Oleh: Siti Murlina, S. Ag
Suaramubalighah.com, Al-Qur’an – Allah SWT berfirman di dalam ayat Al-Mujadalah ayat 11,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya:
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya, dari Muqotil bin Hayyan, menyebutkan sababun nuzul ayat ini adalah: “Rasulullah biasa memberikan tempat khusus kepada para sahabat ahli badar. Pada hari Jum’at di serambi suffah, ketika majelis sedang berlangsung, datang beberapa sahabat ahli badar. Mereka datang terlambat lalu mengucapkan salam kepada Rasulullah dan beliau menjawabnya. Mereka mengucapkan salam kepada orang-orang di majelis itu dan mereka menjawabnya pula. Namun, tidak ada yang beranjak dari tempat duduknya sehingga para ahli badar itu berdiri.
Maka Rasulullah memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya yang lain, yang tidak ikut perang badar, untuk mengambil tempat lain agar para ahli badar bisa duduk di dekat beliau. Dan para sahabat tersebut menampakkan muka yang tidak senang atas perintah Rasulullah saw.
Orang-orang munafik memanfaatkan kesempatan itu dengan menuduh Rasulullah tidak adil. Mereka bermaksud memecah belah para sahabat. Ketika tuduhan itu sampai di telinga Rasulullah, beliau menjelaskan bahwa siapa yang memberi kelapangan untuk saudaranya, ia akan mendapatkan rahmat Allah. Sejak saat itu para sahabat menyambut seruan Rasulullah saw. dengan senang hati dan Allah pun menurunkan ayat tersebut.
Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fikih dan tafsir negeri Suriah dalam Tafsir Al-Wajiz menjelaskan bahwa kandungan ayat 11 dalam surat Al-Mujadalah tersebut adalah: Wahai orang yang beriman, jika dikatakan kepada kalian, “Berikan keluasan/kelapangan di dalam tempat duduk (majelis) untuk para pendahulu kalian.” Maka Allah akan meluaskan rahmat-Nya berupa keluasan tempat, jiwa, rizki, surga dan sebagainya kepada kalian. Apabila dikatakan kepada kalian, “Berdirilah untuk memberi kelapangan kepada para pendahulu kalian dengan cekatan.” Maka Allah akan meluaskan tempat kalian di dunia dan di surga. Allah mengangkat derajat para ulama beberapa derajat dalam kemuliaan dan posisi yang tinggi di dunia dan akhirat sebab berpadunya ilmu dan amal mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala amal kalian. Ini adalah ancaman bagi mereka yang tidak menjalankan perintah-Nya.
Ayat ini, menurut para mufassir menjelaskan tuntunan adab atau etika bermajelis. Yakni hendaklah setiap orang berlapang-lapang dalam majelis. Tidak mengambil tempat duduk kecuali seperlunya dan mempersilakan orang lain agar bisa duduk di majelis jika masih memungkinkan. Untuk teman-temannya yang terlambat datang sehingga mereka bisa duduk bermajelis bersama.
Sebab dengan memudahkan dan memberi kelapangan kepada saudara sesama mukmin dalam majelis maka Allah SWT akan memudahkan dan memberikan kelapangan juga pada orang mukmin. Baik di kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat bahkan bisa sampai ke negara dan juga surga-Nya. Berarti mencakup kelapangan kehidupan dunia dan juga kehidupan akhirat.
Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, dalam kitabnya Zubdatut Tafsir min Fathil Qadir mengatakan, hal ini berlaku pada setiap majelis tempat berkumpul kaum muslimin yang mengandung kebaikan dan pahala, baik itu dalam membicarakan urusan perang, zikir, atau pada saat khutbah jum’at. Jadi jelas bahwa majelis yang dimaksud dalam ayat ini adalah setiap majelis yang mengandung pahala dan kebaikan. Di antaranya adalah majelis-majelis ilmu, majelis-majelis zikir dan lain sebagainya.
Bukan pada majelis salat, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh pimpinan PP Al Zaytun, ketika pelaksanaan salat Ied yang sangat renggang di pondok pesantren tersebut. Terjadi kekeliruan dan kesalah pahaman dalam memaknai dalil, surat Al-Mujadalah ayat 11 ini. Tentang makna “berlapang-lapanglah di dalam majelis” menjadi dalil yang dipakai atas legitimasi penentuan salat Ied berjarak tersebut. Jadi penempatan makna dari dalil ayat ini tidak tepat.
Hal tersebut juga bertentangan dengan asbabun nuzul ayat ini. Dimana Rasulullah saw, memerintahkan para sahabat untuk berlapang-lapang dalam majelis tersebut adalah majelis di luar salat yaitu majelis ilmu yang biasa Beliau saw. lakukan bersama para sahabatnya. Tapi sebaliknya ketika dalam salat, Rasulullah saw. memerintahkan untuk merapatkan shaf, tidak boleh renggang dikhawatirkan syaithan masuk dan mengganggu. Yang menyebabkan orang tidak khusyuk dalam salatnya.
Selanjutnya ayat tersebut mengandung perintah dari dari Allah SWT dan Rasulullah saw. berupa perintah agar bersegera menuju kebaikan, jangan ditunda-tunda.
Ayat ini juga memerintahkan dan memotivasi orang-orang beriman untuk menuntut ilmu. Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Qu’ran menjelaskan bahwa ayat ini mengajarkan kepada kaum muslimin bahwa keimananlah yang mendorong mereka berlapang dada dan menaati perintah. Ilmulah yang membina jiwa lalu dia bermurah hati dan taat. Karena iman dan ilmu itu mengantarkan seseorang kepada derajat yang tinggi di sisi Allah. Derajat ini merupakan imbalan atas tempat yang diberikan-Nya dengan rida atas kepatuhan tersebut.
Firman Allah ini juga berlaku umum, siapapun yang beriman dan berilmu, Allah akan meninggikan derajatnya baik di dunia maupun di akhirat. Ayat tersebut menerangkan bahwa betapa Allah akan mengangkat derajat mereka yang menuntut ilmu beberapa kali lebih tinggi daripada yang tidak menuntut ilmu. Isyarat ini menandakan bahwa dengan ilmulah manusia bisa menjadi lebih mulia, tidak dengan hartanya apalagi nasab.
Di akhir ayat bahwa Allah SWT akan menghisab dan membalas seluruh amalan sesuai dengan motivasinya, tidak tersembunyi sesuatupun dari ilmu-Nya. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ln]