Sekulerisme Melahirkan Gaya Hidup Tak Peduli Agama

  • Opini

Oleh: Ashaima Va

Suaramubalighah.com, Opini – Masyarakat dan media sosial menjadi bagian tak terpisahkan pada era mutakhir. Tengok saja aplikasi yang harus ada pada ponsel pintar mereka yang tak jauh-jauh dari Facebook, TikTok, Instagram, dan YouTube. Konten kreator bahkan kini jadi profesi yang menjanjikan. Semakin banyak pengikut semakin banyak pula uang akan didapat, belum lagi endorsement dari produk-produk.

Menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) generasi muda adalah pengguna internet paling banyak. Tingkat penetrasi internet di kelompok usia 13-18 tahun mencapai 99,16% pada 2021-2022. Lalu disusul oleh kelompok usia 19-34 tahun dengan tingkat penetrasi internet sebesar 98,64%. Tingkat penetrasi internet di rentang usia 35-54 tahun sebesar 87,30%. (dataindonesia.id, 13/6/2022)

Sayangnya di tengah kehidupan masyarakat yang liberal banyak konten yang tak memperhatikan nilai-nilai keislaman. Ada yang minim adab, buka aurat dengan berpakaian minim, flexing ala-ala crazy rich, atau yang lebih parah menistakan agama sendiri. Misalnya Lina Mukherjee, demi mendulang viewers, dia membuat konten yang melanggar hukum Allah, yaitu memakan kulit babi. Tak hanya itu Lina dinilai telah meniastakan agama Islam karena dalam kontennya dia mengucap bismillah. Lina Mukherjee akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Subdit V Siber Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Selatan, atas unggahan video koten memakan kulit babi. (kompas.com, 27 April 2023)

Begitu mudahnya para selebgram atau youtuber mempertontonkan pelanggaran syari’at. Masih lekat ingatan kita pada Awkarin, selebgram yang banyak digandrungi kawula muda tersebut dulunya adalah hijaber. Namun dalam kontennya kini tak malu untuk memperlihatkan pergaulan bebas, kehidupan malam, dan khamr. Naudzubillahi min dzalik.

Tak hanya Lina Mukherjee dan Awkarin, konten kreator yang minus ketaatan ada banyak jumlahnya. Bahkan di dunia nyata pun generasi muda kita banyak berpakaian tanktop ala artis Korea dengan bebas di kehidupan umum. Sungguh sangat memprihatinkan kondisi  generasi muda saat ini. Mereka menjadi terbiasa pada kehidupan bebas yang jauh dari hukum syara‘ bahkan cenderung tidak peduli dengan agamanya sendiri.

Akar Masalah

Gaya hidup bebas pada masyarakat Islam khususnya di kalangan generasi muda bukan terjadi begitu saja. Hal ini disebabkan oleh proses sekularisasi pada setiap lini kehidupan. Pemisahan agama dari kehidupan , selanjutnya pemisahan agama dari negara menyebabkan agama dikesampingkan. Agama hanya sebatas status. Agama tidak menjadi standar dalam berpikir maupun bertingkah laku. 

Sejak terjadinya kebangkitan Eropa dengan melahirkan ide kapitalisme-demokrasi, negeri kaum muslimin pun tak terhindar dari pengaruhnya. Kapitalisme-demokrasi sangat menjunjung nilai-nilai sekular. Ketaatan pada Allah hanya ditempatkan pada ranah pribadi.  agama tak boleh mencampuri kehidupan. Kebebasan individu, salah satunya kebebasan berpendapat dan berekspresi menjadi nilai yang diagungkan.

Saat ide kapitalisme-demokrasi dipaksakan di negeri-negeri muslim, kaum muslimin menjadi terbiasa hidup mengingkari syari’at. Dalam keseharian pelanggaran aturan Allah menjadi pemakluman dengan dalih menjunjung tinggi kebebasan dalam berekspresi. Urat malu sudah putus dan rasa takut pun sirna, murka Allah itu urusan nanti. Na:udzubillahi min dzalik

Indonesia sendiri  menjadi salah satu negeri yang menjunjung tinggi demokrasi. Indonesia turut meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) melalui UU no. 12 tahun 2005. Kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah hak sipil yang dijamin oleh negara. (indeks.or.id, 11/6/2023)

Demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berperilaku adalah ide yang selamanya akan bertentangan dengan Islam. Pada masyarakat yang bebas, kebebasan seseorang hanya dibatasi oleh kebebasan orang lain. Standar nilai bukan lagi halal atau haram, tapi mengganggu atau tidak. Sehingga tidak masalah selama seseorang berperilaku yang tak menganggu orang lain. Ketaatan pada Allah benar-benar tak lagi jadi pertimbangan. Sekularisme menjadi menjadi biang keladi gaya hidup masyarakat yang menyingkirkan agama.

Ketika alam kebebasan dijamin oleh negara dalam sistem demokrasi kapitalisme, atas nama hak asasi manusia, seni , dan kebebasan berekspresi generasi muda pun bertindak mengikuti arus liberalisasi yang begitu masif. Terlebih proyek moderasi beragama menjauhkan generasi muda dari pemahaman Islam yang kaffah, sehingga generasi muda jauh dari profil muslim sejati. Yang ada justru profil generasi yang moderat yang tidak peduli dengan agamanya. Sebab sikap individualis menjadi karakternya.

Syari’at Islam Menciptakan Masyarakat Taat

Kondisi generasi muda muslim harus segera diselamatkan. Pemahaman terhadap Islam secara kaffah yang akan mewujudkan generasi muda yang dikehendaki oleh Allah SWT dan Rasulullah saw. Sebagai ciptaan Allah SWT, sungguh manusia tidak mengetahui apa yang baik dan buruk bagi dirinya, kewajiban nya hanyalah mematuhi syariat-Nya. Allah SWT menuntun manusia dengan syari’at-Nya. Sebagaimana kalam Allah dalam QS Al-Baqarah 216:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

Dalam tafsir Al-Mukhtashar dijelaskan bahwa berperang merupakan perkara yang tidak menyenangkan bagi manusia. Padahal dengan berperang akan meninggikan kalimat Allah dan mendatangkan kemenangan atas musuh-musuh Islam..  Dan Allah benar-benar mengetahui secara pasti mana perkara yang baik dan mana perkara yang buruk, sedangkan kalian tidak mengetahuinya. Maka sambutlah perintah-Nya, karena perintah-Nya itulah yang berisi kebaikan bagi kalian.

Masyarakat Islam perlu untuk dibina agar mau kembali pada Islam. Berikut hal yang wajib ditempuh agar terbentuk  masyarakat islami yang menjadikan halal haram sebagai standar berperilaku dan rida Allah diraih:

Pertama, menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan. Dengan begitu mereka memahami bahwa dalam hidup tidak ada yang namanya kebebasan, yang ada adalah mengikatkan perilaku kita dengan perintah dan larangan Allah SWT. Mereka akan memahami tentang tujuan penciptaan. Sebagaimana yang tercantum dalam QS Adz-adzariyat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”

Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, sesungguhnya Aku menciptakan mereka agar Aku memerintahkan mereka untuk menyembah-Ku, bukan karena Aku membutuhkan mereka. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.: melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Dzariyat: 56) Yakni agar mereka mengakui kehambaan mereka kepada-Ku, baik dengan sukarela maupun terpaksa.

Kedua, memahamkan masyarakat bahwa kebahagiaan hakiki bukanlah pencapaian materi yang sebesar-besarnya. Kebahagiaan hakiki adalah ridwanullah, keridaan Allah terhadap apa pun yang kita lakukan. Bukan cuan yang didapat dari konten yang melanggar syari’ah, namun keberkahan karena konten yang sesuai aturan Allah SWT sehingga kita memperoleh rida-Nya. Nabi saw. bersabda:

ﺇنَّ اﻟسَّعَادَةَ كُلَّ السَّعَادَةِ طُوْلُ العُمْرِ فِيْ طَاعَةِ الله

“Sungguh kebahagiaan yang sebenarnya adalah menghabiskan umur untuk taat kepada Allah.” (HR ad-Dailami).

Ketiga, mendorong masyarakat untuk berdakwah dan memperjuangkan kembali tegaknya ‘izzul Islam wal muslimuun dalam institusi Khilafah Radyidah ‘ala minhajin nubuwwah. Karena hanya dengan tegaknya syari’at Islam dalam institusi Khilafah saja, masyarakat akan memiliki perisai dalam melawan serangan ide sekular demokrasi pada negeri-negeri muslim.

Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadis dari jalur Abu Hurairah radhiya-Llahu ‘anhu, bahwa Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama, bersabda:

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]

 “Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

Institusi Khilafah akan membina masyarakat agar tak jadi masyarakat yang serba bebas. Institusi Khilafah pun akan menjaga agar media tidak bebas menyebarkan gaya hidup bebas, termasuk konten-konten yang beredar di media sosial. Bahkan memberi sanksi pada setiap pelanggaran hukum syara‘.

Masyarakat diedukasi untuk semakin bertakwa, sehingga segala macam propoganda termasuk konten kreator yang bertentangan dengan Islam dilarang oleh negara. Aktivitas atau perbuatan yang merusak akhlak, seperti pakaian terbuka, gaya hidup pacaran, minum khamr, dll. pun dilarang dan dikasih sanksi bagi pelanggarnya.

Masyarakat Islam dalam naungan khilafah akan melahirkan generasi bertakwa, berkarya untuk kemaslahatan umat dan sangat peduli dengan agamanya serta berakhlak karimah.  Karena misi hidup generasi muslim adalah mengemban dakwah keseluruh penjuru dunia. Bukan menjadi budak dunia. WalLâhu a’lam. [SM/Ln]