Aksi ‘Paksa Hijab’ Menguatkan Islamofobia

  • Opini

Oleh: Ustazah Qisthi Yetty

Suaramubalighah.com, opini — Di era digitalisasi dan arus informasi yang sangat masif melalui sosial media, konten kreator yang menyajikan dakwah Islam dengan materi-materi mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran di tengah konten-konten ‘sampah’ perlu diapresiasi. Hanya saja, di balik kreativitas dakwah generasi milenial hari ini perlu dievaluasi dan masih perlu untuk menambah wawasan (tsaqafah) terkait tata cara mengemban dakwah.

Karena apabila tidak paham terkait masalah tata cara mengemban dakwah dapat mengakibatkan blunder atau kekeliruan yang menjadi celah bagi para pembenci Islam menyerang Islam dan umat Islam itu sendiri. Contoh terkini, video viral Zavilda TV yang disebut eksperimen sosial menutup aurat viral di media sosial. Dalam video itu, seorang wanita bercadar menawarkan menutup aurat seorang wanita yang berpakaian terbuka. 

Aksinya ini memantik beragam komentar negatif hingga mengecam dan melakukan report karena dianggap dakwahnya melakukan pemaksaan. Bahkan dalam akun tweet @merahputihsuara berkomentar bahwa konten yang disajikan Zavilda TV dianggap berbau hal-hal radikalisme dan antitoleransi hingga dianggap kadrun yang dikasih panggung.

Ini membuktikan bahwa uslub (cara) dakwah yang tidak tepat justru makin menguatkan islamofobia. Meski, pihak Zavilda TV sudah meminta maaf dan menyebutkan bahwa pemaksaan pakai hijab pada perempuan lain tidaklah benar. Menurutnya, video yang diambil sudah diizinkan oleh pihak terkait. Namun efeknya kurang baik bagi dakwah Islam.

Sebagai agama yang sempurna, Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk soal pakaian.  Maka akan kita temukan dalam Al-Qur’an yang mengatur pakaian muslimah ketika di kehidupan umum (publik). Yakni dalam Al-Qur’an surah An-Nuur [24]: 31,

وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ

Artinya, ”Dan hendaklah mereka (para wanita) menutupkan kain kerudung ke dada mereka.” (QS. An-Nuur [24]: 31).

Disebut dengan istilah khimar (jamaknya: khumur) yang bermakna kerudung dan jilbab yang terdapat dalam QS. Al-Ahzab ayat 59,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Artinya, “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Mengenakan jilbab dan khimar kewajiban setiap muslimah, harus dipastikan bahwa setiap muslimah yang telah baligh dan berakal menunaikan kewajiban tersebut. Oleh karena itu, syariat Islam telah memiliki mekanisme agar kewajiban tersebut tertunaikan dengan sempurna, melalui langkah sebagai berikut:

Pertama, melalui pendidikan di keluarga. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat At-Tahrim ayat 6, artinya,

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Orang tua berkewajiban menanamkan akidah kepada anak-anaknya agar taat dan patuh kepada Allah Swt. dan Rasulullah Saw. Siap menjalankan perintah dan larangan-Nya. Melalui pembiasaan menjalankan ibadah sejak dini termasuk kewajiban menutup aurat bagi anak perempuan, sehingga anak-anak menjalankan syariat Islam dengan suka rela. 

Kedua, melalui kontrol dari masyarakat. Islam mewajibkan dakwah bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk saling mengingatkan dan saling menasihati agar tetap istikamah menjalankan syariat Allah Swt. sebagai bentuk kecintaan dan kasih sayang sesama muslim. Dalam surat At-Taubah ayat 71, Allah Swt. berfirman, artinya,

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Dakwah ini bisa dilakukan secara individu maupun secara berjemaah. Dalam berdakwah pun harus memperhatikan tata cara dakwah yang telah digariskan oleh Allah Swt. dalam banyak ayat dan juga hadis Rasulullah Saw. Di antaranya dalam surat An-Nahl ayat 125

ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu. Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya. dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Berdasarkan Surat An-Nahl ayat 125, ada petunjuk bahwa dakwah yaitu:

Pertama bil-hikmah, artinya Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya (Nabi Muhammad Saw.)  agar menyeru manusia untuk menyembah Allah dengan cara yang bijaksana. Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang diserukan kepada manusia adalah wahyu yang diturunkan kepadanya berupa Al-Qur’an, Sunnah, dan pelajaran yang baik; yakni semua yang terkandung di dalamnya berupa larangan-larangan dan kejadian-kejadian yang menimpa manusia (di masa lalu).

Dalam masalah kewajiban jilbab dan khimar, kita berdakwah dengan menjelaskan landasan dalilnya. Ketentuan bentuk jilbab dan khimarnya serta batasan-batasannya. Bukan dengan mempersuasi agar kelihatan cantik dan lain-lain.

Kedua, mauidhatil hasanah , yakni dengan pelajaran yang baik untuk dijadikan peringatan bagi mereka akan pembalasan Allah Swt. (terhadap mereka yang durhaka). Diingatkan kepada yang belum mengenakan jilbab dan khimar tentang pahala jika menjalankan dan dosa ketika melalaikannya. Disentuh akal dan hatinya sehingga termotivasi untuk menjalankannya secara suka rela.

Ketiga mujadalah, bantahlah mereka dengan cara yang baik. Yaitu terhadap orang-orang yang dalam rangka menyeru mereka diperlukan untuk digunakan dan bantahan. Maka hendaklah hal ini dilakukan dengan cara yang baik. Yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik, serta cara yang bijak. Sebab Allah melarang untuk ‘debat kusir’ (debat yang tidak disertai argumentasi yang rasional atau masuk akal atau debat yang tidak berguna atau tidak ada kesimpulan akhir).

Allah Swt. berfirman, artinya, “Dan janganlah kalian berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka….”. (QS. Al-Ankabut: 46).

Tugas pengemban dakwah adalah menyampaikan, sementara hasilnya urusan Allah Swt. Sehingga dalam dakwah tidak boleh ada pemaksaan terhadap objek dakwahnya. Allah Swt. berfirman, artinya, “Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 272)

Ketiga, melalui tangan negara. Negara dalam Islam berfungsi menerapkan syariat Islam secara kafah untuk warga negaranya, termasuk mewajibkan para muslimah untuk berjilbab dan berkerudung (ber-khimar). Negara juga yang wajib melakukan penyebaran dakwah ke seluruh penjuru dunia melalui metode jihad fisabilillah.

Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadis dari jalur Abu Hurairah ra., bahwa Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama, bersabda,

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]

“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala.

Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Untuk memastikan setiap muslimah menunaikan kewajiban mengenakan jilbab dan kerudung, seorang kepala negara (khalifah) dalam sistem khilafah selain menetapkan undang-undang kewajiban menutup aurat juga memberikan sanksi yang bersifat edukatif yakni takzir. Takzir adalah sanksi yang hak penetapannya diberikan kepada khalifah.

Takzir bermakna al-man’u (pencegahan). Menurut istilah takzir bermakna at takdib (pendidikan) dan at-tankil (pengekangan). Adapun definisi takzir secara syari’ digali dari nash-nash yang menerangkan tentang sanksi-sanksi yang bersifat edukatif adalah sanksi yang ditetapkan atas tindakan maksiat yang di dalamnya tidak ada had dan kifarat. 

Rasulullah Saw. pernah melakukan dan memerintahkan takzir. Dari Anas ra. “Bahwa Rasulullah Saw. pernah menahan (memenjarakan) seseorang di daerah Tihamah”.

Dalam kitab Nidzam Al Uqubat karya Abdurahman Al Maliki dinyatakan bahwa perbuatan-perbuatan yang melanggar kesopanan akan dijatuhi hukuman takzir oleh khalifah. Salah satu di antaranya setiap wanita yang membuka auratnya, selain wajah dan kedua telapak tangannya dikenakan sanksi jilid. Jika dia tidak berhenti (jera), ia akan dikenakan sanksi pengasingan selama 6 bulan.

Ketiga langkah tersebut harus sinergi berjalan bersama. Bergerak secara individu maupun berkelompok mengambil alih peran negara (melakukan pemaksaan berjilbab dan berkerudung) dalam sistem sekuler liberal tidak tepat bahkan merusak citra Islam bahkan menguatkan islamofobia. 

Dalam sistem sekuler liberal meski penduduknya mayoritas muslim, tapi penerapan syariat Islam dibatasi. Kebijakan negara melalui SKB 3 Mentri tentang seragam sekolah misalnya, tidak boleh memaksa berhijab di lembaga pendidikan. Bahkan memaksa gunakan hijab di muka umum dapat dijerat Pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman kurungan 5 tahun penjara.

Pemaksaan hijab hingga mengganggu keyakinan (agama) seseorang dengan sengaja di muka umum, dapat dijerat Pasal 156a KUHP dan termasuk dalam penodaan agama.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami secara utuh tentang tata cara mengemban dakwah. Serta menjadikan perjuangan menerapkan syariat Islam dalam naungan khilafah sebagai agenda dakwah bersama agar terwujud baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Wallahu a’lam bishshawab

(Muslimah News ID,  11 September 2022)