Oleh: Ashaima Va
Suaramubalighah.com, Opini — Pernyataan Menag Yaqut kembali menyakiti umat Islam. Pernyataan kontroversial yang dikemukakan Menag Yaqut pada podcast Deddy Corbuzier Sabtu lalu (29/10) bahwa “Agama Islam ini kan bukan dari Indonesia. Islam dari tanah Arab, masuk ke Indonesia dari Arab. Sehingga harus menghargai budaya yang ada di Indonesia.”
Terang saja pernyataan Menag tersebut menuai respons di media sosial. Banyak yang mengkritik bahwa tidak selayaknya Menteri Agama mengatakan Islam datang Arab datang ke Indonesia dan harus menyesuaikan dengan budaya. Pernyataan Menag ini oleh Habib Rizieq Shihab dianggap sebagai bentuk mengerdilkan Islam. “Nabi itu dulu tugasnya mengislamkan bangsa Arab dan seluruh suku bangsa di dunia. Jadi dulu Nabi mengislamkan Arab bukan mengarabkan Islam,” ujar Habib Rizieq dalam sebuah video yang diunggah pengguna Twitter @z4r4h dikutip Populis.id (28/10/2022).
Pernyataan Yaqut yang menyudutkan Islam sebagai agama yang datang dari Arab sesungguhnya bukan barang baru. Mempertentangkan Islam dengan keberagaman budaya sudah lama disuarakan melalui istilah Islam Nusantara. Dan makin masif seiring dengan proyek moderasi beragama yang diaruskan oleh pemerintah. Atas nama keberagaman dan toleransi beragama, umat Islam dipaksa menjalankan ajaran Islam dengan corak budaya Indonesia. Bahkan berusaha mempertentangkan Islam dengan budaya. Menuduh seakan-akan Islam datang dari Arab sebagai budaya Arab yang penuh dengan konflik dan kekerasan.
Bahkan pada tataran konsepsi, moderasi beragama menawarkan Islam Nusantara yang hadir dengan mengakomodasi nilai-nilai lokal budaya dan adat istiadat yang standarnya masih bias dan rawan terjerumus pada sinkretisme. Juga pada praktiknya mereka mengusung Islam moderat yang ramah pada nilai-nilai Barat liberal dan bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Bagaimanakah seharusnya kaum muslimin bersikap? Mana yang harus kaum muslimin ambil? Benarkah Islam yang turun di negeri Arab adalah agama pendatang di Indonesia dan harus menghargai budaya lokal?
Islam untuk Seluruh Umat Manusia
Fakta bahwa Islam diturunkan pada Nabi Muhammad saw. yang berkebangsaan Arab dan Al-Qur’an yang berbahasa Arab memang benar, namun tidak benar jika Islam hanya dikhususkan turun pada orang Arab sehingga hanya dimiliki mereka.
Rasulullah diutus untuk manusia seluruhnya, sebagaimana firman Allah SWT:
وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا كَآفَّةٗ لِّلنَّاسِ بَشِيرٗا وَنَذِيرٗا وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
“Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Saba’ [34]: 28)
Islam sebagai agama yang Allah turunkan melalui Rasulullah Muhammad, seruannya berlaku universal tidak hanya berlaku bagi wilayah Arab. Dalam QS. Al-A’raf, Allah SWT berfirman:
{قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Katakanlah, “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya), dan ikutilah dia supaya kalian mendapat petunjuk.” (QS. Al-A’raf: 158)
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa khithab dalam ayat ini ditujukan bagi seluruh umat manusia baik yang berkulit merah maupun yang berkulit hitam, baik orang Arab maupun orang ‘ajam (selain Arab). Hal ini merupakan kemuliaan dan keutamaan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad, sebagai penutup para nabi dan diutus oleh Allah kepada seluruh umat manusia.
Maka saat Islam datang ke Indonesia bukanlah sebagai agama milik orang Arab. Namun sebagai agama langit yang wajib didakwahkan pada masyarakat negeri ini. Berkaitan dengan pernyataan bahwa Islam harus menyesuaikan dengan budaya setempat juga ialah keliru. Islam turun pada Nabi Muhammad dalam rangka memberi petunjuk untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Allah SWT berfirman:
الٓرۚ كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ لِتُخۡرِجَ ٱلنَّاسَ مِنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذۡنِ رَبِّهِمۡ إِلَىٰ صِرَٰطِ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡحَمِيدِ
“Alif lâm râ. (Ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepada kamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita menuju cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (QS. Ibrahim [14]: 1)
Ayat ini menggunakan ungkapan majazi yaitu dengan mengumpamakan Islam dengan cahaya yaitu sebagai sesuatu yang baik, dan kegelapan sebagai kekufuran yaitu sesuatu yang buruk. Saat Islam diabaikan berarti membiarkan manusia selalu berada dalam kegelapan.
Ketika turun di Arab, syariat Islam membersihkan negeri itu dari kebiasaan jahiliah yang sesat menjadi kebiasaan yang diwarnai dengan ketaatan. Pun juga dengan negeri ini, bukanlah Islam yang harus menyesuaikan dengan budaya Indonesia. Islam hadir untuk mencerahkan dan membersihkan adat budaya yang musyrik agar sesuai dengan Islam, agar ketaatan hanya pada Allah semata.
Dan ketika syariat Islam diterapkan secara kaffah, maka Islam akan membawa rahmat bagi seluruh alam. Artinya bagi seluruh ciptaan Allah SWT, manusia secara keseluruhan dengan berbagai macam ras, kemudian tumbuhan, binatang, dan alam semesta. Sebagaimana dalam Al-Qur’an surah Al-Anbiya ayat 107, Allah SWT berfirman mengenai rahmatan lil ‘alamin.
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”
Oleh karena itu, umat Islam harus memahami Islam secara kaffah, sehingga tidak terpengaruh dengan narasi-narasi negatif yang mengerdilkan Islam bahkan mengarah pada islamofobia. Para ulama dan mubalighah pun harus bersuara lantang melawan kezaliman penguasa dan meluruskan segala hal yang merusak umat Islam.
Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]