Oleh: Ashaima Va
Suaramubalighah.com, Opini — Kekerasan yang dilakukan masyarakat hari ini semakin meningkat dan semakin sadis. Kasus viral tentang kekerasan yang dilakukan oleh seorang anak pejabat berinisial MD terhadap seorang anak pimpinan ormas berinisial D, begitu sadis hingga korban koma.
Ini bukan kasus satu-satunya dan pertama. Kasus kekerasan bak gunung es. Dalam waktu berdekatan pun ditemukan fakta matinya nurani keibuan. Jika dulu Ari meninggal oleh ibu tirinya, tapi kini Danendra meninggal dunia akibat dianiaya oleh ibu kandungnya. Bocah berusia 5 tahun yang berasal dari Pasar Atas Bangko, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin, Jambi tersebut dipukuli menggunakan sapu lantaran tidak mau menuruti ibunya mengambil air. (Krjogja.com, 26/02/2023)
Tak kalah sadisnya, seorang wanita berinisial AST yang memotong kelamin selingkuhannya, OG. Ancaman OG yang akan menyebar video saat mereka berhubungan seksual berbuah cekcok dan berakhir dengan luka serius pada alat vitalnya. (DetikNews, 27/02/2023)
Kasus lainnya terjadi di Deli Serdang, seorang balita diduga dibunuh oleh tetangganya sendiri yang masih remaja. Tak hanya membunuh, pelaku juga mencabuli korban. (DetikNews, 23/02/2023)
Publik pun sempat dikejutkan oleh video viral seorang suami yang menceburkan istrinya ke laut dari kapal Merak-Bakauhuni Lampung. Meski sang istri selamat karena berpegangan pada tali tambang di sisi kapal, tapi peristiwa tersebut cukup membuat netizen mengelus dada. (DetikNews, 24/2/2023)
Sungguh rasa kemanusiaan benar-benar telah mati. Kondisi masyarakat hari ini sungguh benar-benar sakit. Apa sebenarnya akar persoalannya? Dan apa yang menjadi penyebab tindakan kekerasan yang melampaui batas tersebut?
Kehidupan Kapitalisme-Sekularisme Menyempitkan Hidup
Sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini telah membawa kerusakan yang sangat parah. Kebijakan ekonomi dan politik pemerintah tidak populis. Hal ini menjadikan rakyat sebagai tumbal.
Kenaikan kebutuhan bahan pokok keluarga, kenaikan BBM, kenaikan tarif dasar listrik dan air bersih, serta berbagai pungutan pajak kian mencekik rakyat. Sementara pemutusan hubungan kerja semakin banyak, lapangan kerja sulit, usaha rakyat sepi terkena dampak pandemi, dan resesi ekonomi global. Sementara kekayaan hanya bisa dinikmati oleh mereka yang bermodal kuat. Sehingga kemiskinan terstruktur tak bisa dihindarkan. Maka pada level individu, kita banyak menemui orang-orang dengan level stres tinggi. Mudah meledak emosinya dan berujung pada melukai atau menghabisi.
Asas sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan menghantarkan pada kebahagiaan yang semu. Masyarakat mengejar kebahagiaan yang bersifat materialisme jasadiah. Kebahagiaan semu ini menyebabkan depresi pada masyarakat dan bertindak bebas tanpa aturan.
Sekularisme membawa kehidupan yang bebas nilai. Sekularisme menyebabkan hati gersang dan mudah emosi hingga membentuk perilaku yang sombong dan arogan, bahkan mudah bertindak sadis dan tega menghilangkan nyawa manusia. Menghempaskan hati sampai ke jurang hingga hilang rasa kemanusiaan.
Begitulah kehidupan kapitalisme-sekuler, menjadikan manusia tanpa hati. Kondisi ini sudah digambarkan dalam Al-Qur’an,
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaha [20]: 124)
Dalam penjelasan Tafsir Kementerian Agama, ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT menjelaskan orang-orang yang berpaling dari ajaran Al-Qur’an dan tidak mengindahkannya serta menentang petunjuk-petunjuk yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Maka sebagai hukumannya, manusia yang berpaling dari Al-Qur’an akan selalu hidup dalam kesempitan dan kesulitan.
Orang yang berpaling dari Al-Qur’an akan selalu bimbang dan gelisah walaupun dia memiliki kekayaan, pangkat, dan kedudukan, karena selalu diganggu oleh pikiran dan khayalan yang bukan-bukan mengenai kekayaan dan kedudukannya itu.
Orang yang menentang petunjuk Al-Qur’an akan selalu dibayangi oleh momok kehilangan kesenangan yang telah dicapainya, sehingga ia melakukan tindakan-tindakan yang menimbulkan kebencian dan kerugian dalam masyarakatnya.
Kemudian di akhirat nanti ia akan dikumpulkan Allah bersama manusia lain dalam keadaan buta mata hatinya. Sebagaimana dia di dunia selalu menolak petunjuk-petunjuk Allah yang terang benderang. Memicingkan matanya agar petunjuk itu jangan terlihat olehnya, sehingga ia berlarut-larut dalam kesesatan. Demikian pula di akhirat, ia tidak dapat melihat suatu alasan pun untuk membela dirinya dari ketetapan Allah Yang Mahaadil.
Kembali pada Sistem Islam, Solusi Memanusiakan Manusia
Islam sebagai sebuah sistem, memiliki aturan yang lengkap dan paripurna. Sesungguhnya Allah menurunkan risalah berupa Al-Qur’an untuk menuntun manusia. Saat dijadikan petunjuk hidup maka manusia akan hidup dalam ketenteraman. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Isra ayat 9:
إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
“Sungguh Al-Qur’an ini memberikan petunjuk ke jalan yang lebih lurus dan memberikan kabar gembira kepada kaum mukmin yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS Al-Isra’ [17]: 9)
Al-Qur’an merupakan penjelas segala sesuatu. Wajib menjadikannya sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
“Kami menurunkan kepada engkau Al-Kitab (Al-Qur’an) sebagai penjelas segala sesuatu, petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS An-Nahl [16]: 89)
Seperangkat aturan Islam yang komplit akan membawa keadilan saat diterapkan. Distribusi kekayaan akan merata. Pelayanan negara pada rakyat akan menjamin kesejahteraan. Tak akan ada penguasa yang zalim, karena syariat Islam begitu mengecamnya. Kesempitan hidup berganti kelapangan.
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar Ra’du: 28)
Ketakwaan individu-rakyat akan menjadi perhatian khusus negara. Maka tidak akan ditemui stres sosial. Selain itu penjagaan negara dengan syariat Islam terhadap pergaulan rakyatnya akan menjaga umat dari pemenuhan naluri seksual yang tidak halal. Alhasil, manusia akan kembali pada fitrah kasih sayangnya.
Untuk mengakhiri kekerasan yang tidak manusiawi dibutuhkan ketakwaan individu, masyarakat, dan negara (penguasa) yang dibuktikan dengan penerapan syariat Islam secara kaffah. Individu yang bertakwa akan mampu mengendalikan emosi sesuai tuntunan syariat Islam. Masyarakat yang bertakwa akan aktif beramar makruf nahi mungkar dan peduli dengan lingkungan sekitar. Pun negara yang bertakwa akan mengatur kehidupan bernegara sesuai dengan syariat Islam. Inilah jaminan terwujudnya kehidupan yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Wallahu a’lamu bishshawab. [SM/Ah]