Oleh : Marni Rosmiati
Suaramubalighah.com, Muslimah Inspiratif – Ummu Hakim binti Al-Harits bin Hisyam bin Mughirah Al-Makhzumiyah adalah nama lengkap beliau. Beliau adalah putri dari saudaranya Abu Jahal sang penentang dakwah Rasulullah saw.. Akan tetapi meskipun demikian, Ummu Hakim memiliki akal yang dapat berpikir mendalam, sehingga beliau tertunjuki kepada cahaya agama Allah yaitu Islam.
Pada masa jahiliah, Al-Harits ayahanda beliau menikahkan Ummu Hakim dengan putra pamannya yaitu Ikrimah bin Abu Jahal. Ketika kaum muslimin berhasil menaklukkan Makkah, Ikrimah bin Abu Jahal melarikan diri ke Yaman, karena dia mendengar ancaman Rasulullah saw. terhadap dirinya. Ikrimah menjadi salah satu orang yang diumumkan Rasulullah saw. sebagai orang yang halal darahnya. Karena saat membebaskan kota Makkah, Ikrimah menghadang satu rombongan pasukan muslimin yang dipimpin putra pamannya sekaligus kawan lamanya, Khalid bin Walid.
Kesetiaan dan kecintaan Ummu Hakim kepada suaminya setelah masuk Islam tidaklah berubah. Beliau bahkan berkeinginan agar suaminya, Ikrimah, dapat merasakan manisnya iman seperti beliau dan masuk surga bersama-sama. Kebijaksanaan dan kejernihan akal Ummu Hakim menuntunnya bertemu Rasulullah saw. untuk meminta keamanan bagi suaminya bila mau masuk Islam. Harapan beliau pun dikabulkan oleh Rasulullah saw.. Ummu Hakim sangat bahagia karena Rasulullah saw. dengan keagungan akhlaknya mau memaafkan dan menjamin keamanan Ikrimah bin Abu Jahal.
Ummu Hakim tanpa menunda-nunda lagi, beliau pergi menyusul suaminya yang melarikan diri ke Yaman dengan harapan beliau dapat menemukannya dan mengajaknya masuk Islam sehingga bisa kembali ke Makkah bersama-sama. Beliau menempuh jalan yang sulit dan membawa perbekalan yang minim. Beliau pantang menyerah, beliau tidak merasa lemah karena misi dakwah yang agung telah meringankan langkahnya sampai di Yaman.
Beliau akhirnya berhasil bertemu dengan suaminya di sebuah pantai tatkala kapalnya hampir hendak berlayar. Ummu Hakim berteriak kepada suaminya, “Wahai putra pamanku! Aku datang kepada kamu karena utusan manusia yang paling suka perdamaian, manusia yang paling berbakti, sebaik-baik manusia, maka janganlah engkau membinasakan dirimu, aku telah meminta jaminan keamanan buatmu dan beliau telah memberikan jaminan keamanan bagimu!” Ikrimah berkata, “Apakah engkau benar-benar telah melakukannya?” “Benar,” jawab Ummu Hakim.
Ummu Hakim dengan bersemangat kemudian menceritakan kepada suaminya tentang keislaman beliau. Bahwa beliau masuk Islam setelah beliau mengetahui bahwa Islam adalah agama yang lurus dan sempurna, Islam itu tinggi, tiada yang lebih tinggi darinya. Beliau menceritakan ketenangan kalbunya dan manisnya iman setelah memeluk Islam. Beliau pun menceritakan tentang pribadi Rasulullah saw. yang mulia dan bagaimana beliau membebaskan Makkah dari kejahiliahan dengan menghancurkan berhala-berhala yang ada di dalamnya. Serta kebesaran jiwa Rasulullah saw. yang memaafkan siapa pun manusia yang mau bertobat dan menyambut Islam.
Usaha Ummu Hakim menyeru suaminya kepada Islam berbuah manis. Beliau dan suaminya Ikrimah akhirnya kembali ke Makkah untuk menghadap Rasulullah saw. Dan Ikrimah mengucapkan syahadat di hadapan Rasulullah saw.. Maka Rasulullah dengan tangan terbuka menyambut kembalinya seorang pemuda yang hendak menunjukkan loyalitasnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Rumah tangga Ummu Hakim dan Ikrimah pun memulai rumah tangga baru yang dinaungi cinta karena Allah dan berjuang bersama di jalan perjuangan Islam.
Setelah Ikrimah masuk Islam, beliau menjadi sosok seorang muslim yang taat. Keimanan yang tulus dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya mendorong beliau turut mengangkat senjata berjihad bersama Rasulullah saw.. Di setiap peperangan, yang beliau cari hanyalah cita-cita tertinggi untuk mati di jalan Allah. Sampai akhirnya Allah mengabulkan harapannya, Ikrimah syahid dalam perang Yarmuk.
Meskipun demikian, Ummu Hakim sebagai perempuan beriman, sedikit pun tidak bersedih hati. Beliau menghadapi takdir Allah ini dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Tidak hanya suaminya yang syahid tetapi saudara dan ayahnya pun gugur di medan perang. Tetapi Ummu Hakim tak terguncang hatinya karena beliau pun menginginkan dirinya dapat meraih syahid. Syahid adalah angan-angan dan cita-cita tertinggi bagi seorang mukmin sejati.
Setelah selesai masa idahnya, kemudian Ummu Hakim dilamar oleh seorang panglima pasukan kaum muslimin dari Umawiyah yang bernama Khalid bin Sa’id. Pernikahan mereka sangat singkat. Malam pengantin Ummu Hakim bersama Khalid bin Sa’id terjadi saat perang Marajush Shufur. Saat Khalid ingin memulai hubungan suami-istri, maka dengan penuh harap Ummu Hakim berkata kepadanya, “Seandainya saja engkau menundanya hingga Allah menghancurkan pasukan musuh…” Khalid berkata, “Sesungguhnya saya merasa bahwa saya akan terbunuh.” Ummu Hakim berkata, “Jika demikian, silakan.” Maka Khalid menghabiskan malam pengantin dengan Ummu Hakim dalam tenda pasukan di atas jembatan yang pada kemudian hari dikenal dengan jembatan Ummu Hakim.
Pada pagi harinya Ummu Hakim dan Khalid mengadakan jamuan walimah. Pasukan Romawi menyerang mereka saat mereka belum selesai makan. Hingga sang pengantin laki-laki yang sekaligus juga pemimpin pasukan langsung terjun ke kancah medan pertempuran hingga syahid menjemputnya. Melihat hal itu, Ummu Hakim mengencangkan bajunya kemudian mencabut sebuah tiang kemah tempat beliau mengadakan walimatul ‘urs, lalu berdiri dan memukul-mukulkan tiang tersebut ke kanan dan ke kiri untuk menyerang pasukan Romawi. Hingga beliau berhasil membunuh tujuh orang pasukan Romawi. Pasukan Romawi menelan kekalahan, dan mereka lari setelah sebagian besar dari mereka terbunuh.
Begitu indahnya malam pertama Ummu Hakim, merayakan malam pertama di medan perang kemudian pagi harinya berjihad dan berperang di jalan Allah. Hanya wanita dengan keimanan yang kuat yang bisa menjalankan hal tersebut. Di saat pengantin wanita yang lain inginnya menikmati malam pengantin hanya dengan suami, berbulan madu laksana di negeri di atas awan, tapi Ummu Hakim menikmatinya di tengah medan perang bersama suami mengejar syahid. Dengan keberanian yang luar biasa pada Ummu Hakim, namanya berkibar dalam jajaran nama para mujahidah sejati.
Amirul mu‘minin Umar bin Khaththab mengagumi semangat juang dan pengorbanan Ummu Hakim dalam jihad di jalan Allah yang jarang dimiliki oleh para muslimah. Oleh sebab itu Umar kemudian menikahi Ummu Hakim. Namun pernikahan ini juga tidak berlangsung lama. Ummu Hakim kembali menjadi janda dengan gugurnya Umar bin Khaththab saat sholat Subuh di tangan Abu Lu’lu’ah, pembunuh berdarah dingin dari golongan Majusi.
Para ahli sirah meriwayatkan di hari-hari terakhirnya Umar berdoa, “Ya Allah, usiaku telah tua, kekuatanku telah berkurang dan rakyatku telah tersebar. Maka ambillah aku dalam keadaan tidak menyia-nyiakan dan tidak melalaikan (kewajiban). Ya Allah, anugerahilah aku syahadah di jalan-Mu dan tempatkanlah kematianku di negeri Rasul-Mu.”
Allah mengabulkan doa Umar ini. Beliau wafat sebagai syuhada di mihrab ketika tengah bertakbir dalam shalat Subuh, mengimami jamaah muslimin di masjid Rasulullah di Madinah. Beliau syahid setelah mencurahkan segala daya upayanya di jalan Allah dan untuk Islam di sepanjang hayatnya.
Kisah Ummu Hakim menginspirasi para muslimah sampai akhir zaman tentang perjuangan di jalan Allah, serta dijalani dengan penuh keikhlasan dan kesabaran meskipun nyawa orang-orang yang dicintainya bahkan nyawanya sendiri menjadi taruhannya. Tetapi cita-cita tertinggi menggapai mati syahid mampu mengalahkan rasa takut dan kesedihan, yang tergambar di pelupuk mata hanyalah surganya Allah SWT.
Di samping itu, Ummu Hakim juga seorang contoh wanita teladan dalam hal cinta dan kesetiaan kepada ketiga suaminya saat suka maupun duka. Beliau calon bidadari surga dari 3 syuhada. Hatinya yang murni, ahlaknya yang mulia, dan citra diri yang baik menjadikan beliau motivator terbaik dalam menunaikan kewajiban melawan musuh di setiap tempat dan kondisi.
Sungguh Ummu Hakim adalah seorang wanita yang mampu mengolaborasikan seluruh kebaikan ada pada dirinya. Beliau mampu menggabungkan cinta, kesetiaan, pengorbanan, perjuangan, kesabaran, menjaga martabat, dan kehormatan menyatu dalam jiwanya. Semoga Allah SWT meridai Ummu Hakim, serta mencurahkan rahmat dan keselamatan bagi barisan para mujahidin. Tak lupa mudah-mudahan kisah Ummu Hakim ini dapat menggelorakan semangat perjuangan di tengah kelesuan semangat dakwah yang terus menggerus di sana-sini.
Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]