Hukum Membakar Mushaf Al-Qur’an

Tanya:

Suaramubalighah.com, Tanya Jawab Assalamu’alaikum wr. wb.

Ustazah, saya izin bertanya. Kembali viral di media sosial peristiwa pembakaran mushaf Al-Qur’an, baik yang di luar negeri tepatnya di depan kedutaan Turki, Stockholm Swedia, maupun dalam negeri yakni di daerah Garut. Bagaimana hukum Islam terkait membakar mushaf Al-Qur’an? Bagaimana pula hukumnya jika yang melakukan pembakaran Al-Qur’an diduga orang gila? Sebelumnya saya sampaikan jazakumullah khairan atas jawabannya. 

(Qonita, Lamongan)

Jawab :

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Ukhti Qonita yang dirahmati Allah SWT,

Kita sebagai muslim sangat memahami bahwasannya kitab suci Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang  kaum muslimin diwajibkan untuk memuliakannya dan dilarang merendahkannya.

Hal itu sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah At-Taubah ayat 65-66, telah memberi penjelasan bagi siapa saja yang merendahkan atau mengejek Al-Qur’an.

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (QS. At-Taubah: 65)

لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْۗ اِنْ نَّعْفُ عَنْ طَاۤىِٕفَةٍ مِّنْكُمْ نُعَذِّبْ طَاۤىِٕفَةً ۢبِاَنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَ

“Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kamu (karena mereka bertaubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. At-Taubah: 66)

Ulama sepakat bahwa jika menghina atau merendahkan kitab suci Al-Qur’an akan termasuk dalam golongan orang kafir, walaupun hanya sekadar bercanda. Imam Nawawi juga sepakat, penghina Al-Qur’an adalah kafir.

Al-Qadhi bin Farhun Al-Maliki juga menyampaikan tentang kesepakatan para ulama soal kekafiran orang-orang yang merendahkan Al-Qur’an. Al-Maliki menyebutkan, “Siapa yang merendahkan Al-Qur’an, atau sejenisnya, atau mengingkari satu huruf darinya, atau mendustai Al-Qur’an, atau bahkan sampai membuktikan apa yang diingkari, maka termasuk kafir menurut kesepakatan ulama.”

Imam Syafi’i mengatakan, “Siapa yang menyebut Al-Qur’an, atau Nabi Muhammad sebagai utusan Allah, atau agama Allah, dengan sesuatu yang tidak pantas, maka telah melanggar perjanjiannya dan darahnya telah dihalalkan, serta dibebaskan dari kewajiban-kewajiban kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.” Imam Syafi’i juga menegaskan, mengolok-olok Al-Qur’an dengan maksud lelucon masuk dalam kategori orang kafir. Dia merujuk Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 65-66 di atas.

Kemudian Ibnu Taimiyah juga berpendapat bahwa orang yang meremehkan dan mengejek Al-Qur’an adalah kafir. Begitu pun dengan ulama-ulama Hanafiyah yang menyatakan bahwa siapa pun yang merendahkan Al-Qur’an, masjid, atau sejenisnya yang dimuliakan dalam syariat, adalah kafir.

Lantas, apa hukum bagi yang menghina kitab suci Al-Qur’an?

Di antara penyebab kekufuran (murtad) bagi seorang muslim adalah mencaci-maki dan menghinakan perkara yang diagungkan dalam agama, mencaci-maki Rasulullah, mencaci-maki malaikat, serta menistakan mushaf Al-Qur’an dan melemparkannya ke tempat yang kotor. Semua itu termasuk penyebab kekufuran (murtad).

Inilah hukum syariat yang disepakati oleh para fukaha dari berbagai mazhab, bahwa hukum menghina Al-Qur’an jelas-jelas haram. Apa pun bentuknya, baik dengan membakar, merobek, melemparkan, maupun menafikan isi dan kebenaran ayat dan suratnya.

Karena itu, sanksinya pun berat. Orang muslim yang menghina Al-Qur’an akan dibunuh, karena telah dinyatakan murtad. Jika dia nonmuslim ahli dzimmah, maka dia harus dikenai ta’zir yang sangat berat, bisa dicabut dzimmah-nya, hingga sanksi hukuman mati. Bagi nonmuslim non-ahli dzimmah, maka Khilafah akan membuat perhitungan dengan negaranya, bahkan bisa dijadikan alasan Khalifah untuk memerangi negaranya. Yakni dengan alasan menjaga kehormatan dan kepentingan Islam dan kaum muslim.

Bagaimana jika pelakunya adalah orang dalam gangguan jiwa (orang gila)?

Orang gila adalah orang yang telah rusak akalnya, dia sudah tidak mampu lagi menggunakan akalnya dalam mengendalikan perilakunya.

Dalam tinjauan hukum Islam, orang gila termasuk orang yang tidak terkena beban hukum (ghairu mukallaf). Rasulullah saw. bersabda:

عَنْ عَلِيٍّ عَلَيْهِ السَّلَام عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ [رواه أبو داود].  

“Dari Ali alaihis-salam (diriwayatkan) dari Nabi saw., beliau bersabda: Pena pencatat amal dan dosa itu diangkat dari tiga golongan; orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia bermimpi, dan orang gila hingga ia berakal. (HR. Abu Dawud)

Hadis tersebut menjelaskan bahwa orang gila tidak diberi beban hukum, dan terbebas dari dosa karena orang gila adalah orang yang sedang terkena musibah gangguan jiwa dan akalnya, serta ia tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Segala sesuatu yang berkaitan dengan diri dan harta orang gila itu menjadi beban walinya. Yang menjadi wali yakni orang tua, atau jika orang tuanya sudah meninggal dunia atau dicabut haknya menjadi wali, diambil dari kerabatnya. Jika dari keluarganya tidak ada yang mampu menjadi wali maka menjadi kewajiban pemerintah atau penguasa untuk menunjuk pihak yang akan menjadi wali.

Wali diperlukan untuk berusaha mencari kesembuhannya dan mewakili orang gila dalam melakukan tindakan hukum. Oleh karena itu wali dan penguasa dalam hal ini bertanggung jawab atas berbagai tindak kejahatan dan termasuk penghinaan serta pelecehan terhadap agama yaitu terkait dengan penjagaan Al-Qur’an.

Abainya pemerintah dalan upaya menyembuhkan dan memelihara orang gila tersebut, menjadi ancaman masyarakat sekaligus upaya membiarkan penghinaan atau pelecehan terhadap agama.

Wallahu a’lam. [SM/Ah]