Oleh: Bunda Nurul Husna
Suaramubalighah.com, Opini – Bagi mukmin sejati, berada di penghujung bulan Ramadan akan menjadikan dirinya makin bersemangat beribadah dan melakukan berbagai amal kebaikan. Menyempurnakan penunaian semua perkara yang wajib dan memperbanyak amalan sunah. Karena sesungguhnya Ramadan adalah bulan dilipatgandakannya pahala amal saleh, terlebih lagi di 10 hari terakhir bulan Ramadan. Terlebih yang menjadi penentu adalah kesempurnaan akhir dari sebuah amal dan bukan buruknya permulaan. Artinya, amal itu tergantung pada penutupnya.
Keistimewaan 10 Hari Terakhir Ramadan
Keistimewaan terbesar yang ada pada 10 hari terakhir bulan Ramadan adalah Lailatulqadar, malam diturunkannya Al-Qur’an. Malam yang lebih baik dari 1000 bulan.
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Para malaikat dan ar-Ruh (Jibril) turun dengan izin Rabb-nya untuk mengurus setiap urusan. Keselamatan pada malam itu hingga terbit fajar.” (QS. Al Qadar/ 97: 1-5)
Oleh karenanya, Rasulullah saw. lebih bersemangat lagi beribadah pada 10 hari terakhir Ramadan, demi berburu keutamaan Lailatulqadar, sebagaimana yang diriwayatkan dari Aisyah ra., “Rasulullah saw. ketika memasuki 10 Ramadan terakhir, beliau kencangkan ikat pinggang (bersungguh-sungguh dalam ibadah), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah).” (HR. Bukhari No. 2024 dan Muslim No.1174)
Baginda Rasulullah saw. juga memotivasi kaum muslimin untuk mencari Lailatulqadar di 10 hari terakhir Ramadan terutama di malam-malam ganjil, sebagaimana sabdanya dalam hadis, “Carilah Lailatulqadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan” (HR. Bukhari No 2017).
Membaguskan Amal di Penghujung Ramadan
Para ulama telah banyak mengingatkan kaum muslimin untuk memerhatikan bagian akhir dan penutupan amal kita selama Ramadan. Sebagaimana yang dinasihatkan oleh Al-Hafizh Imam Ibnu Rajab rahimahullah, “Wahai hamba-hamba Allah, sungguh bulan Ramadan telah bertekad untuk pergi, dan tidak tersisa waktunya kecuali sedikit, maka siapa yang telah berbuat baik di dalamnya hendaklah ia menyempurnakannya, dan siapa yang telah menyia-nyiakannya hendaklah ia menutupnya dengan yang lebih baik.” (Lathooiful Ma’arif, Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah, Hal.216)
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, “Yang menjadi ukuran adalah kesempurnaan akhir dari sebuah amal, dan bukan buruknya permulaan”. Kemudian Imam Hasan Al-Basri juga mengatakan, “Perbaguslah apa yang tersisa bagimu, maka Allah akan mengampuni apa-apa yang telah lalu. Maka manfaatkanlah sebaik-baiknya apa yang masih tersisa, karena kamu tidak tahu kapan rahmat Allah itu akan dapat diraih”
Sedangkan Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziy rahimahullah mengingatkan, “Seekor kuda pacu jika sudah berada mendekati garis finish, dia akan mengerahkan seluruh tenaganya agar meraih kemenangan, karena itu jangan sampai kuda lebih cerdas darimu. Sesungguhnya amalan itu ditentukan oleh penutupnya. Karena itu, jika kamu termasuk orang yang tidak baik dalam penyambutan, semoga kamu bisa melakukan yang terbaik saat perpisahan.”
Maka setiap mukmin sejati hendaknya benar-benar memanfaatkan apa-apa yang tersisa di hari-hari terakhir Ramadan. Mengisinya dengan berbagai ketaatan dan amal ibadah pada Allah SWT. Terutama mencari Lailatulqadar dan bertekad kuat untuk mendapatkan kemuliannya. Inilah yang seharusnya menjadi fokus perhatian setiap mukmin di penghujung Ramadan.
Jangan Biarkan Ramadan–mu Tercuri
Bagi seorang muslimah terutama para ibu, hari-hari terakhir Ramadan tentu menjadi tantangan tersendiri baginya. Di satu sisi para ibu punya tanggung jawab untuk menyiapkan segala kebutuhan keluarga terkait dengan persiapan Idulfitri. Dan pada saat yang sama para ibu punya keharusan dan kebutuhan untuk menjaga komitmen beribadah di penghujung Ramadan agar tetap bersemangat dan lebih giat beribadah, tidak kendur sedikit pun. Ini sebagaimana teladan Rasulullah saw. dan para istri beliau, serta contoh para ulama salafushshalih dalam membaguskan amal di penghujung bulan Ramadan. Dengan kata lain, jangan pernah membiarkan Ramadan kita tercuri.
Ada beberapa perkara yang berpotensi besar mencuri Ramadan kita sebagai mukmin, terutama para ibu dan muslimah. Mencuri peluang pahala yang bisa kita raih sebesar-besarnya terutama di 10 hari terakhir Ramadan. Mencuri perhatian kita dari membaguskan ibadah kepada Allah SWT. Mencuri peluang besar kita untuk dapat ampunan dari Allah SWT. Mencuri waktu-waktu berharga kita untuk beribadah dan menyempurnakan ketaatan pada Allah SWT, lalu mengalihkannya pada perkara duniawi yang melenakan. Maka hendaknya kita waspada terhadap si pencuri Ramadan tersebut, antara lain:
- Sibuk memasak dan membuat kue lebaran yang menghabiskan banyak waktu kita dan membuat kita lelah sehingga hanya menyisakan kelelahan fisik yang menjadikan kita tidak optimal berburu Lailatulqadar dan beribadah pada Allah SWT.
- Tayangan televisi dan media sosial. Mukmin hendaknya bijak dalam mengakses media sosial dan hanya menggunakannya semata-mata untuk kebaikan dan urusan dakwah Islam. Adapun tayangan televisi, harus bijak memilih hanya tayangan yang mengandung kebaikan saja, tidak menghabiskan banyak waktu, bahkan sebisa mungkin menghindarinya.
- Perdagangan dan perniagaan yang melenakan. Jangan sampai usaha, bisnis, pekerjaan dan perdagangan yang kita lakukan menyita banyak waktu Ramadan kita yang menjadikan kita kehilangan peluang meraih banyak pahala dalam ibadah pada Allah SWT serta ampunan dari Allah SWT.
- Pasar, mall, dan toko. Tawaran diskon besar-besarnya berbagai produk dan pernak-pernik lebaran, kerapkali menjadi pencuri Ramadan kita. Hendaknya mukmin bersikap bijak dalam hal ini. Berburu Lailatulqadar lebih utama daripada berburu diskon besar.
Inilah perkara yang seharusnya kita waspadai bersama. Jangan sampai perhatian kita sebagai ibu dan muslimah terhadap bagusnya amal-amal kita di penghujung Ramadan, justru teralihkan pada hal-hal yang menyibukkan kita pada persoalan duniawi.
Meski semua perkara itu mubah (boleh), namun hendaknya tidak melalaikan kita dari fokus utama menghidupkan hari-hari terakhir bulan Ramadan dengan berbagai ibadah dan ketaatan pada Allah SWT, demi berburu kemuliaan Lailatulqadar, demi mendapatkan rida dan kasih sayang Allah SWT, dan demi mendapatkan ampunan serta maaf dari Allah SWT atas segala dosa dan khilaf kita di masa lalu. Inilah perkara penting yang seharusnya menjadi fokus mukmin di penghujung Ramadan.
Amalan yang Bisa Dilakukan di Penghujung Ramadan
Maka jelaslah bahwa kesibukan para ibu dan muslimah dalam perkara yang mubah dalam menyiapkan Idulfitri, hendaknya tidak mengabaikan keutamaan sepuluh hari terakhir Ramadan. Dan juga tidak menjadikannya kendur dalam penunaian ibadah dan ketaatannya pada Allah SWT. Adapun aktivitas yang bisa dilakukan oleh mukmin demi membaguskan amalnya di hari-hari terakhir Ramadan adalah:
- Menyempurnakan berbagai perkara yang wajib seperti shalat wajib, puasa Ramadan, membayar zakat fitrah dan zakat mal, birrulwalidaini, menggiatkan thalabul–ilmi, tadabbur Al-Qur’an, melejitkan semangat berdakwah, dan menyerukan Islam kaffah, dan lain-lain.
- Memperbanyak amalan sunnah, seperti salat sunah Rawatib, salat Tarawih, memperpanjang salat Tahajud, tilawah Al-Qur’an bahkan mengkhatamkannya, beriktikaf di masjid, berburu Lailatulqadar, memperbanyak zikir, mendahsyatkan doa, memperbanyak istighfar, memperbanyak infak shadaqah dan membantu dhuafa, dan lain-lain.
Demikianlah tuntunan Islam dalam menghadapi hari-hari terakhir bulan Ramadan. Mukmin hendaknya mengerahkan segala kesungguhannya untuk berburu Lailatulqadar dan membaguskan amal-amalnya di penghujung Ramadan, sebagaimana teladan Rasulullah saw. dan para ulama salafushshalih. Tabiat dan tradisi amal bulan Ramadan yang sesungguhnya telah dipahami dan biasa dilakukan oleh kaum muslimin sejak generasi sahabat, tabiin, tabiut tabiin, serta kaum muslimin di masa tegaknya peradaban Islam.
Namun kini, di masyarakat sekuler liberal, kaum muslimin makin jauh dari semangat penunaian berbagai amal ibadah dan ketaatan yang utama pada Allah SWT, dan cenderung teralihkan pada perkara-perkara yang justru menjauhkannya dari ketaatannya yang sempurna pada Rabb-nya. Tersebab oleh lingkungan masyarakat dan sistem yang ada, justru mendorong umat jauh dari ketaatan.
Karenanya, umat butuh diingatkan untuk terus sabar dalam ketaatannya pada Allah SWT, meski sistemnya belum mendukung. Maka, butuh adanya nasihat yang baik dan seruan dakwah Islam kaffah yang terus digaungkan secara istikamah oleh jemaah dakwah Islam dan umat secara keseluruhan, demi mengembalikan kesadaran dan pemahaman umat tentang Islam. Dan demi terwujudnya kembali sistem Islam kaffah dalam naungan Khilafah. Sehingga umat selalu terbimbing oleh negara dan mampu bersikap benar dalam menjalani Ramadan-nya, dan mendapatkan keutamaan Ramadan serta ampunan Allah SWT.
Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]