Ironi Negara Sekuler, Ponpes Sesat Dibiarkan, Pengajian Islam Kaffah Dibubarkan

  • Opini

Oleh: Hj.Padliyati Siregar, ST

Suaramubalighah.com, Opini – Polemik Ponpes Al-Zaytun masih terus bergulir. Penyimpangan terhadap ajaran Islam di Ponpes Al-Zaytun sudah terjadi sejak lama. Praktik yang membuat nama Al-Zaytun mencuat kembali dan menimbulkan kontroversi adalah ketika pelaksanaan salat Idulfitri 1444 Hijriah di mana saf jemaah laki-laki dan perempuan sejajar bahkan ada seorang jemaah perempuan yang berdiri sendiri di depan para jemaah laki-laki. Selain itu, yang baru-baru ini viral di media sosial adalah nyanyian lagu Yahudi yang dikumandangkan oleh para santri.

Banyak pihak yang menuntut agar pemerintah bersikap tegas untuk menutup ponpes Al-Zaytun. Tim investigasi yang dibentuk Pemerintah Provinsi Jawa Barat merekomendasi agar pemerintah pusat menutup Pondok Pesantren Al-Zaytun di Indramayu, Jawa Barat. Alasan rekomendasi tersebut di antaranya soal pemahaman agama, laporan dugaan tindak pidana, dan dugaan pelanggaran administrasi penyelenggaraan sistem pendidikan. (www. Kompas.com)

Ketidaktegasan itu nampak pada sikap Menko Polhukam Mahfud MD menyebut, pemerintah belum sampai pada keputusan untuk menutup Pondok Pesantren Al-Zaytun. Menurutnya, selama ini pemerintah belum pernah menutup pondok pesantren. Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Saadi meminta Pondok Pesantren Al-Zaytun, Indramayu, kooperatif berkomunikasi dan berdialog dengan sejumlah ormas Islam untuk menjelaskan tudingan ajaran menyimpang. Zainut mengatakan Kemenag akan melakukan klarifikasi atau tabayun terlebih dahulu terkait hal ini. Ia mengimbau semua pihak mengedepankan semangat persaudaraan.”Saya mengharapkan semua pihak bisa duduk bersama, mencari solusi terbaik, mendahulukan tabayun dan husnuzhan, tidak saling mengeluarkan pernyataan yang saling menyerang di ruang publik yang dapat membuat suasana semakin gaduh,” ujarnya.

Namun sangat beda perlakuan terhadap apa yang terjadi di Dusun Beji Geneng, Desa Sumbersuko, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur membubarkan pengajian pada Selasa, 20 Juni 2023 sekira pukul 22.00 WIB malam. Alasan pembubaran karena pengajian ini diduga digelar oleh simpatisan organisasi yang dilarang oleh pemerintah.

Apalagi yang melakukan pembubaran  dilakukan oleh kelompok masyarakat  yang menamakan diri Garda Nusantara. Kelompok tersebut adalah Barisan Ansor Serbaguna (Banser) yang sudah dikenal sering membubarkan kelompok pengajian  yang membahas Islam kaffah dan Khilafah

Dalam proses pembubaran pengajian, warga  hanya  menonton tidak berupaya untuk melindungi, termasuk beberapa orang polisi turut menyaksikan keributan pembubaran dan membiarkannya saja. Tidak melakukan penghentian pembubaran yang disertai dengan cacian dan makian kepada peserta pengajian.

Sementara Ponpes Al-Zaytun telah jelas  membawa pemikiran yang menyesatkan.  Sedangkan kelompok pengajian yang mengusung Islam kaffah adalah murni ajaran Islam. Kelambanan dan ketidakadilan pemerintah pada kasus ini, akhirnya muncul rumor bahwa pemimpin ponpes Al-Zaytun ada backing istana , meski rumor ini sudah dibantah oleh presiden.

Pemahaman sekuler liberal sungguh telah menyandera pemerintah untuk tidak bisa berbuat tegas pada pimpinan ponpes Al-Zaytun.  Menurut sekularisme, yang memisahkan agama dan kehidupan, posisi agama berada pada wilayah privat yang tak boleh dibawa pada urusan kehidupan bermasyarakat. Liberalisme menghendaki manusia menghormati hak individu dalam beragama, dan negaralah pihak yang paling bertanggung jawab dalam melindungi kebebasan tersebut.

Buah Kebebasan Beragama

Kebebasan beragama selalu menjadi salah satu tolok ukur berjalannya pilar demokrasi. Jika beragama dihalangi dan didiskriminasi, maka hal itu dianggap bertentangan dengan prinsip negara demokrasi. Jadi, apa yang dilakukan Menag Yaqut dan pembelaan aktivis kebebasan beragama  sesuai dengan prinsip kebebasan demokrasi.

Bagi mereka, agama apa pun wajib dilindungi. Tidak boleh terjadi intoleransi mayoritas atas minoritas. Negara harus menjamin semua agama yang berkembang, meski dikatakan agama tersebut sesat dan menyesatkan.

Atas nama kebebasan beragama, negara tidak berbuat apa-apa. Negara justru membiarkan bahkan melindunginya sebagai agama yang diakui keberadaannya. Ini terlihat seperti negara memberi peluang bagi siapapun untuk keluar dari agamanya dan memeluk agama baru. Begitulah kebebasan beragama berlaku. Mau keluar masuk agama manapun, itu hak warga negara. Negara tak boleh melarang hak individu dalam beragama.

Alhasil, penerapan sistem kapitalisme demokrasi telah memberi banyak kerugian kepada umat Islam karena tumbuh suburnya aliran sesat atau agama baru yang mengaburkan dan menyesatkan akidah Islam yang lurus. Negara kapitalisme demokrasi gagal melindungi umat dari penyesatan dan pendangkalan akidah.

Namun, kebebasan beragama dalam sistem demokrasi kapitalisme ini tidak berlaku ketika umat Islam menginginkan formalisasi syariat  dalam naungan Khilafah. Padahal sudah ada  pihak yang telah merekomendasikan bahwa ponpes Al-Zaytun bagian dari NII . Artinya ada negara dalam negara. Alih-alih memberi stempel radikal atau terindikasi terorisme, membubarkan saja masih tarik ulur. Hal ini membuktikan adanya standar ganda dalam penerapan kebebasan beragama dalam sistem demokrasi kapitalisme.

Memutus Mata Rantai Aliran Sesat

Berharap pada sistem sekuler kapitalis untuk memberantas aliran sesat, bagai mimpi di siang hari. Kita  butuh sistem yang benar benar mampu memberangus keadaan aliran sesat agar keberadaannya tidak meresahkan masyarakat.

Islam adalah agama sekaligus ideologi yang berasal dari Allah. Dalam penerapannya, jika ada aliran sesat yang berkembang dan meresahkan  masyarakat, negara akan memberikan sanksi yang tegas.

Dalam Negara Islam (Khilafah) ada Departemen Dalam Negeri yang bertugas untuk menjaga negara dan masyarakat. Jika ada kelompok atau yang tidak sesuai dengan Islam  dan meresahkan masyarakat, maka akan dilakukan tindakan yang tegas.

Adapun tindakannya adalah dengan menyurati kelompok tersebut dan meminta mereka untuk bertobat dan kembali kepada Islam. Jika kelompok tersebut bersikeras pada alirannya maka akan diperangi.

Jika mereka kelompok kecil maka polisi yang akan memeranginya, secara mandiri Jika mereka adalah kelompok besar dan polisi tidak mampu memeranginya, maka polisi wajib meminta bantuan kepada khalifah untuk mendatangkan kekuatan militer.

Inilah cara Khilafah dalam memberantas aliran sesat agar  keberadaannya tidak semakin subur. Di sinilah kita butuh sistem Khilafah untuk menjaga agama (hifz Ad-Dien). Wallahu a’lam.

[SM/Ln]