Hukum Menggunakan Ganja dalam Pandangan Islam

Suaramubalighah.com, Tanya Jawab – Tanya:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ustazah, izinkan saya bertanya terkait pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD soal azas legalitas hukum di acara Dies Natalis ke-54 Universitas Malikussaleh, Aceh pada Senin (12/6/2023) dengan mengatakan orang yang membuat sambal ganja atau minum ganja tak bisa dihukum karena belum ada undang-undang yang melarangnya.

Bagaimana hukum menggunakan ganja dalam pandangan Islam? Adakah dampaknya? 

(Ummu Syifa, Medan)

Jawab:

Wa’alaikumusalam warahmatullahi wabarakatuh

Ukhti Ummu Syifa yang dirahmati Allah SWT,  pertama kita harus pahami terlebih dahulu tentang ganja. Ganja (nama latinnya: Cannabis sativa) disebut juga mariyuana, merupakan salah satu tanaman psikotropika, yang mengandung tetrahidrokanabinol, sebagai senyawa kimia yang utama, selain zat tersebut juga mengandung kanabidiol dan kanabinol. Bagi yang mengonsumsinya bisa mengakibatkan euforia, halusinasi, kelemahan otak dan fisik.

Hukumnya secara syar’i menggunakan ganja (Cannabis sativa) secara mutlak, adalah haram.  baik menanam ganja, menghisap ganja, memperjualbelikan ganja, ataupun melegalkan ganja. baik dikonsumsi sedikit maupun banyak hukumnya tetap haram.  Keharaman ini mutlak karena nash-nash syara’ telah mengharamkan bukan karena belum ada atau tidak ada undang-undang atau peraturan yang melarang sebagaimana yang disampaikan oleh Mahfudz MD.

Adapun dasar hukumnya adalah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah ra.

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ وَمُفْتِرٍ

Dari Ummu Salamah ra. dia berkata, “Bahwa Rasulullah saw. telah melarang setiap-tiap zat yang memabukkan (muskir) dan zat yang melemahkan (mufattir).” (nahaa ‘an kulli muskir[in] wa mufattir[in]). (HR Abu Dawud no. 3689 dan Ahmad no. 26676).

Para ulama menjelaskan yang dimaksud dengan kata mufattir dalam hadis di atas adalah setiap zat yang dapat menimbulkan rasa tenang atau rileks (istirkhaa`) dan lemah atau lemas (futuur) pada tubuh manusia. Pada hadis ini terdapat dalil yang secara khusus mengharamkan ganja (hasyis), karena ganja dapat menimbulkan rasa tenang (tukhaddir) dan melemahkan (tufattir).

Keharaman ganja semata didasarkan pada nash syara‘, bukan pada illat. Karena memang  illatnya tidak ada. Bahwa ganja dapat menimbulkan efek negatif, adalah semata-mata fakta (al-waqi’) bukan illat (alasan) keharaman ganja.

Dalam kaidah fiqh disebutkan :

إن العبادات والمطعومات والملبوسات والمشروبات والأخلاق لا تعلل وإنما يلتزم فيها بالنص

“Sesungguhnya hukum-hukum ibadah, makanan, minuman, dan akhlak tidak didasarkan pada illat (alasan penetapan hukum), namun hanya didasarkan dan berpegang pada nash saja)”. (Kaidah fikih dari Kitab At- Ta’rif bi Hizb At-Tahrir, karya Syekh Abdul Qadim Zallum)

Jadi jelas, bahwa ganja adalah haram secara mutlak, baik menanam ganja, menghisap ganja, memperjualbelikan ganja, ataupun melegalkan ganja. baik dikonsumsi sedikit maupun banyak hukumnya tetap haram. 

Kedua,  adapun dampak mengonsumsi ganja dari sisi perbuatan adalah haram, sehingga menyebabkan pelakunya mendapat dosa. Jika tidak bertaubat maka diancam dengan neraka.  Karena telah berani berbuat maksiat melanggar hukum Allah SWT.

Jika perbuatan maksiat dilegalkan oleh pemerintahannya dan masyarakat akhirnya terbiasa berbuat maksiat, maka menantang untuk turunnya adzab Allah. Dan dicabutnya keberkahan hidup.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-A’ raf ayat 96 .

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.

Dari sisi kesehatan generasi, mengonsumsi ganja bisa menyebabkan rusaknya otak, lemahnya fisik, sebagimana Badan Narkotika Nasional (BNN) merilis penjelasan tentang bahaya ganja bagi kesehatan, seperti halusinasi dan hilang kendali, kecanduan, masalah paru-paru, gangguan sistem produksi dan sakit jiwa. Selanjutnya, jika generasinya rusak akal pikiran dan lemah fisik, tentu berakibat pula pada masa depan bangsa dan negara yang suram.

Oleh karena itu sudah seharusnya antara individu, masyarakat dan negara saling bekerja sama dan bertanggung jawab akan kebaikan dan kemajuan generasi, yakni generasi yang taat syariat, kreatif, inovatif dan memberi manfaat kepada masyarakat banyak.

Oleh karena itu,  seharusnya penentuan halal dan haram dilandaskan pada nash syara’ bukan undang-undang atau peraturan yang dibuat berdasarkan akal dan hawa nafsu manusia sebagaimana yang terjadi pada sistem sekular hari ini.

Wallahu’alam. [SM/Ln]