Dakwah Itu Mengajak Bukan Memaksa (Tafsir QS. An-Nahl ayat 125)

Oleh: Kartinah Taheer

Suaramubalighah.com, Al-Qur’an –  Akhir Agustus lalu beredar video di media sosial seorang perempuan bercadar yang terkesan memaksa untuk menutup aurat pada perempuan yang berpakaian terbuka di Malioboro. Aksi ini menimbulkan komentar negatif dari nitizen seperti salah satu akun mengatakan “demi toleransi coba buka cadar, jilbab, lalu kenakan kalung Salib”. Video viral ini juga mendapat respon khusus dari Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta meminta semua pihak menghormati keberagaman. Sekretaris Daerah DIY, Kadarmanta Baskara Aji mengatakan kekerasan atau pemaksaan terhadap hal-hal yang tidak semestinya itu justru nanti akan kontraproduktif terhadap keamanan dan ketentraman masyarakat.  

Dakwah, sejatinya adalah mengajak orang ke jalan yang benar, menyeru untuk taat. Dakwah adalah kebaikan karena dakwah memang diperintahkan oleh Allah. Hanya saja, jika dilakukan dengan cara-cara yang keliru seperti pemaksaan justru keluar dari esensi dakwah itu sendiri yang merupakan wujud dari kasih sayang. Walhasil justru membuat orang makin menjauh bahkan fobia terhadap Islam.

Karena itu, penting bagi para pengemban dakwah memahami bagaimana dakwah itu harus disampaikan. Allah telah menggariskan tata cara berdakwah dalam QS. An-Nahl: 125. Allah berfirman,

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu. Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya. Dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”

Al-Hafizh Imam ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’an al-Adzim Allah SWT. memerintahkan kepada Rasul-Nya—Nabi Muhammad saw. agar menyeru manusia untuk menyembah Allah dengan cara yang bijaksana.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang diserukan kepada manusia ialah wahyu yang diturunkan kepadanya berupa Al-Qur’an, Sunnah, dan pelajaran yang baik; yakni semua yang terkandung di dalamnya berupa larangan-larangan dan kejadian-kejadian yang menimpa manusia (di masa lalu). Pelajaran yang baik itu agar dijadikan peringatan buat mereka akan pembalasan Allah SWT (terhadap mereka yang durhaka).

Firman Allah SWT.,

وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (QS. An-Nahl: 125)

Yakni terhadap orang-orang yang dalam rangka menyeru mereka diperlukan perdebatan dan bantahan. Maka hendaklah hal ini dilakukan dengan cara yang baik. yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik, serta cara yang bijak. Ayat ini sama pengertiannya dengan ayat lain yang disebutkan oleh firman-Nya,

وَلا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ

“Dan janganlah kalian berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka” (QS. Al-‘Ankabut: 46).

Allah SWT. memerintahkan Nabi saw. untuk bersikap lemah lembut, seperti halnya yang telah Dia perintahkan kepada Musa dan Harun. Ketika keduanya diutus oleh Allah Swt. kepada Fir’aun, yang kisahnya disebutkan oleh Allah SWT melalui firman-Nya,

فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut. (QS. Thaha: 44)

Adapun firman Allah SWT,

إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang sesat dari jalan-Ny”. (QS. An-Nahl: 125),

Maksudnya, Allah telah mengetahui siapa yang celaka dan siapa yang berbahagia di antara mereka, dan hal tersebut telah dicatat di sisi-Nya serta telah dirampungkan kepastiannya. Maka serulah mereka untuk menyembah Allah, dan janganlah kamu merasa kecewa (bersedih hati) terhadap orang yang sesat di antara mereka. Karena sesungguhnya bukanlah tugasmu memberi mereka petunjuk. Sesungguhnya tugasmu hanyalah menyampaikan, dan Kamilah yang akan menghisab. Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasih”. (QS. Al-Qashash: 56)

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ

“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk” (QS. Al-Baqarah: 272)

Dari tafsir ayat di atas, bisa disimpulkan ada tiga kaidah dalam berdakwah, yaitu: (1) al-hikmah (hikmah); (2) al-mau’izah al-hasanah (pelajaran yang baik), dan (3) al-mujadalah billati hiya ahsan (mendebat dengan suatu yang lebih baik). Hikmah adalah al-burhan al-aqli (argumentasi rasional), sedangkan mau’izhah hasanah adalah memberi peringatan yang baik. Yaitu mempengaruhi perasaan khalayak, ketika menyeru akal mereka, serta mempengaruhi pemikiran mereka, ketika menyeru perasaan mereka, sampai perasaan dengan pemikiran mereka terintegrasi sehingga mampu menghasilkan perbuatan dengan kualitas yang sempurna. Adapun jadal (berdiskusi) dengan yang lebih baik adalah diskusi yang terbatas pada ide dan tidak melewati batas ide, sehingga menyerang pribadi.

 Inilah tata cara dalam berdakwah untuk menyampaikan ajaran Islam sehingga mampu membangkitkan keyakinan dan kesadaran untuk mengambil dan melaksanakannya.

Wallahu a’lam bishshawab.