Oleh: Qisthi Yetty
Suaramubalighah, Opini — Sebagai bangsa berpenduduk mayoritas muslim di dunia, Indonesia telah mengadopsi sistem kapitalisme dengan sekularisme sebagai asas atau akidahnya. Mengutip laman Dana Moneter Internasional (IMF), paham ekonomi kapitalisme adalah paham yang menjadikan pelaku usaha swasta memiliki dan mengendalikan properti sesuai kepentingan mereka.
Ciri paling menonjol dalam penerapan kapitalisme adalah minimnya intervensi negara. Semua ditentukan berdasarkan kehendak pasar dan adanya persaingan secara bebas. Inilah yang disebut Adam Smith sebagai teori the Invisible Hand, yang menang tentu para pemilik modal (kapitalis).
Menarget Pasar Pesantren
Para kapitalis kemudian menjadikan oligarki makin mencengkeram masyarakat sebagaimana target pasar mereka, salah satunya adalah pesantren. Potensi pesantren yang sangat besar sebagai target pasar jelas sangat menggiurkan bagi para kapitalis. Jumlah pesantren di Indonesia yang terdaftar di Kemenag sebanyak 36.600, dengan jumlah santri sebanyak 3,4 juta dan tenaga pengajar (kiai, ustaz) sebanyak 370 ribu. (Sumber: Situs Kemenag, 5-4-2022).
Menurut laporan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag, ada 4,37 juta santri yang tersebar di seluruh Indonesia pada tahun ajaran 2020/2021. Para santri itu tersebar di 30.494 pondok pesantren. Adapun berdasarkan gendernya, jumlah santri laki-laki lebih banyak ketimbang perempuan. Tercatat, jumlah santri laki-laki sebanyak 2,3 juta orang, sedangkan santri perempuan 2,07 juta orang. Jelas ini adalah angka yang sangat besar sebagai target pasar.
Jutaan santri alumni pesantren yang masih memiliki hubungan dengan pesantren adalah pangsa pasar yang sangat besar. Oleh karenanya, seiring masifnya proyek moderasi beragama, pesantren mengalami pembajakan potensi santri. Bahkan, arah pendidikan pun telah bergeser ke ranah ekonomi.
Pesantren sebagai wadah untuk menyiapkan santri menjadi ulama, faqih fiddin, dan individu yang akan berkiprah di masyarakat, bergerak untuk kemaslahatan umat, hingga menjadi pribadi yang terdepan dalam melawan penjajahan dan segala bentuk kezaliman.
Dahulu, kiai bersama santri melakukan perlawanan kepada penjajah secara totalitas. Pada sektor pendidikan, kiai tidak mau ikut Belanda dan memilih mendirikan pesantren. Pada sektor perekonomian, kiai berdagang dan membangun basis-basis ekonomi di kalangan umat Islam sendiri. Pada wilayah perjuangan, kiai dan santri juga berjuang melawan penjajah dengan jiwa raganya.
Namun saat ini, akibat penerapan sistem kapitalisme dengan proyek moderasi beragama, pesantren kehilangan orientasinya. Kegagalan kapitalisme dalam menyejahterakan masyarakat dan mewujudkan tatanan kehidupan yang berakhlak mulia, menjadikan pesantren sebagai salah satu tumpuan pergerakan dan pertumbuhan perekonomian bangsa. Dengan alasan proyek deradikalisasi, pesantren dibajak dengan mengubah arah pesantren menjadi wirausaha.
Upaya Menggiring Santriwati
Ada proyek yang menarik untuk kita kritisi, yakni adanya upaya penggiringan santriwati untuk terjun ke dunia bisnis. Misalnya, Paragon Goes to Pesantren yang diadakan di Pondok Buntet Pesantren Cirebon, pada Sabtu (8-4-2023). Mengusung tema “Perjalanan Ramadan, Bersama Lebih Bermakna”, kegiatan ini merupakan kerja sama antara Paragon Corp. dengan NU Circle. Paragon Corp. merupakan perusahaan asal Indonesia yang menaungi pionir merek kosmetik halal, seperti Wardah, Kahf, dan Biodef.
Tidak hanya di bidang kosmetik, santriwati juga diarahkan untuk menggeluti dunia fesyen. Fashion show pun kian marak di pesantren maupun sekolah aliah. Madrasah Aliah Ma’arif Nahdlatul Ulama (MA Ma’arif NU) Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menggelar Aliyah Fashion Festival (AFF), Kamis (11-5-2023), agar santri bisa mendapatkan sertifikat keterampilan di sekolah tersebut.
Sebelumnya, ada fashion show oleh para Ning-Gus pesantren, seperti Grand Final Pemilihan Duta Santri Pringsewu 2022, Tupal Fashion Night di Jawa Timur dalam acara Kick Off 1 Abad NU di Tugu Pahlawan Surabaya, serta masih banyak lagi.
Serangan ideologi kapitalisme terhadap generasi muslim dengan 7 F (fashion, food, film, free thinking (pola pikir liberal), fun, free seks, dan friction (perpecahan), kian nyata di negeri ini. Sistem ini menarget agar generasi muda, termasuk santriwati bergaya hidup konsumtif dan liberal. Tentunya pihak yang paling diuntungkan adalah para kapitalis.
Membajak Potensi Pesantren
Pemerintah sendiri sangat serius menggarap pesantren untuk menjadi target eksploitasi perekonomian bangsa, padahal seharusnya pembiayaan pendidikan termasuk pesantren, adalah tanggung jawab negara.
Namun, negara yang menerapkan sistem kapitalisme ini justru berlepas tangan. Dengan narasi “demi kemandirian dan kesejahteraan pesantren” dan “demi kemajuan bangsa”, pemerintah berlindung pada UU Pesantren No. 18/2019, membuat berbagai program yang justru menjauhkan visi-misi pesantren yang sesungguhnya.
Program One Pesantren One Product (OPOP), misalnya, bertujuan untuk menciptakan kemandirian umat melalui para santri, masyarakat, dan pondok pesantren itu sendiri, agar mampu mandiri secara ekonomi dan sosial. Juga untuk memacu pengembangan skill, teknologi produksi, distribusi, hingga pemasaran. Banyak kementerian terlibat dalam proyek pemberdayaan ekonomi pesantren ini, salah satunya adalah proyek Santripreneur Indonesia sebagai gerakan pengembangan wirausaha santri untuk menciptakan wirausahawan tangguh.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Santripreneur Indonesia diinisiasi untuk mendorong para santri agar bisa menjadi wirausahawan yang tangguh. K.H. Ahmad Sugeng Utomo atau Gus Ut, pendiri dan pembina Santripreneur Indonesia, mengatakan bahwa Santripreneur Camp telah berjalan sejak 2019. Sejak dimulai, program yang fokus pada pelatihan leadership, entrepreneurship, dan digital marketing ini telah diikuti sebanyak 2.500 santri di seluruh Indonesia.
“Kami berkomitmen, dalam beberapa tahun mendatang, Santripreneur akan mampu mendukung program pemerintah dalam mewujudkan peningkatan jumlah entrepreneur di Indonesia, dari 3% menjadi 10%,” kata Gus Ut dalam keterangan tertulisnya, Senin (27-6-2022).
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno pun mendorong santri untuk tidak jadi pencari kerja setelah lulus dari pondok pesantren. Menteri BUMN Erick Thohir juga menyampaikan, sebagai negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia, Indonesia memiliki ribuan pondok pesantren. Menurutnya, di tengah tantangan era disrupsi dan perubahan digital yang sangat cepat, para santri dan santriwati harus mampu mengembangkan kapasitas diri.
“Kami meyakini para santri dan santriwati akan turut berkontribusi membawa Indonesia menuju negara maju dan membangun peradaban bagi negara, serta berani menghadapi tantangan era saat ini dengan perubahan yang sangat cepat,” ujarnya.
Ia memandang bahwa program Magang Santri dan Santripreneur merupakan kolaborasi yang sukses antara BUMN bersama sejumlah perguruan tinggi dan pesantren dalam meningkatkan kualitas SDM. Langkah ini ia anggap sebagai persiapan bagi generasi muda menghadapi tantangan pembangunan ke depannya, termasuk di sektor digital.
Ini jelas bentuk pembajakan potensi pesantren untuk pertumbuhan ekonomi di tengah kegagalan kapitalisme dalam menyejahterakan masyarakat. Terlebih bagi santriwati, penggiringan menjadi wirausaha bisa mengalihkan fungsi utama dan pertama bagi perempuan, yakni ummu wa rabbatul bait. Semestinya, santriwati dididik untuk menjadi ulama perempuan yang akan mendidik generasi menjadi generasi pemimpin.
Menurut Dr. Ahmad Sastra (2-9-2019), salah satu karakteristik dan tujuan Barat melancarkan imperialisme epistemologi sebagai propaganda Barat menyerang Islam, khususnya terkait program moderasi ajaran Islam, adalah hakarah at-taghrib, yakni gerakan westernisasi segala aspek kehidupan kaum muslim. Paradigma Barat dijadikan kiblat bagi kaum muslim dengan meninggalkan tsaqafah Islam. Melalui berbagai bidang seperti fun, fashion, film, dan food, Barat terus mempropagandakan ideologinya.
Khatimah
Sudah saatnya umat Islam memiliki kemandirian dalam mengatur kehidupannya sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits, yakni menggunakan syariat Islam kaffah. Allah SWT menuntut umat Islam berislam secara kaffah melalui QS Al-Baqarah: 208,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”
Mari akhiri jerat kapitalisme dengan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah Islam. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ln]