Oleh: Marni Rosmiati
Suaramubalighah.com, Muslimah Inspiratif – Terkadang kita salah mengukur diri dan mencari-cari alasan untuk tidak memiliki peran apa pun di jalan perjuangan dakwah Islam. Kita menganggap bahwa hal itu adalah tugas para kiai, ustaz, dan para ulama yang mumpuni bergelar Lc.. Ataupun kadang kala kesibukan, kemiskinan, penyakit, dan usia tua juga menjadi alasan yang sering dilontarkan seseorang tatkala enggan atau mundur dari perjuangan dakwah.
Wahai saudariku! Kita diseru untuk menunaikan kewajiban dakwah, tidak lain demi mewujudkan kehidupan Islam. Dengan mencurahkan segenap kemampuan kita, berkorban dengan apa pun yang kita miliki dalam rangka menegakkan bangunan Islam yang agung. Allah tidak menuntut amal dan pengorbanan yang sama atas setiap muslim, tapi Allah meminta sebatas yang kita mampu. Sebagaimana firman Allah SWT:
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 28)
Menegakkan bangunan masyarakat Islam, tidak semuanya jadi mandor. Akan tetapi dalam membangun masyarakat Islam terdiri dari beragam kerja atau amal. Sebagaimana orang membangun rumah, ada yang mendesain bangunannya, ada yang menggali pondasinya, ada yang membangun dindingnya, ada pula yang memasangkan pelengkap bangunannya seperti jendela dan pintu. Oleh karena itu, jangan menganggap remeh peran sekecil apa pun dalam perjuangan di jalan Allah.
Sepenggal kisah muslimah inspiratif tentang Ummu Mahjan, akan penulis hantarkan sebagai teladan yang nyata dalam hal kesungguhan, tawadhu’, dan tanggung jawab berkhidmat kepada Islam. Meskipun kondisinya bisa dikatakan sebagai kaum marginal.
Disebutkan Ash-Shahih ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqat (VIII/414) tanpa menyebutkan nama aslinya, beliau dipanggil dengan nama Ummu Mahjan dan berdomisili di Madinah. Ummu Mahjan seorang wanita miskin yang memiliki tubuh yang lemah. Kehidupan Ummu Mahjan yang sangat bersahaja ini menjadikannya sangat dekat dengan Rasulullah, sang kepala negara. Karena Rasulullah adalah sosok pemimpin yang sangat memperhatikan kaum yang miskin dan lemah, Rasulullah senantiasa mengunjungi orang-orang miskin dan menanyakan keadaan mereka, serta memberi makanan kepada mereka.
Dalam kondisi yang serba terbatas, Ummu Mahjan tidak pernah merasa berkecil hati ataupun putus asa. Keimanannya yang tinggi menjadikan beliau merasa memiliki tanggung jawab untuk menunaikan kewajiban yang telah ditetapkan Islam. Termasuk kewajiban berdakwah dan berpolitik mengurusi urusan umat dengan Islam. Maka dengan penuh semangat, setiap hari Ummu Mahjan membersihkan kotoran dan dedaunan yang ada di sekitar Masjid Nabawi. Beliau menyapu dan membuangnya ke tong sampah. Dengan penuh dedikasi, beliau senantiasa menjaga kebersihan rumah Allah. Sebab dalam pandangan Ummu Mahjan, masjid adalah tempat berkumpulnya para politisi, pejuang, dan para ulama.
Saat itu masjid ibarat gedung parlemen yang sebanyak lima kali sehari digunakan sebagai tempat bermusyawarah. Juga menjadi kantor bagi Rasulullah saw., sebagai kepala negara dalam mengurusi berbagai urusan kemaslahatan umat. Bahkan menjadi universitas tempat mendidik dan membina umat. Begitulah fungsi masjid di masa Rasulullah saw.. Demikian pula yang terjadi pada masa Khulafaur Rasyidin, dan demikian pulalah seharusnya peranan masjid hari ini hingga hari kiamat kelak.
Dengan alasan itulah Ummu Mahjan tidak kendor sedikit pun semangatnya. Amal itulah yang merupakan target yang dapat beliau kerjakan. Beliau tidak meremehkan pentingnya membersihkan kotoran di sekitar masjid, untuk membuat suasana yang bersih dan nyaman bagi Rasulullah dan para sahabat dalam bermusyawarah yang senantiasa mereka kerjakan secara rutin. Ummu Mahjan pun tidak merasa insecure dengan perannya yang hanya membawa sapu, bukan dengan pedang ataupun pidato yang menggelegar ketika berjuang untuk Islam.
Ummu Mahjan terus menerus melakukan pekerjaan tersebut hingga wafat beliau di masa Rasulullah saw.. Maka para sahabat membawa jenazah beliau setelah malam tiba, dan mereka mendapati Rasulullah masih tidur sehingga mereka tidak ingin membangunkan beliau. Maka mereka langsung menyalatkan dan menguburkan jenazah Ummu Mahjan di Baqi’ul Gharqad.
Tibalah pagi hari, Rasulullah merasa kehilangan wanita tersebut. Kemudian beliau menanyakan keberadaan Ummu Mahjan kepada para sahabat. Mereka menjawab, “Beliau telah dikubur wahai Rasulullah, kami telah mendatangi Anda dan kami dapatkan Anda masih dalam keadaan tidur sehingga kami tidak ingin membangunkan Anda.” Maka beliau saw. berkata, “Marilah kita pergi!” Maka pergilah Rasulullah dan para sahabat menyertai Nabi sehingga mereka menunjukkan kuburan Ummu mahjan. Maka berdirilah Rasulullah saw., sementara para sahabat berdiri bersaf-saf di belakang beliau, kemudian Rasulullah menyalatkannya dan bertakbir empat kali.
Berikut hadis yang menceritakan kisah Ummu Mahjan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -فِي قِصَّةِ الْمَرْأَةِ الَّتِي كَانَتْ تَقُمُّ الْمَسْجِدَ- قَال: فَسَأَلَ عَنْهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: مَاتَتْ, فَقَالَ: “أَفَلاَ كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِي”? فَكَأَنَّهُمْ صَغَّرُوا أَمْرَهَا. فَقَالَ: “دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهَا”, فَدَلُّوهُ, فَصَلَّى عَلَيْهَا.
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu. Beliau berkisah tentang seorang wanita yang biasa membersihkan masjid (di masa Nabi). Suatu ketika Rasulullah saw. kehilangan orang itu, sehingga beliau pun menanyakannya. Para sahabat menjawab, “Orang itu telah meninggal.” Beliau bersabda : “Kenapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?” Sepertinya mereka menganggap remeh urusan kematiannya. Beliau pun bersabda : “Tunjukkanlah kepadaku di mana letak kuburannya?” Maka para sahabat pun menunjukkan kuburannya, dan akhirnya beliau menyalatkannya. Setelah itu beliau bersabda : “Sesungguhnya kuburan-kuburan ini telah dipenuhi kegelapan bagi penghuninya. Dan Allah benar-benar akan memberikan mereka cahaya karena salat yang aku kerjakan atas mereka.” (HR. Bukhari no. 458 dan Muslim no. 956, shahih ijma’)
Semoga Allah senantiasa merahmati Ummu Mahjan. Sekalipun beliau seorang yang miskin dan lemah, akan tetapi beliau turut berperan sesuai kemampuannya. Beliau memberikan pelajaran bagi kaum muslimin melalui catatan sejarah, bahwasanya tidak boleh menganggap sepele suatu amal sekecil apa pun. Beliau mampu mengubah kemiskinan dan kelemahan fisik menjadi kekayaan dan kekuatan iman untuk mencapai puncak kemuliaan di sisi Allah SWT.
Setiap amal dalam perjuangan menegakkan kalimat Allah adalah kebaikan. Jika kita ikhlas dan istiqomah menjalankannya sesuai kemampuan yang kita miliki, maka insyaa Allah amal kebaikan tersebut akan menjadi saksi kelak di yaumil qiyamah. Bahwasanya kita telah turut menggoreskan warna indah dalam perjuangan di jalan Allah yang akan mengantarkan kita ke surga-Nya. Aamiin.
Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]
Sumber :
Mereka adalah Para Shahabiyat karya Mahmud Mahdi Al-Istanbuli dan Musthafa Abu An-Nashir Asy-Syalabi