Oleh: Kartinah Taheer
Suaramubalighah.com, Hadis — Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللّٰهِ
“Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri.” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani).
Al-Hakim dalam Al-Mustadrak ‘alâ Shahîhayn menyatakan bahwa hadis ini ia terima berturut-turut dari ‘Abd ash-Shamad bin Ali al-Bazaz, Ya’qub bin Yusuf al-Qazwaini, Muhammad bin Said bin Sabiq dan Amru bin Abi Qays; dari Simak bin Harb, dari Ikrimah, dari Ibn Abbas, dari Rasulullah saw. Al-Hakim berkata, “Hadis ini sahih sanadnya meski Al-Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya.”
Al-Baihaqi mengeluarkan hadis tersebut di dalam Syu’ab Al-îmân dari Abu Abdillah Al-Hafizh, yang meriwayatkannya dari Abu Bakar Muhammad bin Ishaq Al-Faqih dan dari Abd Ash-Shamad bin Ali Al-Bazaz di Baghdad. Keduanya (Abu Bakar dan Abd Ash-Shamad) meriwayatkannya dari Ya’qub bin Yusuf Al-Qazwayni, dari Muhammad bin Said bin Sabiq, dari Amru bin Abi Qays, dari Simak, dari Ikrimah, dari Ibn Abbas. Hanya saja lafal ‘adzâba Allâh diganti dengan kitâb Allâh.
Adapun Ath-Thabarani mengeluarkannya dalam Mu’jam Al-Kabîr dari al-Husain bin al-Abbas ar-Razi, dari Ali bin Hasyim bin Marzuq, dari ayahnya, dari Amru bin Abi Qays, dari Simak bin Harb, dari Said bin Jubair, dari Ibn Abbas. Al-Haitsami di dalam Majma’ Az-Zawâ’id mengomentari riwayat Ath-Thabarani ini, “Di dalamnya terdapat Hasyim bin Marzuq dan saya tidak mendapati seorang pun yang memaparkan biografinya, sementara para perawi lainnya tsiqah.” (Al-Haitsami, Majma’ Az-Zawaid, 4/118, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut. 1407-1988)
Hanya saja, Aburrahman bin Abi Hatim mengatakan di dalam Jarh wa at-Ta’dîl 2 biografi no. 442, “Hasyim bin Marzuq meriwayatkan dari Amru bin Abi Qays. Anak Hasyim, yaitu Ali bin Hasyim, meriwayatkan dari Hasyim (bapaknya). Saya (Aburrahman bin Abi Hatim) mendengar ayah saya mengatakan hal itu. Abu Muhammad (Aburrahman bin Abi Hatim) berkata, ‘Ia juga meriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsauri dan Abu Ja’far Ar-Razi. Meriwayatkan darinya Zakariya bin Yahya As-Siman dan Hajaj bin Hamzah Al-Khisyabi. Aku bertanya kepada ayahku tentangnya dan ia berkata: tsiqah.’” Dengan demikian, riwayat Ath-Thabarani ini diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah sehingga boleh dijadikan hujah. (Abdurrahman bin Abi Hatim, Jarh wa At-Ta’dîl, 9/104, Dar Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi, Beirut, cet. i. 1952)
Makna Hadis
Lafal (ظَهَرَ) zhahara (tampak) maksudnya adalah (فَشَا) fasyâ (menyebar). Artinya, zina dan riba itu telah tampak menjadi fenomena yang tersebar di tengah masyarakat. Lafal (فِيْ قَرْيَةٍ) “fî qaryah” menggunakan gaya bahasa majaz mursal, maksudnya adalah (فِيْ اَهْلِ قَرْيَةٍ) fî ahl qaryah (di tengah penduduk kampung) dan semisalnya seperti negeri atau daerah.
Lafal (أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللّٰهِ) “ahallû bi anfusihim ‘adzâba Allâh” menurut al-Minawi maksudnya adalah “mereka menyebabkan azab itu menimpa mereka karena penyimpangan mereka terhadap yang diharuskan oleh hikmah Allah, yaitu penyimpangan mereka terhadap pemeliharaan nasab dan tidak adanya percampuran air (mani).” (Abdul Qadir Al-Minawi, Faydh Al-Qadîr, 1/401, Maktabah Tijariyah Al-Kubra, Mesir, cet.i. 1356)
Hadis ini menjelaskan bahwa jika zina dan riba telah menyebar di tengah suatu masyarakat, maka itu akan mengundang turunnya azab Allah. Keberkahan akan dicabut, sebaliknya keburukan dan kerusakan akan terus mendera masyarakat selama mereka tidak berusaha mencegah tersebarnya zina dan riba, mengubah dan menghilangkannya dari kehidupan masyarakat.
Apa yang kita saksikan beberapa hari terakhir ini bahwa publik dihebohkan dengan jumlah yang fantastis atas permohonan dispensasi nikah. Dimana 80% di antaranya karena hamil di luar nikah.
Sungguh ini adalah realitas merebaknya zina. Pelaku zina bukan lagi personal, tapi sudah menjadi gaya hidup publik. Hamil di luar nikah tidak tabu lagi, tapi dianggap lumrah. Sangat Ironis, hal ini terjadi pada negeri yang mayoritas muslim.
Merebaknya zina mengakibatkan meningkatnya angka HIV/AIDS dan penyakit seksual lainnya, nasab menjadi kacau, serta runtuhnya harkat dan martabat manusia. Karena zina adalah kemaksiatan keji dan jalan yang buruk. Mendekatinya saja dilarang, apalagi melakukannya. Na’udzubillah min dzalik.
Begitu pula dengan riba, Islam sangat tegas melarangnya. Akan tetapi hari ini, riba menjadi sendi perekonomian. Hampir semua transaksi ekonomi ada unsur ribawinya. Padahal sistem ekonomi ribawi inilah yang menimbulkan krisis ekonomi berulang. Perekonomian tidak stabil, kebijakan ekonomi yang tidak menentu karena dipengaruhi suku bunga, serta perekonomian kacau sama persis seperti yang digambarkan Al-Qur’an, “bagaikan orang gila lantaran kemasukan setan”. Bahkan Sebuah negara bisa bangkrut karena terjerat utang ribawi seperti Srilangka.
Karena itu, wajib bagi kaum muslimin untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar agar tidak mengundang azab Allah dengan merajalelanya riba maupun zina. Ketika berdiam diri terhadap kemungkaran, sungguh azab Allah akan menimpa semuanya. Rasulullah bersabda,
إن الناس إذا رأوا المنكر فلم يغيروه أوشك أن يعمهم الله بعقابه “
“…jika kebanyakan orang melihat kemungkaran atau kezaliman di depan mata mereka, tapi mereka tidak mengubahnya, padahal mereka mampu mengubahnya, maka mereka akan terkena bencana pula.” (HR. Ahmad dan Tabrani)
Rasulullah juga bersabda,
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ ، أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللَّهُ بِعِقَابِهِ
“Sesungguhnya, apabila manusia melihat orang yang berbuat zalim, kemudian mereka tidak mencegahnya, maka hampir-hampir Allah hendak meratakan hukuman-Nya kepada mereka.” (HR. Ahmad)
Zina dan Riba Buah dari Sistem Sekuler
Sejatinya merebaknya seks bebas adalah buah diterapkannya sistem sekuler liberal. Hawa nafsu diumbar, sementara agama disingkirkan dalam mengatur kehidupan. Atas nama kebebasan manusia, bisa bergaul dengan siapa saja tanpa batas mengumbar nafsu syahwat. Begitu pula dengan riba. Riba adalah jantung ekonomi kapitalisme sekuler, yang menghasilkan berbagai bencana ekonomi di negeri ini.
Karena itu, jika kita ingin keluar dari bencana yang ditimbulkan akibat merebaknya zina dan riba, kita harus meninggalkan sistem sekuler liberal. Memperjuangkan tegaknya sistem Islam kaffah yakni Khilafah.
Dalam sistem sosial, Khilafah menerapkan sistem pergaulan Islam, yakni kewajiban menutup aurat dengan sempurna, menundukkan pandangan, larangan khalwat dan ikhthilat, ta’awun antara laki-laki dan perempuan hanya bersifat umum demi kemaslahatan manusia.
Adapun sistem sanksi bagi yang melanggar juga tegas. Sanksi ta’zir dikenakan pada siapa saja yang mendekati zina seperti ber-khalwat. Sementara jika sudah melakukan zina akan dirajam bagi yang muhshan dan dicambuk 100 kali bagi ghairu muhshan. Atau ditambah pengasingan selama satu tahun sesuai ijtihad qadhi.
Walhasil dengan tegaknya Khilafah, pintu zina tertutup rapat. Jika ada yang melakukannya, sanksi Islam memberikan efek jera sehingga individu akan berfikir seribu kali untuk melakukannya. Maka menjadi kewajiban bersama kaum muslimin untuk terus memperjuangkan Islam. Karena dengan tegaknya Islam, keselamatan, kemuliaan, dan hidup manusia akan terjaga. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]