Ummu Ammarah binti Sufyan : Perempuan Pencetak Para Khalifah yang Hanya Takut kepada Allah

Oleh : Marni Rosmiati

Suaramubalighah.com, Muslimah Inspiratif – Nama lengkap beliau adalah Ummu Ammarah binti Sufyan bin Abdullah bin Rabiah Ats-Tsaqafi. Beliau sosok yang sederhana akan tetapi beliau teladan terbaik dalam masalah ketakwaan, kezuhudan, kejujuran, amanah, tsiqah, dan wara’ di sepanjang zaman kehidupan manusia, di tengah langkanya kejujuran saat ini, korupsi merajalela, pencucian uang merebak, dan usaha-usaha penipuan merajalela. Dan tak segan dari uang haram tersebut para istri pejabat dan anak-anaknya bergaya hidup mewah, ber-flexing ria di media sosial. Maka sosok Ummu Ammarah dapat menjadi bintang penerang bagi muslimah saat ini untuk masalah tersebut.

Ummu Ammarah binti Sufyan hidup di masa khalifah Umar bin Khaththab. Beliau hidup dibesarkan sebagai anak yatim, tinggal bersama ibunya dengan kehidupan yang serba terbatas. Untuk menafkahi hidupnya sehari-hari Ummu Ammarah binti Sufyan bersama ibunya berjualan susu di pasar. Kehidupan yang keras mendidik Ummu Ammarah binti Sufyan menjadi pribadi yang tangguh, tabah, dan penyabar dalam setiap masalah.

Suatu ketika di masa khalifah Umar bin Khaththab terdapat sebagian penjual susu yang mencampur dagangannya dengan air. Kaum muslimin pun mengeluhkan keadaan tersebut kepada khalifah Umar bin Khaththab. Akhirnya khalifah Umar bin Khaththab menerima aduan tersebut dan langsung mengirimkan salah seorang muawinnya (pembantunya) untuk mengingatkan kepada para penjual susu agar tidak berbuat curang, mencampurkan susu dengan air.

Utusan khalifah Umar bin Khaththab tersebut masuk ke dalam pasar kemudian berseru, “Wahai para penjual susu, kalian jangan mencampur susu dengan air, karena itu berarti kalian menipu kaum muslimin, Sesungguhnya siapa saja yang melakukan hal itu maka dia akan dihukum oleh Amirul Mukminin dengan hukuman yang berat!”

Suatu malam khalifah Umar bin Khaththab melakukan blusukan bersama pembantunya yang bernama Aslam untuk melihat langsung kondisi umat. Kebiasaan blusukan ini dilakukan khalifah Umar bin Khaththab dengan tujuan agar beliau dapat mengetahui fakta sesungguhnya di lapangan yang dialami oleh umat. Pada malam itu setelah khalifah Umar berkeliling cukup lama, beliau memutuskan untuk beristirahat sejenak di samping sebuah rumah yang sangat sederhana. Tidak ada seorang pun yang menyadari kehadiran khalifah Umar bin Khaththab di tempat tersebut termasuk sang pemilik rumah. 

Tiba-tiba khalifah Umar bin Khaththab mendengar suara seorang perempuan dari dalam rumah tersebut, “Bangunlah, putriku, sekarang saatnya mencampur susu dengan air.”

Putrinya menjawab, “Ibu, apakah engkau tidak mendengar tentang peraturan yang diumumkan hari ini dari Amirul Mu’minin?”

lbunya bertanya, “Peraturan tentang apa?”

Putrinya menjawab, “Dia menyuruh seseorang untuk menyerukan bahwa setiap penjual susu dilarang mencampur susu dengan air.”

“Putriku, campurlah susu itu dengan air. Sesungguhnya kamu sekarang ini berada di tempat yang tak mungkin dilihat oleh Umar, apalagi oleh utusan Umar yang mengumumkan peraturan itu.”

“Demi Allah, apakah aku akan menaatinya di hadapan orang banyak tetapi kemudian memaksiatinya ketika aku sendirian. Sesungguhnya Umar memang tidak melihat kita, tetapi Pemelihara Amirul Mukminin itu pasti melihat.”

Tatkala Khalifah Umar bin Khaththab mendengar kata-kata perempuan itu dia tertegun, hatinya bergetar. Dia sangat mengagumi sikap wara’ dan perasaaan selalu diawasi Allah yang dimiliki oleh putri dari ibu penghuni rumah itu.

Khalifah Umar bin Khaththab berkata kepada pembantunya, “Aslam, tandailah pintu rumah ini dan kenalilah tempat ini.”

Kemudian, Khalifah Umar bin Khaththab meninggalkan tempat itu. Keesokan harinya, Khalifah Umar bin Khaththab berkata kepada Aslam, “Aslam, pergilah kamu ke tempat kita beristirahat tadi malam. Cari tahu siapa yang mengucapkan kata-kata yang penuh keyakinan kepada Allah itu dan siapa yang diajak bicara. Cari tahu pula apakah mereka berdua mempunyai suami.”

Mendapatkan perintah dari tuannya, Aslam berangkat menunaikan perintah Amirul Mukminin. Dia pergi ke tempat itu. Dia dapati ada seorang perempuan tua dan putrinya yang bernama Ummu Ammarah. Dia juga mendapatkan keterangan bahwa mereka berdua tidak mempunyai suami.

Aslam kembali dan melaporkan informasi yang dia dapat kepada khalifah Umar bin Khaththab. Khalifah Umar bin Khaththab memanggil anak-anaknya, lalu berkata, “Apakah ada di antara kalian yang ingin menikahi seorang perempuan? Andaikata bapak kalian masih berminat untuk menikahi wanita maka tiada seorang pun yang dapat mendahuluiku meminang perempuan itu.”

Abdullah bin Umar berkata, “Saya sudah beristri.”

Abdurrahman, saudaranya, berkata, “Saya juga sudah mempunyai istri.”

Anak ketiga Umar bin Khaththab, yakni Ashim, berkata, “Wahai ayahanda, saya belum beristri. Nikahkanlah saya.”

Khalifah Umar bin Khaththab akhirnya mengutus seseorang untuk meminang gadis itu lantas menikahkannya dengan Ashim. Pernikahan yang agung dan penuh berkah tersebut dilaksanakan dengan penuh kesederhanaan, karena meskipun Umar bin Khaththab saat itu menjabat sebagai khalifah beliau amat sederhana dan beliau tidak pernah menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Beliau sangat wara’ dari menggunakan uang umat.

Dari pernikahan Ashin bin Umar dan Ummu Ammarah binti Sufyan lahirlah dua anak perempuan yang bernama Hafsah dan Laila. Di masa depan Laila lebih dikenal dengan nama Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Khaththab. Masa kanak-kanaknya diwarnai dengan suasana ketakwaan yang diwariskan oleh kedua orang tuanya.

Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Khaththab tumbuh sebagai wanita yang cinta pada kebaikan, kejujuran, dan senang menuntut ilmu. Di bawah bimbingan ayahnya ia juga menjadi sosok yang cerdas dan pintar, sampai ia menjadi seorang perawi hadis. Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya, begitulah gambaran sifat Ummu Ashim bin Ashim bin Umar bin Khaththab sama persis dengan ibunya yaitu Ummu Ammarah binti Sufyan yang salihah, zuhud, dan wara’. 

Ummu Ammarah dinilai oleh khalifah Umar bin Khaththab sebagai seorang wanita yang dianjurkan oleh Nabi saw., “Carilah wanita yang terbaik untuk persemaian benih kalian dan nikahilah wanita-wanita yang kufu!”

Dari semua sifat-sifat terpuji yang dimiliki Ummu Ammarah inilah Umar bin Khaththab berkeyakinan bahwa wanita mulia ini akan melahirkan generasi yang mempunyai sifat dan karakter yang terpuji pula. Anak yang memiliki sifat mulia seperti ibunya, yaitu Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Khaththab.

Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Khaththab atau Laila kemudian menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan penerus Kekhilafahan Bani Umayah. Dari pernikahan inilah lahir seorang anak yang bernama Umar bin Abdul Aziz yang dikenal sebagai seorang khalifah yang zuhud, wara, dan bertakwa yang hanya takut kepada Allah, sebagaimana neneknnya yaitu Ummu Ammarah. Bahkan dijuluki Khulafaur Rasyidin yang kelima. Di masa Umar bin Abdul Aziz meskipun masa pemerintahannya hanya sebentar, akan tetapi umat Islam benar-benar ada pada puncak kesejahteraan dan kegemilangan. Sampai-sampai di masa itu tidak ada orang yang menerima zakat.  

Demikian pentingnya peran seorang ibu bagi lahirnya pemimpin-pemimpin hebat di masa yang akan datang. Generasi terbaik lahir dari para ibu terbaik sejak dari rahimnya. Maka, wahai muslimah mulailah menjadi Ummu Ammarah binti Sufyan, seorang penjual susu yang sederhana tapi mampu mencetak anak keturunannya menjadi para khalifah yang disegani dan berhasil membawa Islam pada peradaban yang gemilang. Hal ini tidak lain karena Ummu Ammarah binti  Sufyan senantiasa menyelimuti diri dengan ketakwaan, zuhud, dan wara’ sehingga mampu mencetak generasi pemimpin yang hanya takut kepada Allah, siap menjalankan hukum Allah, dicintai oleh orang-orang yang salih, dan ditakuti oleh orang-orang yang zalim.   Wallahu a’lam bishshawab [SM/Ln]