Oleh: Ashaima Va
Suaramubalighah.com, opini — Pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi jenis pertalite, solar, dan pertamax pada sabtu, (3/9/2022). Kenaikan harga BBM ini sungguh menjadi kado pahit di tahun ini. Masyarakat dibuat babak belur oleh pemerintah dengan kenaikan BBM ini pasca menghadapi pandemi. Kebijakan ini makin menambah daftar panjang kezaliman penguasa pada rakyat. Mengingat saat ini daya beli masyarakat kian menurun, sementara harga barang dan jasa meningkat.
Direktur Celios Bhima Yudhistira menilai dengan kenaikan harga BBM bisa mengakibatkan stagflasi. Ancaman stagflasi terjadi saat inflasi yang terus naik dan tidak dibarengi dengan kesempatan kerja. Bhima menambahkan kenaikan BBM bukan semata naiknya harga energi namun juga akan menaikkan semua harga-harga di sektor terdampak. (cnbc.com,0 6/09/2022)
Maka sudah bisa dibayangkan beban yang akan ditanggung rakyat akan makin berat. Dari bulan ke bulan ada saja harga komoditas yang melambung naik dan dengan naiknya BBM ini bisa dipastikan lebih banyak lagi harga komoditas yang merangkak naik.
Kezaliman penguasa makin terang benderang. Padahal Rasulullah Saw. mengatakan, setiap orang adalah pemimpin dan mereka akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya itu. Dalam hadis lain disebutkan, “Barang siapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka, dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya, dan kemiskinannya.” (Diriwayatkan dari Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam)
BBM Hak Semua Rakyat
Sumber persoalan terkait BBM ini karena diterapkan sistem kapitalisme yang berasas sekuler. Tata kelola migas di negeri ini diserahkan pada aturan manusia. Liberalisasi migas telah membuka kran investasi swasta selebar-lebarnya. Siapapun, baik perusahaan asing maupun lokal, boleh mengelola selama punya modal. Tak ayal, BBM yang dibutuhkan rakyat banyak harus dibeli dengan harga tinggi. Subsidi yang menjadi harapan rakyat untuk BBM murah pun makin dikurangi oleh negara. Tidak tepat sasaran katanya, tapi hakikatnya negara hanya ingin cuci tangan dari pengurusan hajat rakyat.
Padahal sudah jelas, Rasulullah memberi tuntunan semua hal yang menguasai hajat hidup rakyat menjadi milik umum dan menjadi tanggung jawab negara untuk mengelolanya. Sehingga rakyat bisa mendapatkan dengan mudah, murah, atau bahkan gratis. Hal ini didasarkan pada hadist Rasulullah:
النَّاسُ شُرَكَاءُ فِيْ ثلاث: فِي الكلإ وَاْلمَاءِ وَالنَّارٌِ
“Manusia itu berserikat dalam tiga perkara dalam rumput liar, dalam urusan air dan api”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Jika tata kelola migas diserahkan pada aturan islam maka negara akan mengambil alih pengelolaannya. Tak boleh diserahkan pada swasta, baik dari hulu maupun ke hilirnya. Dan tak perlu lagi ada hubungan bisnis antara penguasa dengan rakyat karena penguasa adalah pelayan rakyat.
Wajib Mengoreksi Kezaliman Penguasa
Beban hidup yang kian berat adalah ujian bagi orang beriman. Maka sebagai hamba Allah kita wajib bersabar dan tak putus asa berusaha, sembari meyakini bahwa Ar-Rizqu min Allah, rezeki itu ada di tangan Allah SWT.
Namun kezaliman penguasa dengan menaikkan BBM tidak boleh disikapi hanya dengan sabar dan pemakluman. Karena kedua hal tersebut adalah sesuatu yang berbeda. Sabar adalah wilayah tawakalnya manusia. Kesabaran harus ditempatkan pada porsinya. Sedangkan terhadap kebijakan zalim maka ada kewajiban umat untuk berdakwah, menasihati penguasa agar kembali pada aturan-Nya.
Firman Allah SWT. dalam An Nisa ayat 59
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Dalam tafsir Al-Mukhtashar dijelaskan bahwa ayat tersebut memerintahkan kita untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan juga mentaati ulil amri atau penguasa selama mereka tidak menyuruh kita berbuat maksiat. Juga perintah untuk kembali kepada kitabullah dan sunah Rasulullah.
Dari sini jelas, penguasa yang meliberalisasi pengelolaan migas tidak sesuai dengan kitabullah dan sunah Rasulullah hanya akan menghasilkan kebijakan yang menzalimi. Maka menjadi kewajiban kita semua terutama mubalighah untuk menasihati penguasa atau muhasabah lil hukam. Ulil Amri yang tidak menerapkan kitabullah bukanlah ulil amri yang dimaksudkan oleh ayat ini. Karena kita diperintahkan untuk mentaati Allah terlebih dulu di atas segalanya.
Selain itu, para mubalighah juga memiliki kewajiban untuk memahamkan umat bahwa keberkahan dan kesejahteraan hanya akan kita peroleh saat kembali pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ketika dalam semua aspek kita kembali pada tuntunan syari’ah maka akan Allah curahkan keberkahan dari langit dan bumi. Dan semoga kita tidak termasuk golongan yang Allah siksa dikarenakan mendustakan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebagaimana firman Allah SWT.:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-Araf: 96)
Untuk mengakhiri segala bentuk kezaliman penguasa saat ini adalah dengan mengatur kehidupan ini dengan syariat Islam secara kafah dalam naungan khilafah.
Wallahu a’lam bish shawab.[ ]