Tanya:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Suaramubalighah.com, Tanya Jawab — Ustazah, ana mau menanyakan apa hukumnya memakai batik moderasi beragama yang bergambar tempat ibadah dan simbol-simbol berbagai agama (ada masjid, gambar salib, patung Buddha, pura, gereja, dan klenteng) yang akan dijadikan pakaian dinas harian pegawai Kementerian Agama?
(Ari Susanti, Tulungagung)
Jawab:
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh
Ukhti Ari Susanti di Tulungagung yang dirahmati Allah SWT,
Sebelum kita membahas hukum memakai batik moderasi beragama, penting untuk memahami hakikat batik moderasi beragama. Baju batik secara umum pada dasarnya merupakan madaniyah (materi), produk manusia yang bersifat umum yang boleh dimanfaatkan oleh manusia mana pun tanpa membedakan agama dan ras.
Namun motif batik moderasi beragama yang ada salib dan tempat ibadah agama lain menjadikan batik moderasi beragama bersifat khas, karena mengandung hadharah (mafahim/ ide yang dianut oleh ideologi /kaum tertentu) yakni sinkretisme (suatu proses perpaduan yang sangat beragam dari beberapa pemahaman kepercayaan atau aliran-aliran agama. Pada sinkretisme terjadi proses pencampuradukkan berbagai unsur aliran atau paham, sehingga hasil yang didapat dalam bentuk abstrak yang berbeda untuk mencari keserasian dan keseimbangan, dan umat Islam tidak boleh mengambilnya (memakainya).
Dalam kitab Nizhamul Islam karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dijelaskan bahwa umat Islam wajib mengambil hadharah Islam, karena hadharah ini berpijak pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Umat Islam juga wajib meninggalkan hadharah Barat/kafir, termasuk ide sinkretisme, karena hadharah ini berasal dari pemikiran manusia yang lemah dan semata-mata berdasarkan akal manusia.
Dalam tinjauan fikih, persoalan memakai baju moderasi (pakaian dengan simbol-simbol agama lain) sebenarnya sudah dikaji oleh para ulama. Syekh Nashir Muhammad Hasri Al-Ghomidi dalam kitab Libasu Ar-Rajuli Ahkamuhu wa Dhiwabituhu Al-Fiqh Al-Islami dan Syekh Muhammad Ali Wasir dalam kitab Ahkam At-Tashwir fi Al-Fiqh Islami, berdasarkan kajian terhadap dua kitab tersebut, KH. Shiddiq Al-Jawi menjelaskan bahwa ulama berbeda pendapat atau ada khilafiah mengenai hukum memakai baju yang di dalamnya terdapat syiar-syiar kaum kafir. Ada ulama yang berpendapat mengharamkan dan ada yang memakruhkan.
Pertama, pendapat yang mengharamkan. Ini adalah pendapat ulama dalam mazhab Hanafi, kemudian pendapat sebagian ulama mazhab Syafi’i dan pendapat ulama di dalam mazhab Hambali.
Kedua, pendapat yang memakruhkan. Jadi kalau makruh itu artinya kalau dipakai tidak apa-apa, tidak berdosa. Tetapi, lebih baik tidak memakainya. Ini pendapat sebagian ulama mazhab Hanafi, kemudian pendapat sebagian mazhab Maliki.
Dari sini jelas, bahwa tidak ada seorang ulama pun yang membolehkan batik moderasi beragama. Dan semakin memperkuat bahwa batik moderasi beragama bagian dari proyek moderasi beragama yang akan menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam.
Wallahu a’lam. [SM/Ah]