Oleh: Ashaima Va
Suaramubalighah.com, Opini — Ada apa dengan pengajian? Semangat masyarakat untuk memahami ilmu-ilmu Islam melalui ceramah keagamaan kini menjadi hal yang dipersoalkan. Sebagaimana yang viral baru-baru ini, Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri, ketika berbicara dalam acara Kick Off Meeting Pancasila dalam Tindakan Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, pada Kamis (16 Februari 2023). Megawati mengkritik sebagian ibu-ibu yang senang ikut pengajian dan mempertanyakan bagaimana dengan anaknya di rumah.
“Saya lihat ibu-ibu tuh ya, maaf ya, sekarang kan kayaknya budayanya, beribu maaf, jangan lagi nanti saya di-bully, kenapa toh senang banget ngikut pengajian. Iya lho, maaf beribu maaf. Saya sampai mikir gitu, ini pengajian ki sampai kapan to yo, anakke arep diapake (anaknya mau diapain)?,” kata Mega pada acara tersebut. (nasional.tempo.co, 24/02/2023).
Menurutnya ibu-ibu seharusnya berdaya dengan keluar rumah untuk bekerja. Sehingga masalah stunting bisa teratasi. Sontak saja pernyataan kontroversial ibu Megawati ini mendapat reaksi dari berbagai pihak.
Tidak hanya “dinyinyirin”, rupanya pembubaran pengajian pun terjadi. Seperti peristiwa pengusiran dan pembubaran pengajian yang dihadiri oleh Ustaz Hanan Attaki. Pengajian yang diadakan di Masjid Al-Muttaqien, Desa Laden, Kecamatan Pamekasan, Madura ini dibubarkan oleh Banser Nahdhatul Ulama (NU) bersama dengan warga. Ustaz Hanan Attaki menilai hal-hal yang menjadi keberatan Banser dan warga adalah fitnah semata. (Detik[dot]com, 18/2/2023)
Persekusi dan pembubaran pengajian marak terjadi di rezim yang berkuasa saat ini. Ghirah atau semangat masyarakat untuk memahami syariat Islam untuk diterapkan dalam keseharian dianggap sesuatu yang sia-sia bahkan berbahaya. Lagi-lagi gorengan radikal-radikul dijadikan framing menyesatkan terhadap umat yang ingin kembali pada syariat Rabb-nya yang kaffah.
Seharusnya pemerintah berkaca pada kebijakannya, mengapa tingkat stunting cukup tinggi di negeri ini. Solusi stunting dengan meminta ibu-ibu bekerja daripada ikut pengajian agaknya menjadi solusi yang jauh panggang dari api. Rezim ini tak memahami apa jadinya generasi jika para ibu sibuk bekerja di luar rumah dan meninggalkan anak-anaknya. Anak-anak motherless akan menjadi anak-anak yang kurang perhatian ibu yang semestinya menjadi madrasah pertama dan utama bagi anak-anak.
Islamofobia Buah dari Moderasi Beragama
Fenomena persekusi dan protes terhadap pengajian terjadi bukan secara tiba-tiba. Hal ini merupakan buah dari pengarusutamaan Islam moderat berbajukan moderasi beragama yang gencar dikampanyekan pemerintah. Muslim moderat adalah muslim yang mau menerima nilai-nilai demokrasi dan kesetaraan gender, sedangkan muslim radikal adalah muslim yang menolak demokrasi dan sekularisme liberal.
Ciri muslim yang bermoderasi beragama bisa dipahami dari buku rujukan muslim moderat yang dikeluarkan oleh RAND corporation pada tahun 2007 berjudul Building Moderate Muslim Network, pada bab 5 tentang Road Map for Moderate Network Building in the Muslim World (Peta Jalan untuk Membangun Jaringan Moderat di Dunia Muslim). Menurut buku tersebut muslim moderat adalah orang yang menyebarluaskan dimensi-dimensi kunci peradaban demokrasi. Termasuk di dalamnya gagasan tentang HAM, kesetaraan gender, pluralisme; menerima sumber-sumber hukum nonsektarian; serta melawan terorisme dan bentuk-bentuk legitimasi terhadap kekerasan.
Ringkasnya, Islam moderat adalah pemahaman Islam yang disesuaikan dengan pemikiran dan pemahaman Barat yang sekuler dan liberal. Dan muslim yang bermoderasi beragama adalah muslim yang mengadopsi Islam yang ramah terhadap nilai-nilai Barat yang bebas.
Dengan begitu wajar jika ada sebagian kalangan umat Islam yang begitu fobia dengan Islam kaffah sesuai tuntunan Rasulullah. Disematkanlah istilah radikal dan intoleran jika ada yang menyuarakan syariat Islam. Bagi yang tidak menerima moderasi beragama, ustaznya akan dipersekusi dan pengajiannya dibubarkan. Adanya umat dengan ghirah menuntut ilmu, Islam pun beroleh pelabelan negatif. Dianggap sebagai ibu yang menelantarkan anak.
Padahal sebagai seorang muslim, kita diperintahkan untuk ber-Islam secara kaffah. Bukan Islam yang memilah-milah dan mendiskreditkannya sebagai radikal hanya karena tidak sesuai dengan nilai liberal. Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian.”(TQS Al-Baqarah [2]: 208).
Terkait ayat tersebut, Ibnu Katsir menjelaskan, Allah SWT memerintahkan hamba-Nya yang beriman kepada-Nya dan membenarkan Rasul-Nya agar masuk ke semua simpul dan syariat Islam serta mengamalkan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya semampu mereka.
Begitu pula Allah memerintahkan hambanya untuk bertakwa dengan sebenar-benarnya takwa.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya, dan janganlah sekali-kali kalian mati kecuali kalian tetap dalam keadaan muslim.”(TQS Ali Imran [3]: 102)
Jika seorang muslim beriman pada Allah dan menerapkan semua yang Allah perintahkan, maka dia mulia di sisi Allah. Betapa pun label radikal melekat padanya. Sepatutnya pula umat tetap semangat menghadiri majelis-majelis ilmu. Karena hanya dengan ilmu dan amal sajalah kita bisa menjadi pribadi yang makin saleh dan bertakwa.
Moderasi beragama yang mereduksi Islam hanyalah akan membuahkan umat yang fobia pada agamanya sendiri. Nilai-nilai Barat sekuler yang diadopsi pun akan semakin membuat umat sengsara. Saatnya untuk kembali ke Islam kaffah dan tolak moderasi beragama.
Pahami Agama dengan Mengaji
Setiap muslim wajib memahami ilmu-ilmu agama dengan mengaji, tak terkecuali ibu-ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah dalam hadis riwayat Ibnu Majah:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Mencari ilmu itu wajib atas setiap Muslim.” (HR Ibnu Majah).
Dengan paham agama kita jadi mengerti hukum perbuatan manusia dan kewajiban terikat dengannya. Dengan mengaji bukan berarti menelantarkan. Dengan mengaji kita jadi memahami bahwa kewajiban seorang ibu untuk selalu hadir dalam me-ri’ayah/mengurusi tumbuh kembang si buah hati.
Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah juga bersabda:
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Siapa saja yang dikehendaki oleh Allah kebaikan, Dia akan memberikan kepada dirinya paham agama.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Hadirilah majelis-majelis ilmu. Semoga dengannya, Allah menghendaki kebaikan ada pada kita, terkhusus ibu-ibu. Wallahu a’lamu bishshawab. [SM/Ah]