Oleh: Hj. Padliyati Siregar, S.T.
Suaramubalighah.com, Muslimah dan Keluarga — Memiliki anak ialah fitrah manusia untuk melestarikan keturunan dan melangsungkan generasi. Siapa pun menginginkan anak dan cucu. Sehingga ketika ada yang tidak menginginkan anak atau childfree , maka jelas ini bentuk menyalahi fitrah.
Islam pun mendorong umatnya memiliki banyak keturunan. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَزَوَّجُوا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّيْ مُكَاشِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ
“Nikahilah perempuan yang pecinta (yakni yang mencintai suaminya) dan yang dapat mempunyai anak banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat (yang terdahulu).” (Shahih Riwayat Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Hakim dari jalan Ma’qil bin Yasar)
Islam menggariskan tujuan dari pernikahan adalah untuk li baqa’i nau (melestarikan keturunan). Anak adalah kesenangan hidup atau perhiasan di dunia bagi kedua orang tuanya. Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 14,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ
“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.”
Setiap orang tua muslim pasti menginginkan anaknya menjadi anak yang saleh/ salehah, berilmu, berbakti tidak hanya kepada orang tuanya, juga berkontribusi positif bagi masyarakat bahkan negara. Sebab anak akan menjadi penenang dan penyejuk perasaan sebagaimana dalam surat Al-Furqan ayat 74,
وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
“Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
Ayat di atas berisi bunyi bacaan doa yang dipanjat sepasang orang tua kepada Allah SWT agar diberikan keturunan. Melalui ayat tersebut diketahui bahwa kelahiran anak dalam sebuah keluarga mampu menjadi penenang hati dan menyejukkan perasaan orang tuanya.
Anak Saleh/ Salehah Sumber Kebahagiaan Orang Tua
Anak saleh/ salehah adalah aset utama dan terpenting bagi orang tua. Setiap orang tua berharap kehidupan yang terbaik bagi anaknya kelak. Anak yang sukses, bahagia di dunia juga akhiratnya.
Keinginan agar anak menjadi saleh/salehah adalah harapan yang mulia. Rasulullah saw. bersabda, “Apabila manusia telah meninggal dunia maka amalnya akan terputus, kecuali oleh tiga hal yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakan kedua orang tuanya.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan yang lainnya)
Juga Sabda Rasulullah saw., “Dan laki-laki yang meninggalkan anak saleh, anak itu akan mendoakan kebaikan untuknya.” (HR Ahmad dan Thabrani)
Tantangan Mewujudkan Anak Saleh/ Salehah
Arus sekularisme, kapitalisme, dan liberalisme telah menghantam mereka, membuat mereka hanyut terlalu jauh. Hedonisme menancap kuat dalam jiwa mereka, orientasi hidup mereka bukan lagi rida Allah dan surga-Nya.
Untuk mewujudkan anak yang saleh/ salehah dambaan setiap orang tua, sangatlah sulit di tengah arus sekularisme liberalisme. Potret buram mendominasi wajah mereka, gaya hidupnya jauh dari tuntunan Islam, iman dan kepribadian mereka rapuh.
Dengan kondisi ini, wajar kepribadian generasi muda Islam saat ini cenderung jauh dari nilai-nilai Islam. Mereka bahkan ter-sibghah gaya hidup serba bebas yang lahir dari proses sekularisasi pemikiran dan gaya hidup melalui berbagai cara yang buruk. Wajar pula jika mereka tumbuh menjadi generasi berkepribadian ganda, lebih suka menjadi pengekor dan pembebek daripada berusaha bangkit berjuang untuk kembali memimpin peradaban besar.
Ditambah peran ibu juga tak mampu memahami bahwa anak adalah amanah yang harus dididik sesuai kehendak Sang Pemberi Amanah, yakni Allah SWT sebagai Al-Khaliq Al-Mudabbir. Yang mereka pahami, anak adalah aset ekonomi yang harus dididik untuk tujuan-tujuan materi. Hingga tak sedikit dari mereka yang ringan hati menyerahkan peran dan tanggung jawab keibuannya kepada orang lain seperti pembantu rumah tangga atau lembaga-lembaga pendidikan.
Dari sini tampak betapa para ibu sebagaimana gambaran masyarakat kaum muslim pada umumnya, lebih suka mengadopsi pemikiran yang bersumber dari paham kapitalis sekuler daripada menjadikan Islam sebagai standar berpikir dan berperilaku. Kondisi ini diperparah dengan tiadanya peran negara.
Anak Saleh/ Salehah Butuh Tatanan Kehidupan yang Kondusif
Seorang anak tidak hanya hidup di rumah, tetangga, dan sekolahnya. Maka, kesalehan tentunya ada di setiap lini kehidupan kita. Artinya, lingkungan yang kondusif tidak cukup ada di rumah, lingkungan sekitar, dan sekolah saja. Sebab, kita hidup di dalam masyarakat yang terdapat berbagai aturan kehidupan.
Berbagai pemikiran, pemahaman, dan sikap ada di sekitar anak dan keluarga. Ketika suasana kehidupan tidak berjalan sesuai dengan Islam, akan terasa sangat berat membentuk anak saleh/ salehah. Maka, mendakwahkan Islam kaffah kepada masyarakat menjadi keharusan untuk dilakukan.
Setiap elemen masyarakat harus memahami bahwa Islam tidak hanya berada di ruang-ruang tertentu seperti rumah, masjid, atau sekolah Islam. Islam harus ada dalam sistem kehidupan. Sistem kehidupan Islam yang berlandaskan akidah Islam ini adalah wadah kesalehan yang harusnya didapatkan setiap muslim.
Tidak hanya terwujud anak yang saleh/ salehah, tetapi juga keluarga dan masyarakat yang saleh. Seluruh anggota masyarakat, baik yang tua dan muda, akan beriman dan bertakwa. Tugas orang tua melahirkan anak saleh/ salehah akan menjadi ringan. Keberkahan hidup akan dirasakan setiap orang yang hidup dalam sistem tersebut.
Allah SWT berfirman,
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan ayat-ayat kami, maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf: 96)
Upaya perubahan kehidupan dengan dakwah pemikiran harus digencarkan di masyarakat. Sebab, hanya dengan perubahan pemikiran akan terjadi perubahan sikap keberpihakan. Termasuk penyamaan tujuan yang ingin dicapai bahwa terbentuknya masyarakat dan generasi saleh/ salehah adalah penting untuk meraih keberkahan dari Allah. Mengubah tatanan kehidupan yang tidak islami menjadi kehidupan yang diridai oleh Allah SWT, yakni sebuah tatanan kehidupan yang menerapkan hukum Islam di setiap sisi kehidupan.
Adalah Khilafah Islamiah, sebuah sistem yang menerapkan Islam kaffah yang akan menjadi tatanan kehidupan hakiki bagi seluruh kaum muslimin. Akan lahir generasi terbaik, saleh dan salehah dari sistem mulia ini, yang tentu saja menjadi kebahagian bagi orang tuanya.
Wallahu a’lam. [SM/Ah]