Sawer Qariah: Pelecehan terhadap Islam

  • Opini

Oleh: Mahganipatra

Suaramubalighah.com, Opini — Firman Allah SWT,

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raf: 204)

Di dalam Islam, Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar, dalil yang paling jelas, dan menjadi hujah serta penjelasan yang paling benar. Di dalamnya juga terdapat petunjuk, rahmat, serta bukti-bukti bagi manusia yang beriman. Sehingga terdapat perintah yang sangat jelas dari Allah SWT agar manusia diam untuk menyimak ketika Al-Qur’an dibacakan di tengah-tengah mereka.

Hal ini tersebab Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw., sesungguhnya sebagai bentuk perlindungan bagi orang yang meminta perlindungan dengannya. Allah SWT juga telah menjanjikan kepada orang-orang yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkannya, dengan tebusan keselamatan dari api neraka dan akan masuk ke dalam surga.

Oleh karena itu, hendaklah setiap orang yang beriman, ketika dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an di tengah-tengah mereka, mereka dianjurkan untuk menadaburinya dan merenungi kandungan ayatnya dengan hati yang penuh keimanan. Hal ini sebagai bentuk adab dalam memuliakan dan mengagungkan Al-Qur’an.

Lalu bagaimana sikap umat Islam saat muncul fenomena seorang qariah yang disawer dengan perilaku niradab (tidak beradab)?

Aksi Sawer Qariah, Bentuk Pelecehan terhadap Islam

Baru-baru ini video viral di media sosial, seorang qariah internasional bernama Ustazah Nadia Hawasyi disawer uang saat sedang mengaji di Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang.

Dalam video tersebut, tampak dua orang jamaah laki-laki naik ke panggung. Salah seorang dari mereka berdiri menghambur-hamburkan uang di hadapan qariah yang sedang duduk melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Sedangkan yang satunya tanpa sungkan menyawer dengan menyelipkan uang di kerudung bagian kening sang qariah. (cnnindonesia.com, 05/01/2023)

Sontak, kasus ini telah mengundang kehebohan warganet. Beberapa tokoh agama juga mengecam tindakan tersebut. Bahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah angkat suara terkait hal itu. Melalui ketua MUI Pusat, Cholil Nafis, di akun Twitter-nya @cholilnafis mengatakan bahwa saweran tersebut adalah perbuatan yang salah dan haram dilakukan. Sebab selain tidak menghormati majelis, perbuatan ini juga melanggar nilai-nilai kesopanan.

Sehingga walaupun mereka berdalih ‘sawer’ sebagai bentuk apresiasi, akan tetapi tindakan ini tetap dinilai sebagai tindakan tidak terpuji. Bahkan dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap Islam. Terlebih lagi dengan cara sawer yang dilakukan oleh  mereka, yang menyelipkan uang sawer di kerudung Ustazah Nadia. Praktik sawer seperti ini jamak dilakukan di acara pagelaran musik seperti campursari dan dangdutan.

Selain itu ternyata menurut pengakuan Ustazah Nadia Hawasyi, aksi sawer ini tidak hanya menimpa beliau. Akan tetapi juga kerap dialami oleh qariah lain yang diundang di acara mengaji. Saat melantunkan ayat Al-Qur’an mereka sering mendapat saweran dari jamaah, baik laki-laki maupun perempuan. Miris bukan?

Mengapa di salah satu negara berpeduduk mayoritas muslim terbesar dunia, muncul aktivitas niradab seperti ini? Terlebih lagi, aktivitas sawer ini dilakukan di acara momentum perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. yang merupakan acara sakral umat Islam. Semestinya umat Islam khusyuk menyimak sebagai bentuk menghormati dan memuliakan ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasulullah saw..

Sistem Sekularisme dan Liberalisme Melahirkan Kerusakan Akhlak Umat Islam

Munculnya tradisi dan budaya sawer terhadap qariah di suatu daerah layaknya saweran kepada biduan pelantun lagu dangdut koplo, mencerminkan kebrobrokan akhlak umat Islam yakni bentuk niradab terhadap kemuliaan Al-Qur’an.

Perbuatan seperti ini hanya muncul dan lahir dari sistem sekuler-liberal. Yang menganut dan mengagungkan kebebasan individu sebagai dasar sistem kehidupan bermasyarakat. Sehingga bukan hal yang aneh, jika akhir-akhir ini kita cenderung menyaksikan di beberapa tempat para santri, tokoh agama, dan tokoh masyarakat juga terkadang ikut-ikutan meramaikan kegiatan ini. Mereka menganggap ini bagian dari sikap moderasi beragama yang harus menghargai dan melestarikan kearifan budaya lokal.

Umat Islam dipaksa untuk bersikap inklusif dan toleran terhadap setiap hal-hal baru. Bahkan didorong agar bersikap permisif terhadap budaya yang lahir dari sistem sekuler. Atas nama HAM setiap perilaku yang menyimpang di masyarakat, harus diterima dan dibiarkan tumbuh subur dan eksis di tengah-tengah masyarakat. Umat tidak berhak menolak. Karena jika hal ini terjadi, cap ‘radikal dan intoleran’ akan menjadi label kuat yang menancap pada umat Islam. Sungguh memprihatinkan.

Tak ayal, hal ini juga telah menjadi salah satu pemicu lahirnya kebrobrokan akhlak dan kerusakan sistem kehidupan bagi umat Islam. Ada beberapa faktor penyebabnya, di antaranya adalah:

Pertama, minimnya pemahaman umat Islam terhadap kemuliaan ajaran Islam. Dampaknya terlihat pada tingkat keimanan umat Islam yang sangat rendah. Sehingga berakibat pada adab dan akhlak mereka dalam memperlakukan Al-Qur’an yang cenderung mengikuti hawa nafsu dan tanpa ilmu.

Hal ini juga terlihat pada perlakuan mereka saat dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Sikap mereka jauh dari gambaran yang telah Allah SWT kabarkan kepada kita di dalam Al-Qur’an.

Tentang peristiwa sekelompok jin yang mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dengan baik, serta bagaimana sambutan mereka terhadap apa yang mereka dengar. Mereka sangat terpikat dengan Al-Qur’an. Lalu mereka kembali kepada kaumnya, untuk menasihati kaumnya agar beriman dan menerima setiap seruan yang menyeru kepada Allah SWT. Sehingga mereka akan terbebas dari azab dan siksa yang pedih sesuai dengan yang dikabarkan di dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman,

قُلۡ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ ٱسۡتَمَعَ نَفَرٞ مِّنَ ٱلۡجِنِّ فَقَالُوٓاْ إِنَّا سَمِعۡنَا قُرۡءَانًا عَجَبٗا

“Katakanlah (Muhammad), “Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jin telah mendengarkan (bacaan),” lalu mereka berkata, “Kami telah mendengarkan bacaan yang menakjubkan (AlQur’an). (QS. Al-Jinn: 1)

Selanjutnya di beberapa ayat yang lain juga dijelaskan. Sangat penting bagi umat Islam untuk senantiasa memperhatikan dan menadaburi bacaan ayat Al-Qur’an, sebagai bentuk adab dan akhlak yang diperintahkan. Yaitu dengan bersikap diam dan menyimak setiap bacaan ayat-ayat Al-Qur’an. Hal ini juga merupakan bagian dari bentuk dan sarana untuk mengenal Allah SWT. Agar memahami dan mengetahui kebesaran karunia-Nya, serta mengetahui perintah dan larangan Allah SWT. Dengan demikian akan lahir kecintaan yang sempurna terhadap Allah SWT, Rasulullah saw., dan juga terhadap Islam.

Berbeda dengan kondisi umat Islam yang hadir di acara tersebut. Mereka tanpa rasa malu memperlakukan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an layaknya hiburan. Mereka tidak takut dengan azab Allah SWT sebagai balasan atas perilaku maksiat dan dosanya yang memperlakukan ahlul Qur’an dengan tindakan niradab. Karena perlakuan mereka adalah bagian dari bentuk kemaksiatan yang hanya mengejar kesenangan dan kepuasan semata.

Sampai-sampai di beberapa wilayah sering terjadi kasus umat Islam diprovokasi agar menolak dan melarang kajian-kajian yang di dalamnya diserukan tentang perintah dan larangan Allah SWT. Dengan alasan kajian tersebut diduga menyebarkan paham radikalisme dan terorisme, tanpa adanya bukti-bukti yang nyata.

Kedua, masyarakat abai terhadap aktivitas amar ma’ruf dan nahi munkar. Hal ini tampak saat terjadi aksi sawer terhadap qariah yang terjadi di depan mata. Masyarakat yang hadir telah membiarkan aksi tersebut, padahal peristiwa tersebut merupakan sebuah kemungkaran dan kemaksiatan. Karena aksi sawer yang dilakukan oleh penyawer merupakan bentuk pelecehan terhadap Islam.

Sikap diam orang-orang yang hadir telah mencerminkan bahwa budaya hidup dan permisivisme telah merasuk ke tubuh umat tanpa disadari. Sehingga pelecehan yang terjadi di depan mata mereka, tidak sanggup menggerakkan hati dan jiwa mereka untuk menolak perbuatan tersebut dan melakukan pembelaan terhadap agamanya.

Padahal Allah SWT dan rasul-Nya telah memerintahkan, “Barang siapa yang menyaksikan sebuah kezaliman atau kemungkaran, maka hendaklah berusaha untuk mencegahnya dengan tangannya, jika tidak mampu maka cegahlah dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka cegahlah dengan hatinya (mengingkari, berdoa) dan hal ini adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Khatimah:

Sungguh, telah tampak berbagai kerusakan dan kebobrokan akhlak umat Islam akibat tidak diterapkanya aturan-aturan yang berasal dari Allah SWT. Umat Islam jauh dari rahmat Allah SWT mulai dari level individu, keluarga, masyarakat maupun negara. Umat Islam telah kehilangan jati dirinya dan selalu mengalami keterpurukan dari seluruh aspek kehidupan, akibat diterapkannya sistem sekuler-liberal.

Maka sudah saatnya umat kembali meraih kemuliaannya dengan mempelajari dan memahami ajaran Islam secara kaffah untuk berjuang menegakkan syariat dan Khilafah Islamiyah.

Wahai para tokoh umat dan para mubalighah, marilah kita saling bersinergi, menyingsingkan lengan baju kita untuk fokus bergerak mencerdaskan umat! Dengan terus berusaha menyampaikan pemahaman Islam secara kaffah kepada umat. Untuk membentuk dan mendidik masyarakat dengan memahamkan tsaqafah Islam. Sehingga lahir kesadaran umat Islam untuk menerima, memahami, dan berjuang mendakwahkan Islam kaffah agar menjadi sistem yang bersifat way of life di seluruh penjuru dunia.

Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]