Konferensi Penguatan Relasi Gender dan Anak Berkeadilan, Solusi atau Ilusi?

  • Opini

Suaramubalighah.com, Mubalighah Bicara — Kementerian Agama berencana menggelar Konferensi Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) untuk menguatkan relasi gender dan anak yang berkeadilan. Akan tetapi, mubalighah nasional Ustazah Kholishoh Dzikri mempertanyakan, benarkah ini solusi atau hanya ilusi?

Kementerian Agama akan menggelar Konferensi Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) untuk menguatkan relasi gender dan anak yang berkeadilan, serta mengokohkan kontribusi PSGA terhadap ulama perempuan di Indonesia. Tema yang diusung dalam konferensi adalah, “Upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Keagamaan”. Dengan konferensi tersebut, diharapkan ada solusi untuk mengatasi kekerasan seksual, demikian dikutip dari Kemenag, Sabtu (22/10/2022)

Hanya Ilusi?

Mubalighah nasional, Ustazah Kholisoh Dzikri mempertanyakan benarkah konferensi ini mampu menghasilkan solusi atau hanya ilusi?

“Mungkinkah konferensi ini menghasilkan solusi untuk mengatasi kekerasan seksual atau akan sama nasibnya dengan berbagai konferensi yang sudah berlalu? Sering diselenggarakan, namun tidak mampu menghasilkan solusi bahkan hanya ilusi semata?” ungkapnya kepada MNews, Selasa (25/10/2022).

Ia memberikan alasan bahwa persoalan kekerasan seksual adalah persoalan sistemis, bukan masalah ketimpangan gender. “Kekerasan seksual adalah akibat dari kehidupan sekuler (pemisahan agama dari kehidupan), yang melahirkan gaya hidup bebas (liberalisme),” jelasnya.

Sekularisme dan liberalisme ini, sambungnya, telah digaungkan dalam semua lini kehidupan mulai dari sosial media hingga lingkungan pendidikan keagamaan. “Tidak mengherankan jika kekerasan seksual yang lahir dari rahim liberalisme kian hari kian memperihatinkan,” cetusnya.

Ustazah Kholisoh menilai bahwa sanksi hukum terhadap pelaku tindak kejahatan seksual tidak menjerakan, bahkan bisa dipermainkan.

Cabut Sekularisme

Menurut Ustazah Kholisoh, apabila benar-benar ingin mencari solusi persoalan kekerasan seksual, semestinya menyelesaikan terlebih dahulu akar persoalan sistemisnya. “Cabut sistem sekularisme dan liberalisme dari pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara,” tukasnya.

Bangun penataan dan pengelolaan negeri ini, sambungnya, dengan pondasi yang kokoh yakni akidah Islam dan menerapkan syariat Islam kafah untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

“Dengan penerapan syariat Islam, niscaya gaya hidup bebas akan hilang, kehormatan setiap warga negara khususnya perempuan dan anak akan terjaga. Perempuan dan anak akan mendapatkan posisi terbaik di dalamnya tanpa perlu menuntut kesetaraan,” yakinnya.

Ia mengatakan, kaum muslim khususnya para ulama memiliki tanggung jawab besar untuk menyelesaikan problem kekerasan seksual dengan mendakwahkan Islam kaffah dan tegaknya Khilafah Islamiah sehingga akan lahir masyarakat bertakwa. “Bukan dengan berbagai konferensi untuk menyetarakan gender,” tegasnya.

Ia mengutip firman Allah SWT dalam QS. Ath-Thalaq ayat 2.

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.”

“Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah akan menghilangkan bahaya dan memberikan jalan keluar bagi orang yang benar-benar bertakwa pada-Nya,” ungkapnya menjelaskan ayat.

Terakhir ia menyatakan, kekerasan seksual akan selesai dengan tuntas hanya jika diterapkan Islam kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyah. [SM/Ah]

sumber: muslimahnews.net