Oleh: Mahganipatra
Suaramubalighah.com, Opini – Seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Australia berinisial MBCAA, 48 tahun, dikabarkan telah meludahi imam Masjid Al-Muhajir di Kecamatan Buahbatu, Kota Bandung, Jawa Barat. Hal ini terjadi disebabkan karena WNA tersebut merasa terganggu dengan suara murottal Al-Qur’an yang diperdengarkan melalui speaker masjid.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Azrul Tanjung menegaskan, bahwa aparat penegak hukum harus bertindak tegas dalam kasus ini. Negara harus hadir dan memiliki identitas dengan memberikan pemahaman mengenai budaya Indonesia.
Pemerintah dan pihak terkait, baik Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Luar Negeri, pemerintah daerah, maupun tour guide, harus memberikan pengertian tentang budaya negara Indonesia. WNA yang datang ke Indonesia harus memberikan penghormatan terhadap setiap aturan, budaya dan perayaan keagamaan yang ada di wilayah Indonesia. Dilansir dari Media Indonesia.com, Sabtu (29/4).
Peran dan Identitas Negara dalam Menjaga Kewibawaan dan Kedaulatan Negara
Tindakan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh MBCAA, Pria asal Australia yang masuk ke masjid dan mematikan suara lantunan ayat suci Al-Qur’an yang diputar oleh imam masjid melalui ponselnya. Kemudian mematikan pengeras suara yang disambungkan ke ponsel dan membanting ponsel tersebut, seraya melontarkan kalimat kasar serta meludahi muka imam masjid.
Hal ini bukan kasus yang pertama kali terjadi. Namun sebelumnya di Bali, juga pernah terjadi kasus yang serupa. Dua orang WNA cekcok dengan petugas keamanan desa adat (pecalang) di Sukawati, Gianyar, karena mereka menolak mengikuti aturan adat di Bali saat perayaan Hari Nyepi.
Maka ini membuktikan bahwa sosialisasi terhadap budaya Indonesia sangat lemah sehingga WNA dapat berlaku sewenang-wenang di negeri ini. Padahal kedudukan mereka hanya sebagai pelancong yang semestinya bertindak sesuai dengan aturan dan menghargai adat budaya di negeri ini. Oleh karena itu negara harus hadir dengan memberikan hukuman yang setimpal dan bukan sekadar peringatan saja. Sebab tindakan tersebut merupakan tindakan yang melanggar hukum. Jangan sampai negara dilecehkan.
Negara harus memiliki aturan dan wewenang untuk melakukan tindakan administratif terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan.
Sehingga kehadiran negara akan sesuai dengan fungsinya, yaitu mampu menciptakan suasana yang kondusif bagi masyarakat serta mampu melindungi masyarakatnya. Jangan sampai masyarakat merasa terusik dan terganggu, oleh tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh WNA.
Sayangnya, saat ini peran dan fungsi negara untuk melindungi keamanan dan kedaulatan negara terjegal oleh aturan-aturan yang muncul demi kepentingan sistem ekonomi kapitalisme. Yang berdampak pada perubahan paradigma dalam berbagai aspek ketatanegaraan seiring dengan bergulirnya globalisasi dan reformasi di seluruh aspek kehidupan masyarakat dunia.
Perubahan ini kian berkembang dan menjadi tuntutan di dalam pergaulan internasional dengan membentuk hukum baru dalam wujud konvensi hukum internasional yang telah ditandatangani dalam bentuk konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam aturan ini, setiap negara peserta terikat kontrak agar tunduk dan patuh terhadap setiap aturan yang telah disepakati sesuai dengan perjanjian internasional.
Padahal melalui konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa, negara adidaya Amerika Serikat telah menjadikan konvensi ini sebagai alat untuk melegalkan ambisi dan kekuasaan politiknya untuk melawan negara-negara yang bersebrangan dengan kebijakan politik negara tersebut.
Melalui perjanjian ini, kepentingan ekonomi kapitalisme telah merancang dan menciptakan perubahan peraturan perundang-undangan, baik di bidang ekonomi, industri, perdagangan, transportasi, ketenagakerjaan, maupun peraturan di bidang lalu lintas orang dan barang. Sehingga terjadi kemudahan prosedur pelayanan bagi setiap orang asing untuk tinggal dan menetap di negeri ini. Terutama bagi investor yang akan berinvestasi di negeri ini.
Negara telah bertindak ceroboh dengan membuka pintu investasi seluas-luasnya di berbagai bidang kepada para investor. Tanpa memperhatikan kedudukan dan keamanan negara dengan mempertimbangkan posisi negara asal investor berdasarkan kepentingan politik dalam negeri dan luar negeri.
Sementara di dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan An-Nasa’i dari Anas, Anas berkata; Rasulullah saw. bersabda:
“Janganlah kalian minta penerangan dengan apinya orang-orang musyrik”,
Artinya: jangan menjadikan api mereka sebagai penerangan kalian adalah kinayah (kiasan) bahwa hadis ini merupakan larangan mengadakan persekutuan dengan orang-orang musyrik.
Selain itu, pengawasan dan aturan yang lemah dari negara juga telah berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap aspek kedaulatan negara dalam posisi hubungannya dengan negara lain. Hal ini terjadi karena negara kehilangan identitasnya sebagai negara ideologi. Sehingga tidak mampu memberikan pelayanan terhadap keamanan dan kenyamanan masyarakat dari gangguan yang datang dari Warga Negara Asing (WNA).
Kedudukan WNA dalam Pandangan Islam
Islam merupakan din yang sempurna, yang mampu mengatur dan menjelaskan seluruh urusan umat manusia dari sisi akidah maupun dalam bentuk sistem kehidupan. Di dalamnya diatur seluruh aspek kehidupan dengan sangat terperinci dan secara praktis akan mampu diterapkan kepada masyarakat di dalam seluruh urusan kehidupan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Artinya bahwa interaksi anggota masyarakat dengan sesama mereka, atau dengan masyarakat dari negara dan bangsa lain, akan selalu diatur berdasarkan sistem Islam secara sempurna dan menyeluruh dengan asas penyebaran dakwah Islam. Pengaturan ini akan tampak pada sikap dan konsep politik luar negeri yang dijalankan oleh negara Islam melalui metode yang tetap dan tidak pernah berubah yaitu metode dakwah dan jihad.
Hanya saja dalam praktiknya, pada kondisi tertentu adakalanya kaum muslim mengalami kondisi, di mana umat Islam harus menerapkan strategi dan uslub-uslub tertentu yang diterapkan oleh negara. Sehingga akan tampak dalam kebijakan politik luar negeri negara Islam. Negara Islam yaitu Khilafah Islamiah terikat dengan posisi dan kedudukannya sebagai negara ideologi dengan negara-negara kafir dalam hubungannya sebagai negara tetangga.
Maka di dalam Islam dikenal dengan istilah kafir dzimmi, kafir harbiy fi’lan, kafir harbiy hukman dan muahid. Terdapat perbedaan yang mendasar terkait perlakuan negara Islam yaitu Khilafah dalam memperlakukan negara dan warga negara tersebut. Warga Negara Asing (WNA) dari negara kafir harbiy fi’lan tidak diberi izin masuk ke dalam negara Khilafah, kecuali jika dia datang untuk mendengar kalamullah (mempelajari Islam), atau untuk menjadi dzimmi dalam naungan negara Khilafah. Jika warga negara dari negara kafir ini tetap masuk ke negara Khilafah, bukan untuk mendengar kalamullah, juga bukan untuk menjadi dzimmi, maka jiwa dan hartanya halal, yaitu dia boleh dibunuh, atau dijadikan tawanan, dan hartanya boleh diambil (An-Nabhani, 1990: 293).
Sebaliknya, jika termasuk kategori hukman dan muahid, yaitu tidak sedang berperang dengan umat Islam, maka negara Khilafah boleh mengadakan perjanjian dengan negara kafir seperti ini; misalnya perjanjian dagang, perjanjian bertetangga baik, dan lain-lain. Warga negaranya diberi izin masuk ke negara Khilafah untuk berdagang, rekreasi, berobat, belajar, dan sebagainya. Jiwa dan hartanya tidak halal bagi umat Islam.
Namun, jika warga negara tersebut masuk secara liar, yaitu tanpa izin negara Khilafah, maka hukumnya sama dengan warga negara yang sedang berperang dengan umat Islam, yakni jiwa dan hartanya halal (An-Nabhani, 1990: 293). Jika warga negara tersebut masuk dengan izin negara, dia tidak boleh tinggal di negara Khilafah kecuali dalam jangka waktu tertentu, yaitu di bawah satu tahun (An-Nabhani, 1994: 233).
Demikianlah pandangan Islam yang berkaitan dengan kedudukan WNA Sehingga terealisasi keamanan di seluruh wilayah negeri-negeri muslim. Sebab dalam sistem Islam, negara memiliki kewajiban untuk menjamin keamanan setiap warga negaranya dari berbagai macam gangguan. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ln]