Oleh: Atik Hermawati
Suaramubalighah.com, opini — Ratusan warga ditangkap dan puluhan nyawa melayang dalam aksi protes kematian Mahsa Amini di Iran selama berhari-hari. Pembakaran mobil polisi, masjid, dan foto-foto petinggi Iran, serta para perempuan melepas kerudungnya lalu membakarnya pula. Hingga para demonstran wanita menari di dekat api unggun besar dengan tepuk tangan sambil meneriakan yel-yel “Perempuan, hidup, kebebasan.” Apa yang telah terjadi?
Mahsa Amini (22 tahun) ialah seorang wanita asal Kurdistan, Iran yang meninggal pada 16 September 2022 lalu setelah dirawat dalam kondisi koma. Mahsa meninggal setelah ditangkap polisi moral saat berkunjung ke Teheran pada 13 September 2022, akibat melanggar aturan berpakaian saat di ruang publik. Hijab yang dikenakannya tidak sesuai, yakni tidak menutupi aurat yang semestinya. Penyebab kematiannya diduga karena penyiksaan selama penahanan. Dan inilah yang memicu gelombang besar aksi protes di seluruh wilayah Iran.
Melansir kumparan.com (01/10/2022), Kedubes Iran di Jakarta dalam keterangan pers (1/10) menyampaikan bahwa Presiden Iran Ebrahim Raisi telah mengeluarkan instruksi agar lembaga-lembaga terkait menindaklanjuti peristiwa kematian Mahsa secara akurat, cepat, dan transparan. Penyebab kematiannya masih diselidiki.
Kini pengunjuk rasa mulai menanggalkan massa. Mereka membentuk gerakan anti-hijab dalam skala-skala kecil. Yel-yel antipemerintah dan aksi membuka kerudung diteriakkan di atap-atap rumah. Bahkan kini tidak sedikit para wanita yang tidak memakai kerudung saat di tempat umum.
Diketahui, Iran telah mengambil kebijakan ketat soal penggunaan hijab pasca revolusi 1979. Menutup aurat di tempat umum menjadi wajib. Pemimpin Ayatollah Ruhollah Khomeini mengatakan bahwa perempuan yang memakai riasan dan memamerkan aurat ialah tidak melakukan hal yang benar. Namun, jejak bantuannya terhadap rezim Assad atas pembantaian puluhan ribu muslim di Suriah tidak dapat dihapuskan.
Kini kematian Mahsa Amini menjadi pemicu masyarakat untuk bersuara bahwa aturan agama harus dikeluarkan dari UU. Hal ini pun tidak hanya menimbulkan gelombang protes di seluruh wilayah Iran, namun juga beberapa negara seperti Jerman, Prancis, Uni Eropa, termasuk Gedung Putih Washington DC dan PBB. Para aktris ternama dan tokoh melakukan aksi potong rambut sebagai bentuk solidaritas dan kebebasan. Mereka berharap wanita Iran mempunyai hak kebebasan atas tubuhnya.
Penyebaran Islamofobia
Aksi pelepasan dan pembakaran kerudung, serta tarian dan teriakan kebebasan perempuan ala Barat telah menjadi indikasi terjangkit islamofobia. Dimana sinisme, prasangka buruk, salah paham, ketidaksukaan, dan kebencian terhadap ajaran Islam telah mempengaruhi para demonstran. Stigma negatif terhadap aturan menutup aurat di tempat publik, menganggapnya sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Padahal seharusnya mereka tidak memprotes kewajiban menutup aurat yang merupakan perintah Allah SWT, melainkan fokus memprotes kediktatoran rezimnya. Dimana melakukan penganiayaan dan kezaliman dalam bidang kehidupan lainnya adalah hal yang ditentang dalam Islam.
Hal ini dimanfaatkan para musuh Islam. Kecaman Barat atas “pengekangan kebebasan berpakaian perempuan”, sejatinya menjadi senjata untuk menjauhkan muslimah dari ajaran Islam. Mereka berdalih dengan narasi hak asasi manusia, sementara mereka tak bersuara atas ribuan muslimah yang tertindas di belahan dunia lainnya. Inilah standar ganda HAM yang diciptakan Barat.
Selanjutnya, Iran saat ini tidaklah menerapkan Islam secara kaffah, sesuai yang semestinya. Melainkan pemerintahan yang memilih sebagian kecil saja dari hukum Islam, teokrasi yang otoriter terhadap rakyatnya atas nama “agama”. Dimana begitu sarat dengan kepentingan rezim dan kaki tangannya. Pembantaian muslim di Suriah telah menjadi saksi, belum lagi kebijakan ekonomi tidak islami yang begitu memberatkan rakyatnya.
Melansir muslimahnews.net (30/09/2022), aktivis muslimah dari partai politik ideologis internasional asal Inggris Dr. Nazreen Nawas memberikan delapan catatan penting atas kasus Mahsa Amini. Pertama, pemukulan sampai mati terhadap Mahsa Amini termasuk dalam kategori salah menurut Islam yang melarang segala bentuk penyiksaan. Sabda Rasulullah saw.,
إِنَّ الله يُعَذِّبُ الَّذِينَ الدُّنْيَا
“Allah menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia dalam kehidupan ini.”
Kedua, syariat Islam dituduh menindas perempuan. Ketiga, kepedulian rezim Iran terhadap hukum Islam adalah lelucon, karena telah membantu Assad yang membantai puluhan ribu muslim yang tidak berdosa di Suriah. Keempat, masalah sebenarnya yang terjadi di Iran adalah rezim teokrasi yang memerintah menurut keinginan dan perintah ulama, bukan perintah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal ini mengakibatkan penindasan rakyat dan merampas hak-hak mereka sebagaimana termaktub dalam surah Al-Maidah ayat 45.
Kelima, wajar orang-orang marah atas tindakan otoriter rezim Iran. Namun, mengapa beberapa muslimah dalam protes ini membakar jilbab dan menari di depan umum? Menutupi seluruh tubuh wanita, kecuali tangan dan wajah, di hadapan pria non-mahram adalah kewajiban dalam Islam. Bukan perintah dari Iran atau rezim lainnya.
Keenam, sebagian orang mencoba menggambarkan Iran sebagai model kehidupan perempuan di bawah pemerintahan Islam. Sedangkan faktanya, sistem politik teokrasi presidensial parlementer di Iran tidak memiliki dasar dalam teks-teks Islam. Model pemerintahan Islam sebagaimana didefinisikan dengan jelas oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah Khilafah berdasarkan metode kenabian, yang memiliki pemimpin terpilih yang bertanggung jawab kepada rakyat, dan memerintah murni menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Ketujuh, rezim Iran adalah kepemimpinan otoriter seperti halnya semua rezim yang tidak islami dan diktator di negeri-negeri muslim. Serta kedelapan, satu-satunya jalan untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi perempuan di dunia Islam adalah menerapkan Islam kaffah di bawah sistem politik Khilafah berdasar metode kenabian. Tidak akan pernah ada kesuksesan dalam hidup ini atau di akhirat, selain dengan merangkul secara kaffah sistem dari Allah SWT. Firman-Nya,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah: 35)
Sistem Islam Memuliakan Wanita
Dalam Islam, wanita ialah kehormatan dan kemuliaan yang harus dijaga. Allah SWT mewajibkannya untuk menutup aurat dan tidak tabarruj saat di kehidupan umum. Kewajiban jilbab terdapat dalam surah Al-Ahzab ayat 59, sedangkan berkerudung terdapat dalam surah An-Nur ayat 31.
Muslimah harus melaksanakan perintah tersebut karena Allah SWT, bukan karena hal lainnya. Negara pun berkewajiban untuk mewujudkan perlindungan kemuliaan wanita secara nyata. Negara harus menjaga agar masyarakat muslim senantiasa taat dengan ajaran Islam. Menonjolkan syiar-syiar Islam adalah wujud ketakwaan. Allah SWT berfirman,
ذلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Demikianlah (perintah Allah). Siapa saja yang mengagungkan syiar-syiar Allah, sungguh itu timbul dari ketakwaan kalbu.” (QS. Al-Hajj: 32)
Negara yang dapat melindungi kemuliaan dan ketakwaan perempuan ialah hanya Khilafah yang menerapkan aturan Islam secara kaffah. Bukan sebagian, teokrasi atas nama “agama”, apalagi demokrasi-sekularisme. Kegemilangan Islam dalam masa Khulafaur Rasyidin maupun setelahnya, telah meniscayakan Islam rahmatan lil’alamin dirasakan semua kalangan. Sebab Islam bukan hanya agama yang mengatur ritual ibadah, melainkan solusi atas seluruh problematika manusia. Sehingga islamofobia hilang dengan sendirinya, karena terlihat jelas keagungan dan kebenaran Islam yang diterapkan tanpa sedikitpun campur tangan asing. Sehingga manusia berbondong-bondong masuk ke dalam Islam secara sukarela.
Sikap Muslim Seharusnya
Musuh terbesar Barat ialah Islam, islamofobia menjadi agenda Barat untuk melemahkan dan menjauhkan kaum muslim dari agamanya. Sehingga umat muslim harus sadar dan memahami dengan benar ajaran Islam yang kaffah, menyadari bahwa akar masalah yang sebenarnya ialah diterapkannya kapitalisme di negeri muslim saat ini dan tidak diterapkannya Islam secara kaffah. Kini belum ada satu negara pun yang menerapkan Islam secara kaffah, sehingga Barat masih ikut mencampuri aturan negara dengan standar mereka. Imbasnya kaum muslim hidup di bawah cengkeraman asing dalam kondisi semakin terpuruk di segala bidang.
Kaum muslim harus fokus untuk membangkitkan pemikiran umat agar berislam secara kaffah. Para mubalighah mempunyai peranan penting untuk menyadarkan dan membangkitkan umat. Penanaman akidah yang kuat pada masyarakat akan membentengi dan mengikis virus islamofobia. Menyadarkan bahwa Islam adalah solusi seluruh problematika kehidupan.
Pembinaan dengan pemikiran dan tsaqafah Islam harus senantiasa dilakukan. Kerusakan ideologi dan pemikiran Barat, serta dampaknya bagi kehidupan pun harus selalu dijelaskan pada umat sebagai akar problematika besar saat ini. Lalu membangun kesadaran bahwa keimanan kepada Allah mengharuskan setiap muslim terikat dengan syariat Allah secara keseluruhan dan menerapkannya dalam kehidupan.
Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]