Proyek Moderasi Beragama Menyerang Dunia Islam: Arab Saudi Menjelma Menjadi Negara Sekuler

  • Opini

Oleh: Mahganipatra

Suaramubalighah.com, Opini — Pembahasan tentang negara Arab Saudi memang menarik. Karena selain terdapat tempat suci umat Islam yaitu Ka’bah, negara Arab Saudi juga sering kali dijadikan role model negara yang menerapkan syariat Islam.

Padahal jika kita cermati, justru akhir-akhir ini sejumlah aturan beserta keputusan yang dirilis dan diedarkan oleh rezim Pangeran Muhammad bin Salman atau lebih dikenal dengan sebutan MBS telah menuai kontroversi dengan syariat Islam.

Muhammad bin Salman, melalui pejabat Kementerian Urusan Islam, Abdullah Latif Al Shaikh, telah membuat aturan baru. Tercatat ada 10 poin yang disampaikan oleh lembaga pemerintahan ini dalam akun Twitter-nya. Berikut beberapa aturan tersebut dikutip dari Middle East Monitor (Jumat, 10/03/2023):

1. Imam dan muazin tidak boleh absen kecuali sangat mendesak

2. Salat Tarawih (malam) tidak diperpanjang

3. Menyelesaikan salat Tahajud pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sebelum azan Subuh

4. Salat juga diminta diadakan dengan waktu yang cukup, agar tidak menyusahkan jemaahnya

5. Hal-hal seperti menggunakan kamera di masjid untuk memotret imam dan jamaah selama salat tidak diizinkan

6. Tidak mentransmisikan hal-hal terkait masjid atau menyiarkannya di media apa pun

7. Melarang masjid mengumpulkan sumbangan keuangan untuk mengatur makan, untuk berbuka puasa bagi orang yang berpuasa

8. Untuk buka puasa, makanan disiapkan dan di area yang ditentukan di halaman masjid bukan di dalam masjid itu sendiri. Ini nantinya dilakukan di bawah tanggung jawab dari imam dan muazin

9. Pembatasan jumlah dan volume pengeras suara yang mengumandangkan azan

10. Orang tua tidak diizinkan membawa anak ke masjid untuk salat

Tentu saja aturan-aturan ini memicu kemarahan dan reaksi keras dari umat muslim di seluruh dunia. Sebab aturan ini dianggap sebagai upaya rezim MBS untuk membatasi pengaruh Islam dalam kehidupan publik dengan menggunakan aturan pembatasan dalam praktik ibadah.

Menurut para kritikus, setelah MBS diangkat sebagai putra mahkota dan perdana menteri, MBS telah melakukan banyak reformasi aturan-aturan Islam yang dinilai dunia Barat sebagai aturan yang konservatif.

Benarkah aturan Islam itu konservatif hingga membutuhkan reformasi (perubahan)? Atau ada motif dan agenda lain di balik perubahan-perubahan yang sedang gencar dilakukan MBS terhadap negara Arab Saudi.

Moderasi Islam Membawa Negara Arab Saudi Menuju Sekuler

Sejak Muhammad bin Salman (MBS) diangkat menjadi putra mahkota sekaligus sebagai perdana menteri Arab Saudi, berbagai peraturan kontroversial muncul dan menjadi sorotan khalayak umum. Misalnya ketika MBS mengizinkan miras dijual bebas di negara Arab Saudi dan perubahan aturan terhadap perempuan. Dimana perempuan boleh bepergian tanpa didampingi mahram. Perempuan dibolehkan untuk mengganti namanya tanpa seizin walinya, serta boleh menyetir mobil dan tinggal sendirian tanpa didampingi walinya. Bahkan perempuan juga boleh menjadi tentara.

Selain itu, negara Arab Saudi juga secara terbuka telah mengundang para investor untuk berinvestasi di bidang pariwisata. Dengan memberikan izin kepada para investor untuk membangun kasino di Pulau Tiran dan Pulau Sanafir. Sebagai proyek ambisius negara Arab Saudi yang lain, adalah dengan membuka pantai bikini di Pure Beach sejak 2021. Hal ini dilakukan untuk tujuan meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata. Kemudian negara Arab Saudi juga telah menggelar pesta Halloween dan perayaan Valentine’s Day secara terbuka dan sangat meriah.

Hal ini membuktikan bahwa negara Arab Saudi di bawah rezim MBS telah benar-benar melakukan pergeseran haluan kebijakan menuju negara sekuler dan liberal. MBS semakin mengokohkan komitmennya untuk mengusung penerapan Islam moderat melalui program moderasi Islam yang sudah dimulai sejak tahun 2017. Dengan menjadikan negara Arab Saudi sebagai negara yang terbuka pada ide-ide yang berasal dari Barat.  Dan memastikan akan terbuka juga pada semua agama dan semua negara. (detiknews.com)

Oleh sebab itu, pandangan bahwa negara Arab Saudi merupakan role model negara yang menerapkan syariat Islam, tentu dengan sendirinya menjadi gugur. Karena saat ini, tak ada satu pun negeri-negeri muslim yang menerapkan hukum Islam secara kaffah. Sehingga hal ini berdampak pada kondisi umat Islam di hampir seluruh negeri muslim bagaikan buih di lautan, lemah dan tak berdaya.

Apalagi dengan semakin gencarnya program moderasi beragama yang diprakarsai oleh Amerika dan sekutunya. Menjadikan umat muslim makin dicengkeram oleh sekularisme dan liberalisme. Tidak terkecuali negara Arab Saudi.

Moderasi Beragama Menolak Relasi Islam dengan Negara

Gencarnya program moderasi beragama yang dicangkokkan ke dalam pemikiran umat muslim oleh Barat, khususnya RAND Corporation, dalam rangka melumpuhkan agama Islam. Telah membuat sebagian tokoh muslim yang mengaku cendekiawan muslim panen raya. Dengan imbalan materi, mereka sibuk untuk melakukan cocokologi pemikiran umat Islam, agar mampu memengaruhi pemikiran dan cara pandang umat Islam terhadap relasi agama dan negara.

Walaupun belepotan, mereka sibuk memelintir dalil untuk merusak akidah umat. Melalui tangan-tangan mereka, program moderasi beragama, sekularisasi, dan demokratisasi-liberalisme kian masif disuntikkan ke dalam dunia Islam. Sehingga tanpa sadar telah menggeser pemikiran dan cara pandang umat Islam terhadap peran agama dan negara. Agama mulai dipisahkan dari negara. Agama ditempatkan di ruang-ruang privat, dan negara harus terbebas dari semua hal yang berkaitan dengan agama.

Ironisnya, dari pandangan ini umat juga diseru dan didorong agar menolak semua bentuk formalisasi ajaran Islam pada ranah negara. Dengan menganggapnya sebagai bentuk sektarian yang akan berpotensi memecah belah umat dan mengancam keutuhan persatuan dan kesatuan negara. Walhasil kondisi ini telah menjadikan umat Islam kian terpuruk, terjajah dan kehilangan kewibawaan dan kemuliaannya. Umat Islam telah kehilangan jati dirinya sebagai umat terbaik.

Fungsi dan Urgensitas Negara dalam Pandangan Islam

Pada dasarnya Islam tidak bisa dipisahkan dari negara. Relasi Islam dengan negara sudah dibahas di dalam kitab-kitab turats para ulama Aswaja. Bukan hanya di dalam kitab-kitab Al-siyaasat Asy-syar’iyyah, bahkan di dalam kitab-kitab fikih, hadis, tafsir, sirah, dan kitab-kitab lainnya, para ulama telah banyak membahas dalam kajian-kajiannya.

Para ulama sudah sepakat bahwa negara merupakan instrumen penting secara syar’i yang memiliki fungsi untuk menjaga Islam. Sementara Islam sendiri akan menjadi asas negara dan kekuasaan. Hal ini bahkan diistilahkan oleh Imam Al-Ghazali, bahwa negara dan agama Islam bagaikan saudara kembar. Imam Al-Ghazali menyatakan: “Kekuasaan (negara) dan agama merupakan saudara kembar. Agama adalah asas, sedangkan kekuasaan adalah penjaga. Kekuasaan tanpa asas akan binasa, sedangkan asas tanpa penjaga akan terlantar” (Imam Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum Ad-Din, juz I/17. Maktab Syamilah).

Oleh karenanya, maka urgensitas keberadaan negara dan pemerintah merupakan sesuatu yang sangat penting. Sebab negara merupakan alat yang berfungsi untuk menerapkan hukum-hukum Islam serta berperan dalam menyebarkan risalah Islam keseluruhan penjuru dunia.

Hal ini telah terekam jelas dalam praktik kenegaraan di era awal Islam. Rasulullah saw. telah membina negara Islam pertama di Madinah. Beliau telah mengatur urusan warga Madinah, dan menyebarkan Islam ke seluruh Jazirah Arab. Maka ini menjadi bukti bahwa negara merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam. Keberadaan negara Islam merupakan konsekuensi dari keimanan secara logis dan juga menjadi bukti sejarah, hukum, dan kebutuhan umat Islam untuk menjalankan agamanya secara menyeluruh.

Khatimah

Program moderasi beragama merupakan alat negara Barat untuk menyerang, menguasai, dan menjajah negara-negara muslim. Terperangkapnya negara Arab Saudi menjadi negara sekuler harus menjadi alarm kuat bagi para dai/ daiyah serta mubalighah. Bahwa program moderasi beragama akan menghambat kebangkitan umat untuk memahami Islam ideologi. Dan ini sangat berbahaya.

Oleh karena itu, umat  membutuhkan institusi negara yang memiliki karakter ideologis yang akan menyatukan agama dan negara. Negara ini yang akan menjadi penjaga dan perisai akidah umat Islam. Sehingga umat Islam akan kembali berjaya dan seluruh umat Islam akan terpelihara serta terjaga kemuliaan dan kewibawaannya. Dan negara itu bernama Khilafah Islamiyah.

Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]