Oleh: Kholishoh Dzikri
Suaramubalighah.com, opini — Kesedihan dan kemarahan kembali menyeruak di hati masyarakat, khususnya warga Malang Raya. Mereka menyaksikan peristiwa tragis setelah pertandingan sepak bola Persebaya vs. Arema di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada Sabtu malam (01/10). Tragedi tragis itu memakan korban meninggal mencapai 131 jiwa, 35 di antaranya anak-anak, bahkan diprediksi korban jiwa lebih dari yang berhasil didata. Belum lagi korban luka-luka yang sampai saat ini masih dirawat di RSUD Kanjuruhan yang mencapai 91 orang dengan luka ringan, sedang, hingga berat.
Gas air mata yang ditembakkan aparat kepolisian ke arah suporter yang turun ke lapangan, bahkan ke arah penonton yang ada di tribune, membuat penonton panik dan kalang kabut menyelamatkan diri akibat efek pedas pada mata dan sesak napas. Mereka yang di lapangan lari mencari pintu keluar untuk menjauhi asap gas air mata, begitu juga suporter yang ada di tribune sehingga terjadi desak-desakan. Di sinilah tragedi mematikan itu terjadi.
Hal serupa tidak hanya terjadi pada gelaran pertandingan sepak bola di Indonesia (Tragedi Kanjuruhan menjadi tragedi terbesar), melainkan juga terjadi di beberapa negara lain dan memakan korban puluhan hingga ratusan jiwa tewas. Lebih banyak lagi korban luka-luka, di antaranya di Stadion Accra, Ghana, Afrika pada 2001, menewaskan 126 orang dan 70 ribu luka-luka. Juga tragedi 1 Februari 2012 di Stadion Port Said, Mesir, yang menewaskan 79 suporter dan lebih dari 1.000 suporter lainnya terluka. Begitu pula, tragedi kerusuhan yang berujung jatuhnya korban jiwa dan kerugian harta benda, tidak terjadi pada gelaran sepak bola saja, melainkan juga pada pertandingan olahraga lainnya, seperti pertandingan basket dan sebagainya.
Lahwun Munadhamun
Lahwun munadhamun ialah permainan atau hiburan yang diatur sedemikian rupa dengan berbagai jenis program dan waktu penyelenggaraannya. Ditunjuklah sejumlah pegawai, staf manager, dan penanggung jawab sehingga menjadi suatu misi penting di mata para perencana dan pengaturnya. Bahkan, dibentuk di bawah payung organisasi tingkat dunia, seperti PBB untuk mengaturnya.
Di antara contoh lahwun munadhamun ialah permainan sepak bola yang dipayungi oleh FIFA (Fédération Internationale de Football Association), bola basket diatur oleh FIBA (Fédération Internationale de Basketball), bulu tangkis di bawah pengaturan BWF (Badminton World Federation), dan sebagainya. Tidak hanya di tingkat dunia, di tiap negara pun ada organisasi resmi yang mengatur berbagai cabang olahraga. Di Indonesia ada KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) yang membantu pemerintah dalam pelaksanaan olahraga prestasi sekaligus pengawasan terhadap berbagai kegiatan olahraga prestasi yang dilakukan induk cabang-cabang olahraga.
Selain terorganisir secara sistematis di tingkat nasional maupun internasional, terdapat pula klub-klub yang menaungi para pemain sesuai cabang-cabang olahraga. Masing-masing cabang terdapat jadwal pertandingan di tingkat nasional maupun dunia.
Melahirkan Fanatisme
Kecintaan sebagian masyarakat terhadap klub tertentu dapat melahirkan sikap fanatisme dan pembelaan terhadap klub kesayangan. Aktualisasi luapan emosi, amarah, dan bahagia adalah indikator terkuat betapa kuatnya fanatisme mereka. Rela mengorbankan harta, tenaga, dan waktunya untuk mengikuti jadwal pertandingan klub kesayangannya. Tidak sedikit di antara mereka menjadi korban tawuran atau sikap represif aparat akibat ulah fanatisme mereka.
Durasi pertandingan yang panjang hingga memakan waktu beberapa jam tentu dapat melalaikan pemain dan penonton dari pelaksanaan kewajiban, terutama salat bagi muslim. Kostum pemain yang tidak menutup aurat dengan benar juga menjadi pemandangan di lapangan. Belum lagi penonton yang bercampur baur laki-laki dan perempuan, akhirnya menjadi hal yang “biasa”. Rentetan kemaksiatan lain yang biasa mengiringi pertandingan sepak bola atau cabang olahraga lainnya, seperti mempertaruhkan siapa yang menang dan kalah (judi) ataupun konsumsi miras.
Inilah gambaran jelas lahwun munadhamun, kesia-siaan yang terorganisasi yang berdampak buruk bagi kehidupan seorang muslim di dunia terlebih di akhirat kelak. Jauh-jauh hari, Allah SWT telah mengingatkan,
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ
“Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah permainan dan senda gurau.…” (QS. Al-An’am: 32)
وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِب
” … dan tidaklah kehidupan dunia ini melainkan hanya senda gurau dan permainan.” (QS. Al-‘Ankabut: 64)
Tidak Disukai Para Ulama
Kata lahwun berasal dari kata laha yang berarti ‘perbuatan yang dapat memalingkan seseorang dari kewajibannya, perbuatan yang menyibukkan seseorang dan dapat membuatnya berpaling dari kebenaran’. Imam Asy-Syathibi menyatakan, “Hiburan, permainan, dan bersantai adalah mubah atau boleh, asal tidak terdapat suatu hal yang terlarang.”
Selanjutnya beliau menambahkan, “Namun demikian, hal tersebut tercela dan tidak disukai oleh para ulama. Bahkan, mereka tidak menyukai seorang lelaki yang dipandang tidak berusaha untuk memperbaiki kehidupannya di dunia dan tempat kembalinya di akhirat kelak karena ia telah menghabiskan waktunya dengan berbagai macam kegiatan yang tidak mendatangkan suatu hasil duniawi dan ukhrawi.”
Pemain dan penonton pertandingan olahraga khususnya sepak bola, mayoritas didominasi kalangan pemuda. Seharusnya banyak melakukan aktivitas produktif yang memberikan manfaat di dunia dan akhirat. Seperti menimba ilmu dan tsaqafah Islam, berdakwah, dan berjihad di jalan Allah Ta’ala. Islam memang membolehkan berolahraga dalam rangka menjaga kesehatan, kebugaran, dan keterampilan bagi kaum muslim. Akan tetapi tidak dibenarkan jika sampai menimbulkan kesia-siaan.
Dengan demikian, jelas bahwa pertandingan bermacam cabang olahraga yang ada saat ini terkategori lahwun munadhamun yang berbahaya. Hal tersebut memalingkan umat Islam, khususnya para pemuda dari tujuan diciptakannya manusia yaitu untuk beribadah.
Kapitalisasi Lahwun Munadhamun
Lahwun munadhamun berupa pertandingan olahraga ini, meski sebagian orang sepintas menilai bagian dari olahraga yang menyehatkan, tetapi realitasnya bukan aspek kesehatan yang menjadi target utama, melainkan lebih pada keuntungan materi. Sepak bola sebagai salah satu cabang olahraga yang paling banyak penggemarnya tentu sangat menguntungkan bagi kapitalis. Sepak bola saat ini menjadi bisnis, identitas, politik, dan keyakinan yang termodifikasi melalui perayaan yang penuh kegembiraan. Semua itu bergumul dalam suatu “mesin raksasa” bernama industri sepak bola.
Di Indonesia, ini terbukti dari pernyataan Menpora RI Zainudin Amali yang mendorong agar klub-klub sepak bola bisa masuk ke dalam pasar modal dan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO). Makin banyak klub yang masuk IPO di pasar modal, kelanjutan dari kehidupan klub makin terjamin dan kualitasnya tentu tetap bisa terjaga.
Secara umum, ada tiga sumber pendapatan untuk sebuah klub sepak bola, yakni dari pertandingan (termasuk penjualan tiket), lisensi hak siar, dan sumber komersial (sponsor, penjualan merchandise, dan operasi komersial lainnya). Hasilnya, dapat kita lihat perputaran uang dalam bisnis ini sangat fantastis.
Bahkan, John Hergreaves menyatakan olahraga adalah seperti cermin atau dunia kecil dari masyarakat kapitalis modern. Olahraga adalah bagian integral dari dominasi kelas dan eksploitasi.
Sepak bola sebagai sebuah industri telah digerakkan oleh tiga kekuatan besar, yaitu “Gold, Glory, and Goal”.
“Gold” merepresentasikan kekuatan materi berupa keuntungan dalam industri sepak bola. “Glory” merepresentasikan kemuliaan atau kebanggaan terhadap klub sepak bola. “Goal” merepresentasikan kesenangan dan kegembiraan dalam diri penggemar atau suporternya. Ketiganya menjadikan sepak bola sebagai medan bisnis sekaligus fanatisme. Sebagaimana layaknya bisnis dalam kapitalisme, dalam industri sepak bola, para kapitalislah (pemilik klub) yang akan mendapatkan keuntungan, sedangkan sebagian pemain dan penonton (fans dan suporter) menjadi pihak yang tereksploitasi.
Tragedi Kanjuruhan menjadi bukti bahwa pertandingan sepak bola adalah lahwun munadhamun yang membawa bencana. Bukan hanya kerugian materi, melainkan juga hilangnya nyawa ratusan jiwa. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Mly]
Sumber: MuslimahNews.id