Mendudukkan Makna Hadis untuk Menentukan Awal dan Akhir Ramadan

  • Hadis

Oleh: Siti Murlina, S.Ag.

Suaramubalighah.com, Hadis Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda:

صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَ أَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ

Artinya:

“Berpuasalah kalian dengan melihat hilal dan berbukalah (mengakhiri puasa) dengan melihat hilal.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits yang lain dari Ibnu Umar ra., Rasulullah saw. bersabda:

إذا رأيتموه فصوموا، وإذا رأيتموه فأفطروا، فإن غُمَّ عليكم فاقدروا له

Artinya:

“Jika kamu melihat dia (hilal) maka berpuasalah kamu, dan jika kamu melihat dia (hilal) maka berbukalah, jika pandangan kamu terhalang mendung maka perkirakanlah. (HR Bukhari, Muslim, An-Nasa`i, Ahmad)

Hadits-hadits di atas merupakan dalil sharih (terang atau jelas) dalam menentukan awal dan akhir Ramadan (satu Syawal, Idulfitri) adalah dengan melihat hilal (bulan sabit sangat muda) dengan mata (ru‘yatul hilal bil ‘ain).

Penentuan awal Ramadan dengan rukyatul hilal ini merupakan cara yang disyariatkan oleh Allah SWT sebagaimana firman-Nya:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

Artinya:

“Karena itu, barang siapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut. (QS Al-Baqarah (2): 185)

Memaknai dari pengertian hadits dan ayat tersebut memandang bahwa penentuan awal bulan Qamariyyah (kalender Hijriyah) hanya dilakukan dengan rukyatul hilal (melihat bulan baru) dari suatu tempat di muka bumi secara langsung.

Dengan perkataan lain, penentuan awal bulan Qamariyah tidak dapat didasarkan pada metode hisab. Dalam hal ini memang ada ikhtilaf di kalangan ulama, antara metode rukyatulhilaldengan metode hisab. Di kalangan yang mengadopsi rukyatulhilal sendiri ada perbedaan apakah memperhatikan perbedaan mathla(rukyat lokal) atau tidak memperhatikan perbedaan mathla’ (rukyat global). Ikhtilaf dalam perkara ini merupakan ikhtilaf yang diakui.

Dan menurut pendapat yang rajih berdasarkan mazhab jumhur yaitu Hanafi, Maliki, dan Hambali, rukyatulhilalyang dimaksud, bukanlah rukyat lokal yang berlaku untuk satu mathla (seperti dalam madzhab Syafi’i), melainkan rukyat yang berlaku secara global, dalam arti rukyatul hilal di salah satu negeri muslim berlaku untuk kaum muslim di negeri-negeri lain di seluruh penjuru dunia. (Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz II, halaman 605).

Oleh sebab itu, meski penentuan awal dan akhir Ramadan merupakan masalah khilafiyah, dalam hal ini penguasa atau khalifah nanti akan mengadopsi hukum. Tentu pendapat yang diadopsi adalah pendapat yang kuat (rajih) yang sejalan dengan persatuan umat dan kesatuan negara, yaitu pendapat jumhur ulama yang mewajibkan penggunaan rukyatulhilal global (bukan hisab) yang diberlakukan seluruh dunia.

Menetapkan dan melegalisasi hukum ibadah dapat menjadi wajib bagi khalifah), jika terkait dengan persatuan umat dan kesatuan negara. Jadi meski hukum dasarnya khalifah tak mengadopsi, tapi demi kesatuan umat dan persatuan negara, khalifah akan mengadopsi beberapa hukum ibadah, seperti penentuan waktu ibadah haji, penentuan awal Ramadan, dan penentuan Idulfitri dan Iduladha. (Taqiyuddin An-Nabhani, Muqaddimah Ad-Dustur, hal.21). 

Khalifah selain mendapatkan amanat untuk menjalankan hukum-hukum Allah, juga untuk menyelesaikan perbedaan di tengah umat dalam menentukan awal bulan Qamariyah. Sebab jika Khalifah mengadopsi satu ijtihad dari sekian ijtihad syari yang ada, maka hanya pendapat itulah yang wajib diamalkan oleh seluruh kaum muslim. Dengan demikian akan hilanglah perbedaan pendapat dan terwujud persatuan. Karenanya kaidah fiqih menyebutkan:

أمر الإمام يرفع الخلاف في المسائل الإجتهادية

“Perintah Imam (khalifah) menghilangkan perbedaan pendapat dalam masalah-masalah ijtihadiyah (khilafiyah).

Penentuan dan penetapan awal dan akhir Ramadan bukan hanya soal ibadah saja, tetapi hal tersebut merupakan syi‘ar Islam dan simbol persatuan umat Islam di seluruh dunia.

Walaupun merupakan hal cabang dalam masalah fikih, namun di sisi lain karena ia adalah syi‘ar, maka kesatuan umat Islam di seluruh penjuru dunia menjadi sangat penting. Seyogianya dalam hal ini seluruh umat Islam punya kesatuan dan kesamaan sudut pandang. Cukuplah firman Allah SWT sebagai pengingat.

وَا عْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖ وَا ذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَآءً فَاَ لَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَ صْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖۤ اِخْوَا نًا ۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّا رِ فَاَ نْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَـكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ

Artinya:

“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.(QS Ali ‘Imran (3):103)

وَاَ نَّ هٰذَا صِرَا طِيْ مُسْتَقِيْمًا فَا تَّبِعُوْهُ ۚ وَلَا تَتَّبِعُوْا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهٖ ۗ ذٰ لِكُمْ وَصّٰٮكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Artinya:

“Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-An’am (6):153)

Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ln]