Konferensi Islam Se-ASEAN: Menderaskan Islam Moderat dan Mengaburkan Makna Khairu Ummah

  • Opini

Oleh: Mahganipatra

Suaramubalighah.com, Opini — Konferensi Islam se-ASEAN diselenggarakan tanggal 22-23 Desember 2022 di Nusa Dua, Bali. Konferensi ini terselenggara atas kerja sama Kementerian Agama RI dengan Kementerian Urusan Islam, Dakwah, dan Penyuluhan Kerajaan Arab Saudi. Pertemuan ini juga dihadiri oleh 140 peserta dari sepuluh negara ASEAN, dengan penyampaian materi oleh para narasumber dari pimpinan ormas Islam, tokoh agama, dan para akademisi. (detik.com, 22/12/2022)

Dalam konferensi ini, Kepala Wakil Kementerian Agama Zainut Tauhid Sa’adi pada acara penutupan konferensi membacakan 10 poin hasil Konferensi Islam se-ASEAN. Salah satunya adalah memperkuat sinergitas negara-negara ASEAN dan Arab Saudi untuk memperkokoh persatuan umat Islam sebagai “khairu ummah” atau umat terbaik. Dengan memperkuat sinergitas dan kerja sama negara-negara ASEAN dengan Arab Saudi dalam isu-isu agama serta desiminasi moderasi beragama (wasathiyatul Islam).

Dari penjelasan 10 poin hasil penyelenggaraan Konferensi Islam se-ASEAN ini, tampak jelas bahwa konferensi ini bertujuan untuk membangun upaya kesepahaman para peserta konferensi. Agar mewaspadai dan mencegah berbagai anasir disintegrasi bangsa serta berkembangnya paham ekstremisme dan terorisme dengan melawan semua jenis hoaks, kebohongan, disinformasi, dan toleransi. Sehingga isu ektremitas beragama dan berbudaya dalam harmonisasi sosial di masyarakat yang plural masih menjadi isu sentral.

Tak pelak, jika kemudian paham ekstremisme, terorisme, radikalisme, dan toleransi yang dikembangkan senantiasa merujuk pada satu isu yang sama yakni memberikan identitas “Islam” sebagai pihak tertuduh.

Islam Moderat Mengaburkan Makna “Khairu Ummah”

Dalam salah satu poin hasil Konferensi Islam se-ASEAN disebutkan bahwa mewujudkan umat Islam sebagai “khairu ummah” (umat terbaik) adalah dengan melakukan amar ma’ruf (mengajak pada kebaikan), nahi munkar (mencegah dari kemunkaran), dan beriman kepada Allah dengan terus mewujudkan sikap saling menghormati dan menghargai keberagaman budaya di masing-masing negara.

Itu berarti, konsep umat Islam sebagai “khairu ummah” diarahkan pada terminologi yang digunakan sesuai dengan keinginan Barat. Yakni menderaskan opini Islam moderat dalam implementasi penerapan moderasi beragama sebagai agenda global mereka, agar umat Islam semakin jauh dari pemahaman Islam secara kaffah.

Sehingga ketika umat Islam menolak setiap upaya-upaya kafir Barat yang menjajakan Islam moderat melalui agenda liberalisasi agama dan budaya, serta berbagai ide-ide kufur seperti demokrasi, HAM, kesetaraan gender, feminisme, serta isme-isme yang lain, maka mereka akan dituduh sebagai pihak yang ekstrem, radikal, dan intoleran. Bahkan ketika umat Islam bersikap fanatik terhadap agama mereka dengan terus berupaya memahami ajaran-ajarannya secara kaffah dan berusaha untuk menerapkan seluruh hukum-hukum syariat dalam institusi politik dan pemerintahan berbentuk Khilafah, mereka juga akan dituduh sebagai pelaku ekstremis dan radikalis.

Mereka mengaburkan pemahaman umat dengan sengaja melakukan perang istilah. Dengan mengambil istilah-istilah yang khas yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan mentakwilkan ulang pengertiannya sesuai dengan hawa nafsunya. Sehingga hal ini dapat mengaburkan pemahaman umat Islam dari definisi syar’i-nya.

Contohnya dengan mentakwilkan Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 110, Allah SWT berfirman:

كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110)

Dalam ayat ini, menjelaskan bahwa barang siapa di antara umat Islam yang memiliki ketiga sifat tersebut, maka ia termasuk ke dalam umat yang dipuji di dalam ayat ini sebagai umat terbaik. Sebagaimana Qatadah berkata, “Sampai berita kepada kami bahwa Umar ibnu Khaththab tengah melakukan ibadah hajinya. Dia melihat banyak orang-orang sebagai dai. Maka beliau membaca ayat, ‘Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia…’ Kemudian Umar melanjutkan, ‘Barang siapa yang ingin menjadi bagian dari umat terbaik, maka laksanakanlah persyaratan dalam ayat itu’. Dikutip dari kitab Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir karangan Muhammad Nasib Ar-Rifa’i.

Akan tetapi sungguh ironis. Saat ini, di negeri-negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam, islamofobia seakan tiada berkesudahan. Berbagai propaganda dan konsolidasi tokoh-tokoh yang mengatasnamakan umat Islam terus muncul. Upaya-upaya untuk memusuhi Islam dan kebencian terhadap umat Islam dan terhadap Islam seakan tidak pernah surut. Hal ini terjadi karena banyak para pemimpin dan tokoh umat Islam menjadi komprador Barat. Mereka terseret oleh agenda global Amerika Serikat dan sekutunya yang ingin menghancurkan Islam.

Oleh karena itu, sudah saatnya para mubalighah dan tokoh-tokoh umat Islam untuk saling muhasabah, memohon ampun dan perlindungan kepada Allah SWT. Agar umat ini senantiasa terjaga dari upaya musuh-musuh Islam yang ingin menghancurkan Islam.

Selain itu para mubalighah serta para tokoh umat juga harus terus berusaha tanpa kenal lelah untuk menyampaikan ajaran Islam berupa tsaqafah Islam dan syariat Islam secara kaffah dengan melakukan aktivitas dakwah. Sehingga mampu membangun dan menyerukan kesadaran politik pada umat. Bahwa pangkal kerusakan ini berakar dari penerapan sistem kapitalisme sekuler yang rusak dan merusak. Hingga umat menyadari kebobrokan sistem ini dan merindukan tegaknya sistem Islam secara kaffah. Agar mampu mewujudkan “khairu ummah” atau umat terbaik sebagaimana yang dijanjikan Allah SWT di dalam surah Ali Imran ayat 110.

Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]