan memperoleh kemuliaannya.

Kewajiban Dakwah Islam Kaffah

Dakwah kepada Islam diwajibkan tak hanya kepada laki-laki tapi juga pada perempuan. Sebagaimana tercantum dalam ayat Al-Qur’an,

وَٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓۚ أُو۟لَٰٓئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ ٱللَّهُۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. At-Taubah: 71)

Sehingga perempuan dalam menjalankan kewajiban ini adalah semata-mata karena Allah. Bukan karena kesetaraan gender yang salah arah. Dengan mengembalikan umat pada Islam sajalah yang akan membawa pada solusi menyeluruh bagi setiap permasalahan termasuk permasalahan perempuan.

Rasulullah memberikan tuntunan agar kita berIslam secara utuh, dengan memasuki islam secara kaffah. Sebagaimana firman Allah SWT,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (QS. Al-Baqarah: 208)

Islamlah yang mampu menyolusi semua problematika, hatta dakwah kepada Islam pun harus menyeru kepada Islam secara kaffah/keseluruhan. Inilah dakwah pada politik Islam yang mesti ditempuh kaum perempuan, sampai kelak Allah memenuhi janji-Nya, yaitu bangkitnya Islam kembali.

Melibatkan perempuan pada upaya pencegahan terorisme/radikalisme pada hakikatnya sama dengan menjauhkan perempuan dari dakwah politik. Menjauhkan pula perempuan pada pemahaman untuk menjalalankan syariat Islam kaffah. Muaranya tentu perempuan akan tetap terpuruk. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/LY]