Suaramubalighah.com, mubalighah bicara — Muharam adalah momen penting bagi umat Islam karena menjadi tonggak perubahan peradaban jahiliah menjadi peradaban Islam dengan tegaknya Daulah Islamiyah yang menjadi cikal bakal lahirnya sistem Khilafah Islamiyah. Dalam rangka menapaki jalan perjuangan Nabi Muhammad saw. membangun peradaban Islam, telah berkumpul kurang lebih 1000 muballighah dari Sabang sampai Merauke dalam ruang zoom cloud meeting untuk membahas dan mendiskusikan satu ajaran Islam yang sangat penting yaitu Khilafah Islamiyah yang menjadi tajul furudh bahkan menjadi ummul wajibat.
Kalimah iftitah disampaikan oleh Ustazah Kholishoh Dzikri (Mubalighah Jawa Timur)
Beliau menyampaikan bahwa meski hari ini bangsa Indonesia telah memperingati 77 tahun kemerdekaannya, tetapi realitas yang kita lihat jauh panggang daripada api. Bangsa ini belum merdeka. Kaum muslimin masih menghamba dan mengkultuskan selain Allah. Penghambaan kepada Allah hanya akan terwujud jika Khilafah ditegakkan. Maka kemerdekaan hakiki itu akan dirasakan karena manusia hanya menghamba kepada Allah. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”.
Kemerdekaan hakiki juga bisa dirasakan oleh kaum muslimin dengan terwujudnya kehidupan yang lapang, berkah, sejahtera, dan aman, yang dirasakan oleh seluruh umat. Sebagaimana Allah telah menetapkan dalam QS. Al-A’raf ayat 96,
وَلَوۡ اَنَّ اَهۡلَ الۡقُرٰٓى اٰمَنُوۡا وَاتَّقَوۡا لَـفَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالۡاَرۡضِ
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi”
Maka keberkahan akan bisa dirasakan oleh semua manusia jika Khilafah diterapkan. Adapun keadilan yang hari ini sulit didapatkan karena hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka ketika Khilafah diterapkan, keadilan akan terwujud dan dirasakan oleh kalangan manusia. Tanpa pilih dan pilah. Karena itu, kemerdekaan hanya akan terwujud dengan tegakknya Khilafah.
Narasumber kedua adalah Ustadzah Hj. Adila Nahdi (Ketua Organisasi Wanita Islam Banyumas, Ketua DPD PA 212 Banyumas, Ketua Majelis Ta’lim Banyumas-Purbalingga)
Beliau menyampaikan bahwa demokrasi, sekularisme, liberalisme, pluralisme, dan sekarang ada syiah, menambah kesemrawutan negeri ini. Semua perbuatan manusia itu menjadi biang keladi permasalahan bangsa. Ketika hukum Islam dicampakkan yang terjadi adalah kerusakan demi kerusakan. Masalah ketidakadilan hukum, ekonomi, pergaulan bebas, L89T, dan sebagainya. Beliau menyatakan bahwa ia takut terhadap azab Allah, kalau kita tidak segera berdiri menegakkan Khilafah. Dan semua masalah ini hanya Islam yang bisa menyelesaikannya, karena Allah dan Rasul-Nya sudah memberikan aturan. Dia menciptakan manusia sebagai khalifah dengan aturan-aturan Allah untuk dijalankan. Hanya Khilafah yang bisa menerapkan hukum Islam dengan sempurna sehingga segala keberkahan akan tercurah dari langit dan bumi. Allah berfirman,
وَلَوۡ اَنَّ اَهۡلَ الۡقُرٰٓى اٰمَنُوۡا وَاتَّقَوۡا لَـفَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالۡاَرۡضِ وَلٰـكِنۡ كَذَّبُوۡا فَاَخَذۡنٰهُمۡ بِمَا كَانُوۡا يَكۡسِبُوۡنَ
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf: 96)
Sungguh janji Allah itu pasti. Marilah kita berjuang bersama-sama untuk menegakkan syariat dan Khilafah.
Narasumber ketiga adalah Dra. Anisah M. Daud (Mubalighah Aceh, Ketua Forsat (Forum Silahturahmi Antar Pengajian), Pengurus MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh).
Beliau menyampaikan bahwa hukum menegakkan Khilafah adalah fardhu kifayah berdasarkan Al-Qur’an, hadis, dan ijma sahabat. Dalam surat Al-Baqarah ayat 30, Allah berfirman,
وَاِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلٰٓٮِٕكَةِ اِنِّىۡ جَاعِلٌ فِى الۡاَرۡضِ خَلِيۡفَةً
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”
Khalifah adalah pemimpin negara Khilafah. Imam Al-Qurthubi Al-Jâmi’ li Ahkâm Al-Qur’ân menyatakan berkaitan dengan ayat ini adalah,
هَذِهِ اْلآيَةُ أَصْلٌ فِي نَصْبِ إِمَامٍ وَ خَلِيْفَةٍ يُسْمَعُ لَهُ وَيُطَاعُ، لِتُجْتَمَعَ بِهِ الْكَلِمَةُ، وَتُنَفَّذَ بِهِ أَحْكَامُ الْخَلِيْفَةِ. وَلاَ خِلاَفَ فِي وُجُوْبِ ذَلِكَ بَيْنَ اْلاُمَّةِ وَلاَ بَيْنَ اْلاَئِمَّةِ إِلاَّ مَا رُوِيَ عَنِ اْلاَصَمِ.
Ayat ini (QS al-Baqarah [2]: 30) adalah dalil asal atas kewajiban mengangkat seorang imam atau khalifah yang didengar dan ditaati, yang dengan itulah kalimat (persatuan umat) disatukan dan hukum-hukum khalifah diterapkan. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban ini, baik di kalangan umat maupun kalangan para ulama, kecuali yang diriwayatkan dari Al-Asham (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 1/264-265).
Kaitan kewajiban Khilafah secara tekstual memang tidak terdapat dalam Al-Qur’an kata “Khilafah,” tetapi tersirat dalamnya. Ijma ulama mengungkapkan dalil yang tidak terungkap/tersurat dan merujuk pada dalil QS. An-Nisa’ ayat 59 dan Al-Maidah 48 dan surat Al-Baqarah ayat 208.
Dalil dari sunah bahwa Nabi mengisyaratkan bahwa sepeninggal beliau harus ada yang memelihara agama dan mengatur manusia. Rasulullah bersabda,
كَانَتْ بَنُوْ إِسْرَائِيْلَ تَسُوْسُهُمُ الأَنْبِيَاءُ، كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَ بَعْدِيْ، وَسَيَكُوْنُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُوْنَ
“Bani Israil dulu telah diurus oleh para nabi. Ketika seorang nabi wafat, dia akan digantikan oleh nabi yang lain. Dan sungguh tidak ada seorang nabi pun setelahku. Yang akan ada adalah para khalifah sehingga jumlah mereka banyak.” (HR. Muslim)
Dalil ijma sahabat, Imam Al-Haitami menegaskan: Sungguh para sahabat—semoga Allah meridhai mereka—telah berijmak bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah zaman kenabian berakhir adalah wajib. Bahkan mereka menjadi-kan upaya mengangkat imam/khalifah sebagai kewajiban paling penting. Faktanya, mereka lebih menyibukkan diri dengan kewa-jiban itu dengan menunda (sementara) kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah saw. (Al-Haitami, Ash-Shawâ’iq al-Muhriqah, hlm. 7).
Imam As-Sarkhashi menegaskan:
Siapa saja yang mengingkari kedudukan ijmak sebagai hujjah yang secara pasti menghasilkan ilmu berarti benar-benar telah mem-batalkan fondasi agama ini…Karena itu orang yang mengingkari Ijmak berarti sedang berupaya menghancurkan fondasi agama ini. (Ash-Sarkhasi, Ushûl as-Sarkhasi, I/296).
Jadi jelas di sini menurut beliau wajib bagi kita untuk berjuang menegakkan Khilafah sebagai hujjah kita pada hari akhir nanti.
Narasumber keempat adalah Hj. Imas Masruroh Hadi (Mubalighah Cirebon, Dewan Penasehat IPHI Cirebon, zurriyat Sunan Gunung Jati)
Beliau menyampaikan bahwa Khilafah telah menjadi pembahasan ulama aswaja pada masa lalu. Mereka bukan ulama kaleng-kaleng, tapi ulama yang benar-benar dikenal ahli ilmu. Para ulama aswaja bersepakat bahwa Khilafah/ Imamah adalah bagian dari pilar ajaran Islam, dengan kesepakatan yang bulat dan kesepakatan itu tidak boleh diperselisihkan. Dalam kitab Al-Farqu Baina Al-Firaq karya Imam Abu Al-Mansyur Al-Baghdadi Asy-Syafi’i, menerangkan mayoritas ulama ahlussunnah sepakat tentang perkara-perkara ushul dari bagian rukun-rukun Islam atau pilar-pilar yang ada di dalam agama Islam. Setiap rukun/pilar adalah kewajiban yang harus dipikul oleh orang yang berakal. Setiap rukun dari perkara ushul memiliki cabang-cabang. Dan di antara cabang yang ahlussunnah menyepakati secara bulat dan mereka menyesatkan siapa yang menyelisihi, adalah pilar ke-12 yaitu wajib menegakkan Khilafah dan syarat-syarat pemimpin. Jadi menurut beliau kewajiban Khilafah atau Imamah itu telah disepakati oleh ulama aswaja, karena ini merupakan salah satu dari pilar-pilar dinnul Islam.
Narasumber kelima adalah Ustazah Asma Amnina (Mubalighah Jawa Timur)
Beliau menyampaikan bahwa ada skenario Barat untuk menciptakan fobia/ketakutan terhadap Khilafah. Khilafah dianggap pemecah belah umat, ancaman NKRI, gerakan radikal, teroris, bahkan pejuangnya ditangkap tanpa diberi ruang menjelaskan. Padahal Khilafah adalah kewajiban. Stigmasisasi ini bukan tanpa sebab, karena Barat memahami bahwa Khilafah pasti akan tegak. Karena itu mereka berusaha menghalangi tegaknya Khilafah, agar tidak ada negara adidaya baru yang akan memberantas penjajahan mereka atas dunia Islam.
Strategi yang Barat jalankan ada tiga. Pertama, stigmatisasi. Yaitu dibuat cap terorisme, ekstrimisme agama, fundamentalis agama sebagai kedok untuk menyerang Islam dan umatnya. Kedua, monsterisasi. Bahwa AS dengan segala kekuatan yang dimiliki berusaha menjauhkan gerakan Islam politik dari kekuasaan. Maka dikatakanlah Khilafah pemecah belah umat, ancaman, dan sebagainya. Ketiga, represi. Penangkapan terhadap mereka yang tiada henti menyampaikan Islam kaffah. Ketiga strategi ini dijalankan di negeri ini, karena mereka melihat potensi kebangkitan Islam di Indonesia sangat besar. Kaum muslimin di negeri ini memiliki syu’ur yang besar untuk menerapkan syariat Islam.
Karena itu yang harus dilakukan oleh kaum muslimin khususnya para mubalighah adalah pertama, memahami Islam dengan benar, termasuk memahami politik yang yang sahih. Kedua, telibat dalam perjuangan menegakkan Khilafah, sebagai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah. Abu Darda mengatakan: “Yang paling aku takuti saat aku ditanya oleh Allah, “Apa yang sudah kamu lakukan dengan pengetahuan yang sudah kamu miliki?””
Maka diamnya orang awam tentu berbeda dengan diamnya para ulama, mubalighah. Karena mereka mengetahui. Maka diamnya mereka tidak akan dimaafkan. Sebaliknya jika berjuang, akan mewarisi kemuliaan para nabi sebagai warasatul anbiya’.
Narasumber keenam, Dra. Hj. Sri Wahyuni Abd Mu’in (Mubalighah Samarinda, Kaltim).
Beliau menyampaikan hukum melecehkan kewajiban. Allah berfirman dalam QS. At-Taubah: 65
قُلۡ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوۡلِهٖ كُنۡتُمۡ تَسۡتَهۡزِءُوۡنَ..
” ..Katakanlah, ‘Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”
Allah berfirman dalam QS. At-Taubah ayat 66 ,
لَا تَعۡتَذِرُوۡا قَدۡ كَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِيۡمَانِكُمۡ
“Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman.”
Dari sini para fukaha telah sepakat bagaimana hukum melecehkan hukum Islam seperti wajibnya shalat, puasa, zakat termasuknya wajibnya menerapkan Islam kaffah dalam Khilafah. Para fukaha sepakat dihukumi murtad/kafir, dengan ketentuan hukum dilihat dari fakta pengucapnya dan maksud perkataannya sebagai berikut :
Pertama, muslim yang melecehkan wajibnya Khilafah, sedang dia tahu Khilafah hukumnya wajib menurut syariat Islam, dan perkataannya pasti/tegas dan tak dapat diartikan kepada maksud lain, maka tak diragukan lagi orang itu dihukumi kafir.
Kedua, muslim yang melecehkan wajibnya Khilafah, sedang dia tahu Khilafah hukumnya wajib menurut syariat Islam, namun perkataannya dapat diartikan kepada maksud lain, maka orang itu tak dihukumi kafir.
Ketiga, muslim yang melecehkan wajibnya Khilafah, sedang dia tak tahu bahwa Khilafah hukumnya wajib menurut Syariat Islam, maka orang itu tak dihukumi telah kafir, baik perkataannya pasti maupun dapat ditakwilkan.
Tapi meski muslim yang melecehkan kewajiban Khilafah tak dikafirkan (jika masuk kategori kedua dan ketiga di atas), dia tetap berdosa besar. Karena paling tidak dia telah menghina sesama muslim yang memperjuangkan Khilafah. Padahal menghina sesama muslim telah diharamkan Islam (QS. Al Hujuraat [49]: 11).
Narasumber ketujuh, Ustazah Hj. Murtiah Mursalim (Mubalighah DKI Jakarta)
Beliau menyampaikan peran nyata mubalighah dalam dakwah menegakkan Khilafah.
Mubalighah adalah pewaris para Nabi hadis dinyatakan وإنَّ العلماءَ ورثةُ الأنبياءِ
Oleh karena itu ketika mubalighah menyakini kebenaran Islam sebagai agama yang lurus dan sempurna sebagimana dalam QS. Al-Maidah ayat 3 maka wajib pula menyampaikan kebenaraan ajaran Islam. Tidak hanya persoalan ibadah tapi juga persoalan hablumminannaas. Di antaranya adalah kewajiban dakwah untuk menyampaikan risalah Khilafah Islam. Khilafah Ini belum banyak dipahami. Karena itu wajib disampaikan sehingga umat paham.
Mubalighah memiliki tanggung jawab besar ketika ada kezaliman, sementara umat tidak bisa melakukan apa-apa. Karena itu mari kita berjuang memahamkan umat bahwa Khilafah adalah ajaran Islam, bukan teroris atau radikal. Terakhir beliau menyampaikan bahwa kemenangan Islam itu pasti datang karena Allah telah berjanji dalam QS. At-Taubah ayat 33
هُوَ الَّذِىۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَهٗ بِالۡهُدٰى وَدِيۡنِ الۡحَـقِّ لِيُظۡهِرَهٗ عَلَى الدِّيۡنِ كُلِّهٖۙ وَلَوۡ كَرِهَ الۡمُشۡرِكُوۡنَ
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.”
Adapun kesimpulan dari Liqa Muharram Mubalighahdisampaikan oleh Ustazah Qisthi Yetty, yakni bahwa ketika kita menginginkan hijrah menuju perubahan hakiki maka tidak ada jalan lain kecuali berjuang menegakkan Khilafah, karena Khilafah-lah yang mewujudkan kemerdekaan hakiki bagi umat Islam. Khilafah solusi persoalan umat. Khilafah kewajiban dari Allah berdasarkan Al-Qur’an, hadis, dan ijma sahabat. Bahkan qaul ulama aswaja. Khilafah adalah taj al furudh. Maka melecehkan kewajiban menegakkan Khilafah adalah dosa besar, bahkan jika sampai pada pengingkaran bisa jatuh pada kufur. Maka menjadi kewajiban bersama umat untuk menjadikan perjuangan menegakkan Khilafah sebagai agenda perjuangan umat Islam hari ini ketika menginginkan kehidupan yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]
Sumber: Reportase Liqa Muharam Mubalighah