Menikah, Solusi Pergaulan Bebas?

Oleh: Diana Wijayanti

Suaramubalighah.com, Muslimah dan Keluarga – Menikah, adalah hal yang sangat dinanti setiap insan. Dari pernikahan inilah seorang laki-laki dan perempuan bisa menjalin hubungan yang erat,  membentuk bangunan rumah tangga sehingga lahir anak keturunan, yang akan membangun dan melestarikan peradaban Islam yang gemilang.

Dengan pernikahan, kehormatan dan martabat manusia terjaga, sehingga tidak terjerumus pada kerusakan moral laksana kehidupan binatang. Berbeda halnya dengan kondisi saat ini, pernikahan seolah jadi alat penyelamat sesaat tatkala pergaulan bebas, hingga hamil di luar nikah.

Realitas Pergaulan Remaja

Pergaulan antara remaja putra dan putri saat ini, kian bebas. Pergaulan itu dikenal dengan istilah pacaran. Dengan alasan untuk saling mengenal, maka pacaran dianggap suatu hal yang lumrah bahkan menjadi keharusan menuju jenjang pernikahan.

Hasilnya, bukan pernikahan yang harmonis terwujud namun pergaulan bebas makin marak. Terbukti dengan banyaknya permohonan dispensasi nikah oleh para pelajar yang masih duduk di bangku sekolah dengan alasan telah hamil di luar nikah.

Sebagaimana data pengadilan agama kasus perkawinan anak di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Hal ini tampak pada permohonan dispensasi perkawinan usia anak, tahun 2021 tercatat 65 ribu kasus dan tahun 2022 tercatat 55 ribu pengajuan. Pengajuan permohonan menikah pada usia anak lebih banyak disebabkan oleh faktor pemohon perempuan sudah hamil terlebih dahulu dan faktor dorongan dari orangtua yang menginginkan anak mereka segera menikah.

Darurat pergaulan bebas layak disandang negeri ini, tatkala kasus zina tak kunjung berhenti. Bahkan menunjukkan jumlah yang terus meningkat, dengan usia pelaku zina yang semakin muda, yaitu usia anak di bangku Sekolah Dasar.

Namun anehnya pemerintah seolah tutup mata atas darurat pergaulan bebas ini, dengan membuat kebijakan yang kontra yaitu melarang pernikahan dini dan menaikkan usia pernikahan pada usia 19 tahun. Publik akhirnya menyimpulkan bahwa pemerintah terkesan mempersulit nikah namun mempermudah zina.

Memang benar menikah setelah hamil di luar nikah bukan solusi tuntas masalah pergaulan bebas. Mengingat, setelah ditelili  secara mendalam atas penyebab pergaulan bebas ini sangat sistemik. Tampak pada banyaknya kasus, menimpa berbagai usia dan terjadi hampir di seluruh daerah.

Sistem kapitalis sekuler yang diterapkan saat ini  menjadi penyebab utama maraknya pergaulan bebas. Karena manusia dibentuk untuk jauh dari nilai-nilai agama, seraya memuja materi yang terindera. Negara menjamin kebebasan bertingkah laku setiap warga dengan membiarkan perilaku zina selama dilakukan suka sama suka.

Hal ini tampak pada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang menyatakan sebagai berikut :

“Perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf e adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk kekerasan, ancaman kekerasan, atau tipu muslihat, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan untuk melakukan hubungan seksual.”

Artinya, jika hubungan seksual laki-laki dan perempuan yang dilakukan suka sama suka tidak dapat terjerat hukum alias bebas. Sementara jika suami memaksa istri melakukan hubungan seksual malah terjerat pidana. Jelas keputusan hukum ini tidak sesuai dengan hukum Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk negeri ini.

Ditambah lagi, sistem pendidikan yang sangat materialistis, sistem sosial yang liberal dan sistem sanksi yang tumpul atas kebejatan perilaku membuat masalah makin rumit. Sehingga butuh sistem lain yang mumpuni mengatasi masalah pergaulan bebas ini.

Sanksi hukum yang ada pun tak mampu menjerat pelaku seks bebas termasuk pemerkosa yang di bawah umur 19 tahun, karena adanya UU perlindungan anak. Sementara pelaku pemerkosaan hari ini banyak dilakukan anak muda di bawah 19 tahun. Jika pun ada yang dijerat hukum pun tidak membawa efek jera karena ringannya hukuman bagi pemerkosa.

Islam Solusi Paripurna Atasi Pergaulan Bebas

Di titik ini, manusia butuh solusi yang kaffah atau menyeluruh dan sistemik sebagai pengganti dari sistem rusak yang ada. Sistem itu harus berasal dari Allah SWT, Dzat Pencipta alam semesta. Itulah sistem Islam warisan Rasulullah saw.

Sistem ini pertama kali diterapkan pada masa Rasulullah saw. tatkala tegak Daulah Islam di Madinah Al-Munawarah. Kemudian negara tersebut dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dengan sebutan institusi Khilafah Islam.

Negara Khilafah saat itu menerapkan Islam secara kaffah, baik dalam sistem ekonomi, pendidikan, sosial hingga persanksian secara paripurna. Sehingga masyarakatnya selalu menjaga kehormatannya dan bermartabat tinggi tidak bergelimang maksiat.

Laki-laki dan perempuan terikat dalam pernikahan yang sah, sehingga lahir generasi yang nasabnya jelas dan terbaik. Perbuatan zina terlarang bahkan larangan itu dari mendekati zina. Sanksi tegas dijatuhkan bagi pelaku pacaran maupun pezina.

Solusi khilafah, dalam mengatasi pergaulan bebas adalah dengan preventif (pencegahan) maupun kuratif (penyembuhan atau penanganan ketika telah terjadi). Solusi itu bisa diringkas sebagai berikut :

Pertama, negara menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam. Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam, yakni pola pikir dan pola sikap sesuai tuntunan Islam.

Dengan begitu seluruh warga negara paham aturan Islam, yang diberlakukan dalam masyarakat secara luas. Sehingga pencegahan kemaksiatan bisa dilakukan sedini mungkin berlandaskan keimanan.

Kedua, menerapkan sistem sosial sesuai syariat Islam. Di antaranya, (1) Allah telah menetapkan hubungan seksual (shilah jinsiyah) diharamkan untuk dilakukan sebelum pernikahan (QS Al-Isra: 32, An-Nuur: 2); (2) perintah menundukkan pandangan (QS An-Nuur: 30—31); (3) kewajiban menutup aurat bagi perempuan (QS An-Nuur: 31 dan Al-Ahzab: 59); (4) kewajiban menjaga kesucian diri (lihat QS An-Nuur: 33); (5) larangan khalwat; (6) larangan tabaruj bagi perempuan; (7) aturan safar bagi perempuan; dan (8) perintah menjauhi perkara syubhat.

Ketiga, membiasakan suasana amar makruf nahi mungkar dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga individu terdorong berbuat baik dan terhindar dari kemaksiatan.

Keempat, negara mencegah hal-hal yang merangsang naluri jinsiyah (seksual) seperti konten pornografi-pornoaksi, tayangan TV, media sosial, dan sebagainya. Disinilah pernah sentral negara menjaga dan melindungi masyarakat dari berbagai kemaksiatan.

Kelima, menerapkan sistem persanksian Islam secara terpadu sebagai wujud tindakan preventif dan kuratif. Juga sinergi tiga pilar (keluarga, masyarakat, dan negara) yang akan melindungi remaja dari kerusakan ketika Islam diterapkan secara kaffah.

Sehingga para pemuda siap menjalani kehidupan sesuai  syariah Islam atau berkepribadian Islam sekaligus memiliki skill kehidupan yang mumpuni  sehingga mampu menanggung beban sebagai hamba Allah sekaligus sebagai calon suami atau istri.

Tentu saja pemahaman sistem sosial dan penerapan sistemnya harus didukung sistem ekonomi yang menyejahterakan seluruh warga negara, sistem sanksi yang adil, dan hakim yang amanah sehingga mampu mewujudkan keadilan. Baik kepada pelaku tindak kriminal maupun korban karena sifat peradilan dalam Islam adalah sebagai jawazir (efek jera) dan jawabir (penebus dosa).

Dengan demikian, jelas pemuda akan didorong untuk senantiasa bertakwa kepada Allah SWT, produktif untuk kemashlahatan umat dan dijauhkan dari sikap sekuler liberal. Bagi siapa saja yang mampu menikah diberikan kemudahan dan bimbingan sehingga mampu membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warahmah mengharap keridhaan-Nya.

Solusi fundamental dan menyeluruh ini hanya bisa terwujud ketika syariah Islam diterapkan secara kaffah dalam naungan Khilafah Islam. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ln]