Oleh: Diana Wijayanti
Suaramubalighah.com, muslimah dan keluarga — Anak adalah aset berharga bagi peradaban. Jika anak-anak dalam suatu negara berkualitas, beriman, dan bertakwa maka masa depan negara itu niscaya akan baik. Begitu pun sebaliknya. Oleh karena itu, butuh perhatian besar terhadap pendidikan anak.
Salah satu pendidikan yang penting diajarkan kepada anak adalah mengenalkan jenis kelamin dan menumbuhkan rasa bangga terhadap jenis kelaminnya. Hal ini bertujuan agar anak-anak mampu menerima kodratnya masing-masing. Sehingga bisa terikat terhadap seluruh syariat Islam yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Jika tidak, maka akan menimbulkan kegelisahan manusia. Bahkan perilaku menyimpang dengan mengubah jenis kelamin pun bisa terjadi. Akibatnya akan terjadi pelanggaran terhadap syariat yang akan mendatangkan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagaimana yang terjadi pada masa Nabi Luth as., mereka melakukan perbuatan keji, melakukan hubungan sejenis. Hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menimpakan azab berupa hujan batu dan gempa kepada kaum sodom, di masa Nabi Luth as. tersebut. Turunnya azab itu tercantum dalam firman-Nya,
وَلَمَّآ أَن جَآءَتْ رُسُلُنَا لُوطًا سِىٓءَ بِهِمْ وَضَاقَ بِهِمْ ذَرْعًا وَقَالُوا۟ لَا تَخَفْ وَلَا تَحْزَنْ ۖ إِنَّا مُنَجُّوكَ وَأَهْلَكَ إِلَّا ٱمْرَأَتَكَ كَانَتْ مِنَ ٱلْغَٰبِرِينَ
“Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah karena (kedatangan) mereka, dan (merasa) tidak punya kekuatan untuk melindungi mereka dan mereka berkata: “Janganlah kamu takut dan jangan (pula) susah. Sesungguhnya kami akan menyelamatkan kamu dan pengikut-pengikutmu, kecuali istrimu, dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).” (QS. Al-Ankabut: 33)
إِنَّا مُنزِلُونَ عَلَىٰٓ أَهْلِ هَٰذِهِ ٱلْقَرْيَةِ رِجْزًا مِّنَ ٱلسَّمَآءِ بِمَا كَانُوا۟ يَفْسُقُونَ
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan azab dari langit atas penduduk kota ini karena mereka berbuat fasik.” (QS. Al-Ankabut: 34)
Dalam hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga melarang keras laki-laki menyerupai wanita ataupun sebaliknya. Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari no. 5885)
Maka jelaslah bahwa penyimpangan laki-laki dan perempuan akan kodratnya merupakan tindak kriminal dalam Islam. Haram hukumnya dan harus dikenakan sanksi berupa takzir yang ditetapkan oleh hakim yang adil. Terlebih jika sampai terjadi hubungan sejenis baik gay maupun lesbi, maka Islam akan memberikan sanksi yang tegas. Baik berupa takzir untuk pelaku lesbi maupun hudud bagi gay.
Ajarkan Anak agar sesuai Kodratnya
Adanya berbagai kerusakan akibat kebebasan berperilaku, hingga menyebabkan generasi menggugat kodrat ini, seharusnya disadari oleh berbagai pihak. Mulai dari orang tua, masyarakat, hingga negara untuk saling bersinergi mengupayakan berbagai langkah guna mencegah dan menghentikan kerusakan yang ada.
Mengingat penyebab perilaku ini adalah penerapan sistem kapitalisme sekuler yang menjauhkan nilai-nilai agama, maka solusinya adalah menjadikan agama sebagai panduan dalam menata kehidupan manusia. Tentu hanya agama Islam yang mampu mengatur manusia secara komprehensif. Karena Islam selain selain sebagai agama, juga merupakan ideologi. Maka wajar jika Islam yang menjadi agama mayoritas negeri ini harus diambil sebagai solusi, bukan dimusuhi.
Islam harus dijadikan pedoman untuk mendidik anak baik oleh orang tua maupun sekolah dalam mengenalkan anak tentang jenis kelamin dan bangga dengan jenis kelamin yang dimilikinya. Sehingga penyimpangan orientasi kelamin bisa dihilangkan. Adapun beberapa langkah yang bisa diajarkan kepada anak adalah sebagai berikut:
Pertama, tanamkan pada seluruh anak bahwa jenis kelamin yang dimiliki manusia hanya ada dua, yaitu laki-laki dan perempuan. Tidak ada jenis kelamin yang lain. Bila ada kelamin yang ganda maka akan diputuskan kelamin yang dominan pada seseorang tersebut. Bukan didasarkan keinginan manusia.
Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (QS. An-Nisa’ [4]: 1)
Kedua, selain paham jenis kelamin pada manusia, maka harus juga dipahamkan bahwa jenis kelamin adalah salah satu ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang wajib diterima dengan keridaan. Hal ini merupakan qadha (ketetapan), bukan pilihan yang diberikan kepada manusia. Haram hukumnya menolak qadha yang telah ditetapkan-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Furqan ayat 2 yang berbunyi:
ٱلَّذِى لَهُۥ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ شَرِيكٌ فِى ٱلْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَىْءٍ فَقَدَّرَهُۥ تَقْدِيرًا
“Yang kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. Al-Furqan: 2)
Sebagai seorang muslim, sudah semestinya kita menerima ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahwa ketentuan itu merupakan hal terbaik yang Allah berikan kepada kita. Hal ini karena Dia mengingatkan kita dengan sebuah firman-Nya :
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Ketiga, anak juga harus diajarkan bagaimana menumbuhkan kebanggaan dengan jenis kelamin yang dimiliki. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kemuliaan manusia bukan pada jenis kelaminnya, namun ketakwaannya. Hal ini dikabarkan dalam firman-Nya:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13)
Keempat, anak-anak juga harus dipahamkan tujuan diciptakan manusia dengan jenis kelamin yang berbeda adalah untuk melestarikan keturunan manusia. Bukan sekadar mencari kenikmatan sesaat. Dengan begitu, tanggung jawab manusia sebagai pemimpin di dunia bisa ditunaikan. Sebagaimana firman-Nya:
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” (QS. Al-Baqarah: 30)
Kelima, anak harus diajarkan tentang hak dan kewajiban manusia sesuai kodratnya masing-masing. Baik sebagai laki-laki ataupun perempuan yang pasti berbeda. Dimana perbedaan tersebut bukan bentuk diskriminasi antara laki-laki dan perempuan, namun bentuk sinergi antara laki-laki dan perempuan. Disamping kesamaan kewajibannya sebagai manusia.
Seperti halnya perempuan berperan mengandung dan melahirkan, sementara laki-laki berperan mencari nafkah. Tentu ini bukan berarti Islam merendahkan perempuan, namun sebaliknya sangat memuliakan peran perempuan sebagian ibu, pencetak pemimpin masa depan. Sehingga harus di-support dengan nafkah yang terbaik oleh laki-laki.
Keenam, anak juga harus diajarkan bagaimana mengoptimalkan diri menjalankan seluruh kewajiban masing-masing sesuai aturan Islam. Sehingga kebahagiaan dan ketentraman manusia baik laki-laki maupun perempuan dapat tercipta.
Seluruh langkah ini, tentu saja tidak bisa dibebankan kepada orang tua semata. Namun butuh peran lembaga pendidikan dan juga negara yang menjadikan Islam sebagai landasan dalam membangun generasi. Negara itu adalah Khilafah Islam, bukan yang lain. Tanpa Khilafah, penjagaan terhadap generasi tentu akan sangat berat, meski tidak mustahil. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]