Tanggung Jawab Ibu Menyediakan Makanan dan Minuman Halal

Oleh: Ustazah Yanti Tanjung

Suaramubalighah.com, Muslimah dan Keluarga – Di negeri yang menerapkan sistem kehidupan kapitalisme-demokrasi ini, materi adalah tujuan hidup sekaligus tujuan kebahagiaan, makanan dan minuman halal hanyalah opsional. Terbukti dengan adanya sertifikat makanan dan minuman halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menunjukkan bahwa konsumsi makanan dan minuman halal hanyalah pilihan, bukan sesuatu yang wajib disediakan untuk rakyat. Rakyat hanya diminta memilih, kalau hendak membeli makanan dan minuman halal maka pilihlah yang ada sertifikat halalnya, yang tidak bersertifikat tidak ada jaminan.

Dalam negara demokrasi, tidak ada kepedulian apakah makanan dan minuman yang masuk ke dalam perut anak-anak bangsa ini, halal atau tidak. Bagi yang mau makan makanan halal silakan, dan yang mau minum minuman haram juga silakan. Tidak ada peringatan apapun dan tidak ada sanksi apapun. Bagi negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme ini yang penting bisnis kuliner berkembang pesat,  menghasilkan cuan yang banyak dan dapat menggerakkan ekonomi. Persoalan sejauh mana dampak makanan dan minuman haram yang di konsumsi rakyatnya, menjadi nomor sekian.

Di sinilah parahnya, ketika mayoritas kaum muslim di Indonesia harus memastikan sendiri, kehalalan makanan dan minuman di keluarganya. Menjadi tidak aman, karena produk makanan dan minuman di pasaran yang dijual bebas, terdapat berbagai jenis, baik yang haram, maupun yang halal. Keluarga dibiarkan auto mengurusi dan memastikan kehalalan produk yang dimakan dan diminum anggota keluarganya.

Baru-baru ini Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD membuat pernyataan bahwa sambal ganja atau minuman ganja tak bisa dihukum, karena tidak ada undang-undang yang melarangnya. Walau sambal ganja di Aceh tidak mengandung ganja karena sekedar istilah ‘bikin ketagihan’ namun yang dimaksud Bapak Mahfud  MD memang ganja asli, tetap halal di Aceh karena tidak ada undang-undang negara yang melarangnya.

Tidak hanya ganja, beredar juga produk berbahan daging babi, alkohol, sembelihan yang tidak syar’i dan cara pengolahan yang tidak sesuai dengan Islam semakin melengkapi ketidakpedulian pemerintah terhadap ketersediaan produk makanan dan minuman halal. Kalaupun ada peraturan yang mengatur tentang makanan dan minuman, baru seputar miras dan sejenisnya. Tapi tetap dibolehkan di sekitar wilayah yang sudah dilokalisasi, misalkan di resto-resto tertentu atau di daerah-daerah tertentu. Larangan terhadap miras dan lainnya bukan karena hukum Islam mengharamkan tapi lebih kepada dzatnya membahayakan masyarakat, dan  tetap menjadi boleh ketika manfaat materinya dapat diambil oleh negara.

Gempuran Makanan dan Minuman Haram

Indonesia meskipun mayoritas muslim tidak berdaya di tengah gempuran makanan haram atas nama tren global. Banyak restoran makanan Korea, Jepang, Amerika, China dan lainnya, yang disukai kaum muslim Indonesia, tanpa mempertimbangkan kehalalannya, asal memiliki cita rasa yang enak di lidah. Banyak generasi muda muslim yang hanya ikut-ikutan tren fear off missing out (FOMO), mencoba hal yang baru karena ketakutan kehilangan momen, takut merasa tertinggal karena tidak mengikuti aktivitas tersebut.

Hal ini wajar terjadi, sebab di sebuah tempat yang membebaskan apa saja dan untuk siapa saja, makanan dan minuman haram terbuka lebar untuk dikonsumsi tanpa larangan. Jika ada restoran yang menyediakan makanan berbahan daging babi misalkan, dipersilakan dan akan dilindungi oleh undang-undang. Dan sekiranya umat Islam makan di restoran tersebut dan tidak mendapatkan info bahwa di situ menyediakan makanan daging babi dari pihak restoran, maka yang disalahkan tetaplah konsumen dan meminta konsumen untuk lebih selektif memilih makanan. Bayangkan jika restoran-restoran yang menyediakan makanan dan minuman haram itu menjamur di mana-mana, sedangkan mencari yang halal harus bersertifikat halal.

Membuka ruang kebebasan bagi produk-produk yang haram adalah bukti bahwa negeri ini tidaklah menerapkan syariat Islam dari aspek makanan. Benar adanya bahwa makanan dan minuman halal tidak ada hambatan untuk menyediakannya  namun makanan dan minuman yang haram juga difasilitasi ketersediaannya.

Umat Islam Minim Literasi Halal Haram

Sejak paham sekularisme meracuni pemikiran kaum muslimin, maka mengakibatkan rendahnya pemahaman  Islam yang sahih. Kebanyakan dari mereka runtuh pertahanannya di hadapan gempuran ide dan tsaqafah barat. Sebab pendidikan dengan kurikulum sekularisme membuat kaum muslim tidak berpegang teguh pada agamanya. Islam hanya diposisikan sebagai agama yang mengurusi ritual sedangkan Islam politik tidak diberi ruang.

Semakin bertambah lemah sejak proyek moderasi beragama menguat, dan dijadikan ruh pembangunan di Indonesia. Maka persoalan makanan dan minuman semakin toleran. Ketika ada warga negara yang memproduksi rendang babi, pembelaan terhadap bisnis tersebut justru datang dari berbagai kalangan bahwa hak setiap orang untuk berkreasi dan rendang itu hanya diperuntukkan kepada non-muslim akan tetap dijual terbuka.

Moderasi beragama berdampak besar bagi pembelajaran kaum muslim khususnya kalangan muda terhadap Islam. Mereka merasa tidak lagi perlu mempelajari Islam secara mendalam. Akibatnya Islam tidak lagi dijadikan petunjuk hidup, semua merujuk kepada arahan Barat agar berislam sesuai cara pandang moderasi beragama. Maka wajar, jika   makanan dan minuman halal pun, bukan sesuatu yang penting pada keluarga, masyarakat maupun negaranya.

Tanggung Jawab Ibu

Sebagai agama yang sempurna Islam mengatur hambanya agar mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan tayib, yakni makanan yang bergizi dan menyehatkan.

Allah Ta’ala berfirman;

 وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepada kalian, dan bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya.” (QS Al-Maidah: 88)

Islam memandang bahwa makanan dan minuman, sangat berpengaruh bagi kesalihan anak. Dampak lebih jauh adalah, lahirnya generasi yang rusak dan merusak seperti yang kita saksikan hari ini. Berikutnya lahir juga para pemimpin yang hobi maksiat dan mengkhianati bangsa dan negara.

Memilihkan makanan dan minuman halal bagi keluarga merupakan bagian dari pendidikan. Ibu sebagai garda terdepan dalam menyuplai nutrisi anak, maka ibu memiliki tanggung jawab yang lebih di samping ayah yang berkewajiban memberikan nafkah. Karena kehalalan makanan dan minuman akan memudahkan masuknya  ilmu, terutama akidah dan syari’at. Menjadi mudah dipahami oleh anak-anak dan mudah juga bagi mereka dalam mengamalkannya. Para ayah dan bunda para ulama sangat berhati-hati memberikan makanan dan minuman kepada anak-anak mereka dan memastikan yang masuk ke dalam tubuh bukanlah yang haram. Sebab makanan dan minuman yang halal itu berpengaruh kepada kesalihan dan ketakwaan, sehingga lahirlah seperti Imam Bukhari, Imam Syafi’i, Ibnu hajar Al-Astqalani, Imam Ghazali dan lain-lain.  Demikian riwayat yang masyhur menceritakan tentang masa kecil para ulama.

Syaikhul Islam mengatakan,

الطَّعَامَ يُخَالِطُ الْبَدَنَ وَيُمَازِجُهُ وَيَنْبُتُ مِنْهُ فَيَصِيرُ مَادَّةً وَعُنْصُرًا لَهُ ، فَإِذَا كَانَ خَبِيثًا صَارَ الْبَدَنُ خَبِيثًا فَيَسْتَوْجِبُ النَّارَ ؛ وَلِهَذَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (كُلُّ جِسْمٍ نَبَتَ مَنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ) . وَالْجَنَّةُ طَيِّبَةٌ لَا يَدْخُلُهَا إلَّا طَيِّبٌ

Makanan akan bercampur dengan tubuh dan tumbuh menjadi jaringan dan sel penyusunnya. Jika makanan itu jelek maka badan menjadi jelek, sehingga layak untuknya neraka. Karena itulah, Nabi saw. mengingatkan, ‘Setiap jasad yang tumbuh dari harta haram, maka neraka layak untuknya.‘ Sementara surga adalah kebaikan, yang tidak akan dimasuki kecuali tubuh yang baik. (Ma’mu’ Al-Fatawa, 21:541).

Oleh karena itu tanggung jawab pertama dan utama yang wajib menyediakan makanan dan minuman halal adalah ayah bunda. Namun keluarga harus memiliki support system yang baik atas ketersediaan makanan dan minuman yang halal, dan memastikan yang haram tidak beredar di pasaran. Maka butuh masyarakat yang juga bertakwa dan melakukan  amar makruf nahi munkar agar tidak ada anggota masyarakat yang menyimpang dalam memperjualbelikan makanan dan minuman haram.

Peran ibu dan masyarakat ini  butuh dukungan negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah yakni Khilafah untuk memastikan dan mengawal ketersediaan makanan dan minuman yang halal.

Wallaahu a’lam bishshawab. [SM/Ln]