Oleh: Bunda Nurul Husna
Suaramubalighah.com, Muslimah dan Keluarga – Miris. Propaganda gerakan L68T (lesbian, gay, biseksual dan transgender) kini makin marak di media sosial. Penyebutannya pun berkembang menjadi L68TQ+, dimana tambahan Q+ berarti queer dan lain-lain, sedangkan tanda plus untuk mewakili identitas seksual lainnya. Berbagai konten hiburan berbau L68TQ+ sangat mudah muncul di aplikasi seperti TikTok atau Instagram, media sosial yang paling banyak diakses oleh remaja. Bahkan yang terbaru, telah ditemukan grup whatsapp L68T siswa SD di Pekanbaru, Riau pasca guru melakukan razia HP para siswanya. Itu artinya anak-anak negeri ini pun tidak lepas dari ancaman bahaya L68T. (Jateng.tribunnews.com, 19-6-2023)
Mengutip dari laman resmi www.fatherman.id ada peringatan serius yang harus diperhatikan oleh para orang tua tentang ancaman bahaya L68TQ+ pada anak, karena ternyata tidak selamanya tontonan animasi yang lucu dan menggemaskan itu aman untuk anak. Pada Februari 2023 lalu, akun Twitter @AldoButtazzoni menuliskan sebuah utas yang membongkar konten-konten yang mempropagandakan L68TQ+ di YouTube Kids. Utas tersebut juga menuliskan terdapat kanal khusus bernama “Queer Kid Stuff” yang menggunggah konten mainan bertema L68TQ+, serta menormalisasi gaya hidup L68TQ+ yang secara khusus menargetkan pengunjung anak-anak. Munculnya berbagai konten L68TQ+ di YouTube Kids ini, jelas menjadi sinyal bahwa gerakan dan propaganda kaum pelangi ini begitu masif dan terorganisir. Hingga tanpa disadari anak-anak pun tergiring untuk mengakses konten-konten L68TQ+ secara halus dan pelan-pelan.
Bahaya dan Merusak, Mengapa Dibiarkan?
Gerakan dan propaganda kaum pelangi yang menyasar remaja dan anak-anak negeri ini, sebenarnya bukan hal baru. Sebagaimana yang pernah ditegaskan oleh Sekretaris Riset Konsorsium International Human Trafficking UA dan Universitas IOWA USA, ibu Jani Purnawanty, S.H, SS., LL. M, pada Forum Intelektual Muslimah Surabaya, Februari 2018 lalu. Ditegaskan bahwa gerakan komunitas L68TQ+ ini merupakan gerakan terstruktur dan masif, baik skala internasional, nasional, dan lokal berupa komunitas gay dan turunannya. Bahkan menurutnya telah ada komunitas bernama Gay SD, SMP, SMA se-Surabaya di media sosial yang beranggotakan anak-anak dan para pemuda. Dalam waktu beberapa bulan, 1000 lebih anggota baru masuk menjadi anggota closed group tersebut. Maka jika saat ini propaganda kaum pelangi tersebut tetap eksis bahkan makin masif, apakah ini bentuk pembiaran?
Sesungguhnya bahaya L68TQ+ ini sudah sangat nyata, baik bagi pelakunya maupun bagi masyarakat. Prof. Abdul Hamid Al-Qudah, seorang dokter spesialis penyakit kelamin menular dan AIDS di Asosiasi Kedokteran Islam Dunia (FIMA) dalam bukunya “Kaum Luth Masa Kini”, mengungkapkan bahaya L68T bagi kesehatan. Selain rentan terkena meningitis dan beresiko tinggi terkena HIV/AIDS, kaum gay memiliki resiko dua kali lebih tinggi terkena kanker (kanker anus dan kanker mulut) bila dibandingkan dengan pria heteroseksual.
Secara sosial, penyimpangan orientasi seksual kaum pelangi ini menjadi ancaman bagi eksistensi sebuah keluarga. Pernikahan yang awalnya merupakan hal sakral dan mulia untuk melestarikan keturunan, berubah menjadi sekedar pemuas nafsu birahi semata. Akibatnya secara demografi akan menutup pertumbuhan umat manusia. Belum lagi efeknya yang merusak pada masyarakat lebih luas, karena korban kaum gay itu umumnya akan tertulari perilaku buruk kaum pelangi tersebut. Beberapa kasus kaum gay juga memicu tindak kriminal lainnya, seperti munculnya psikopat yang dengan sadisnya membunuh dan memutilasi korbannya. Ingat kasus Ryan di Jombang, Jawa Timur beberapa tahun lalu yang tega menghabisi 11 nyawa manusia lantaran persoalan asmara kaum gay yang nista. Fakta rusak lainnya tentu sangat banyak dan tidak tersembunyi. Namun anehnya, mengapa seolah masih dibiarkan?
Adanya kesan pembiaran terhadap gerakan dan propaganda L67TQ+ bukan tanpa alasan. Karena faktanya, kaum pelangi ini makin berani mengampanyekan gerakannya. Beberapa waktu lalu, sekelompok pemuda menggelar aksi di Monas, Jakarta Pusat dengan mengibarkan bendera pelangi sebagai bentuk dukungannya pada L68TQ+. Dan parahnya, seorang petinggi negeri ini justru mengatakan bahwa pemerintah tidak bisa melarang orang yang berstatus sebagai homo atau lesbian yang termasuk L68TQ+. Perilaku maksiat tersebut dianggapnya sebagai kodrat ciptaan Tuhan. Karena itu, menurutnya, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan berlaku pada 2026, kelompok pelangi tidak bisa dilarang. Astaghfirullah. Ini benar-benar bentuk kelancangan terhadap syariat.
Sikap lancang terhadap syariat, diamnya negara bahkan cenderung membiarkan ide, pendapat, atau gerakan yang tidak sesuai syariat, adalah bukti nyata bahwa sekularisasi tengah berjalan di negeri ini. Benarlah apa yang pernah ditegaskan oleh Prof. Suteki, pakar hukum pidana dari Universitas Diponegoro Semarang, bahwa KUHP negeri ini liberal. Komentar Prof. Suteki ini terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Desember 2017 lalu, yang menolak uji materi terhadap gugatan sejumlah tokoh intelektual terkait permohonan perluasan makna pasal asusila dalam KUHP (yaitu pasal 284, 285 dan 292) karena dianggap mengancam ketahanan keluarga. Dalam gugatannya itu, pemohon berharap kumpul kebo dan homoseksual (gay) bisa masuk dalam delik pidana dan dipenjara. Namun MK menolak gugatan tersebut. Ini sungguh bukti nyata bahwa KUHP negeri ini liberal.
Dengan ditolaknya uji materi tersebut oleh MK, maka secara yuridis tidak ada norma yang melarang L68TQ+. Itulah mengapa gerakan kaum pelangi ini terus eksis dan masif. Tidak adanya aturan tegas yang melarang gerakan mereka, menjadikan mereka bebas bermaksiyat. Inilah hakikat dari negeri sekuler liberal. Meski sudah jelas berbahaya, merusak dan melanggar syariat agama, tetap dibiarkan eksis atas nama kebebasan dan HAM. Jadi, selama akidah sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) masih eksis di negeri ini, L68TQ+ tak mungkin bisa dihapuskan. Karena gerakan mereka dianggap ekspresi kebebasan berperilaku yang harus dilindungi atas nama HAM.
Tidak Sesuai Fitrah Penciptaan
Dalam pandangan Islam. L68TQ+ termasuk perilaku seksual menyimpang dan tidak sesuai dengan fitrah penciptaan manusia. Al-‘Alamah Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya An-Nizham Al-Ijtima’iy menyatakan bahwa Alah SWT memberikan kepada manusia berbagai naluri (gharaa’iz), di antaranya adalah naluri melestarikan keturunan (gharizah nau’). Gharizah nau’ ini memang bisa terpuaskan oleh manusia dengan berbagai cara. Bisa dengan hubungan lawan jenis, hubungan sesama jenis (yaitu homoseksual atau lesbian), bahkan bisa dengan binatang atau sarana lainnya.
Namun, dari berbagai cara dan sarana pemuas gharizah nau’ tersebut, tidak mungkin dapat mewujudkan lestarinya keturunan kecuali dengan satu kondisi saja, yaitu pemuasan naluri melalui hubungan antara laki-laki dan perempuan atau sebaliknya. Dan tentu saja dalam ikatan pernikahan yang sah sesuai syariat, bukan dengan zina. Karena sesungguhnya, dari penciptaan laki-laki dan perempuan, Allah SWT berkehendak lestari dan berkembangnya keturunan yang banyak dari eksisnya hubungan laki-laki dan perempuan itu dalam pernikahan yang sah, sebagaimana firman-Nya,
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (QS An-Nisa: 1)
Jelaslah bahwa perilaku L68TQ+ termasuk cara pemuasan gharizah nau’ yang bebas tanpa bimbingan wahyu dan tidak sesuai dengan fitrah penciptaan manusia. Oleh karena itu perilaku L68TQ+ haram dalam pandangan Islam. Pelakunya bahkan dilaknat oleh Allah SWT dan layak mendapatkan sanksi berat sesuai ketentuan hukum syarak. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.
“Dilaknat orang yang melakukan perbuatan kaum nabi Luth (homoseksual)” (HR At-Tirmidzi dan Ahmad dari Ibnu Abbas ra).
Dalam hadis lain, Rasulullah saw. juga bersabda, “Barangsiapa yang mendapati ada yang melakukan perbuatan liwath (sodomi) sebagaimana yang dilakukan oleh kaum nabi Luth, maka bunuhlah kedua pasangaan liwath tersebut.“ (HR Abu Daud no. 4462, At-Tirmidzi no. 1456, dan Ibnu Majah no.2561, dari Ibnu Abbas ra)
Butuh Peran Negara
Eksis dan masifnya propaganda serta gerakan L68TQ+ adalah sebuah keniscayaan dalam masyarakat yang mengadopsi sistem hidup kapitalisme sekuler liberal seperti di negeri ini. Bahkan kini propaganda jahat dan gerakan kemaksiatan L68TQ+ itu telah menyasar generasi dan anak-anak, padahal mayoritas penduduk negeri ini muslim. Maka seharusnya kemaksiatan semacam L68TQ+ tidak dibiarkan berkembang.
Untuk itu bangsa dan umat ini tidak boleh diam saja. Harus ada upaya serius mengakhiri propaganda dan gerakan L68TQ+ tersebut dan menyelesaikan kejahatannya, dengan penyelesaian yang menyentuh akar persoalannya, yakni dengan mengakhiri eksistensi sistem hidup kapitalisme sekuler liberal yang menjadi pijakan tumbuh suburnya L68TQ+ dan kemaksiatan lainnya. Kemudian menghadirkan kembali masyarakat Islam yang diatur dengan Islam kaffah, sebagai satu-satunya sistem hidup yang sahih dan solutif serta mewujudkan berbagai kebaikan yang barokah. Dan dalam hal ini, negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam mewujudkan masyarakat yang baik dan bertakwa.
Meski demikian, ada tiga pihak yang harus ikut berperan dalam mewujudkan masyarakat bertakwa tersebut, demi mengakhiri propaganda dan gerakan L68TQ+, yaitu individu yang bertakwa, masyarakat yang melakukan amar makruf nahi munkar sebagai kontrol sosial, dan penerapan hukum Islam yang adil dan total oleh negara. Dengan kata lain, rakyatnya bertakwa, masyarakatnya bertakwa, negaranya pun bertakwa.
Pertama, keluarga yang bertakwa akan menjadikan seluruh anggota keluarganya terbina dan paham Islam kaffah. Dari sini akan terbentuk self control pada diri mereka berupa rasa takut untuk bermaksiat pada Allah SWT. Sehingga tidak mudah terseret pada pergaulan bebas, tidak mudah terpengaruh oleh propaganda kaum pelangi yang berbahaya dan nista, bahkan mampu membedakan perilaku yang benar dan salah sesuai tuntunan syariat.
Kedua, masyarakat yang bertakwa akan selalu peduli pada urusan umatnya. Ketakwaan yang telah terbentuk sejak di lingkungan keluarganya, memunculkan kehendak diri untuk aktif beramar makruf nahi munkar, serta melahirkan sikap saling peduli dan saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran. Sehingga memunculkan sikap peka dan waspada terhadap berbagai ide dan propaganda yang salah dan bertentangan dengan syariat, atau kemaksiatan apapun yang terjadi di masyarakat. Mereka akan menegur, menasihati dan mencegahnya agar tidak menjadi kemaksiatan yang terus berkembang dan membahayakan bagi kesucian masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, propaganda dan gerakan L68TQ+ pasti tidak akan laku dan tidak punya ruang sedikitpun untuk berkembang.
Ketiga, negara yang bertakwa akan benar-benar hadir dan menjalankan fungsinya secara nyata sesuai tuntunan syariat. Fungsi negara sebagai raain (pengatur seluruh urusan rakyat) dan junnah (pelindung rakyat dari segala bahaya dan kerusakan) akan terwujud nyata. Sehingga negara akan menerapkan Islam secara kaffah pada seluruh aspek hidup masyarakat, berupa sistem pendidikan, sistem sosial, sistem penerangan dan media massa, serta sistem sanksi.
Sistem pendidikan Islam akan menguatkan bangunan ketakwaan individu yang telah dibentuk oleh orang tua, sehingga melahirkan output pendidikan yang berkepribadian Islam (bersyakhshiyyah Islamiyyah), takut pada Allah, siap menghamba pada Allah SWT, dan peduli pada urusan umatnya.
Sistem sosial Islam akan membentuk pribadi rakyat yang berakhlak mulia, beradab, bersih, suci, dan mulia, tidak terkotori oleh pergaulan bebas, jauh dari keburukan dan kenistaan hidup seperti yang ada dalam komunitas kaum pelangi.
Sistem penerangan dan media Islam yang dikontrol ketat oleh negara, menjadikan sistem penerangan hanya fokus pada penyebaran konten-konten yang baik, menyeru pada Islam kaffah, menguatkan ketaatan dan sikap takwa, menguatkan mental rakyat sebagai khairu ummah pengemban risalah Islam ke seluruh dunia, menopang pelaksanaan kewajiban jihad oleh negara, menguatkan keyakinan rakyat dan kesiapannya untuk mengambil peran strategis dalam menopang eksistensi kepemimpinan negara di dunia, serta perkara yang menguatkan kehendak rakyat untuk terus mendekatkan diri pada Rabb-nya demi kokohnya kesabaran mereka dalam ketaatannya pada syariat Islam.
Sistem media penerangan yang seperti ini tidak akan pernah memberikan celah pada berbagai propaganda dan gerakan kemaksiatan semacam L68TQ+. Bahkan negara akan memastikan seluruh konten media yang tersebar di masyarakat tidak melanggar ketentuan syariat sedikitpun. Negara pun akan menggunakan media penerangan sebagai sarana mendidik rakyat dengan Islam kaffah, menyeru pelaku maksiat segera bertaubat dan kembali pada ketakwaan yang hakiki.
Sistem sanksi Islam yang adil dan tegas, yang diterapkan negara akan menjadikan para pelaku kemaksiatan dan para pendukungnya jera serta berpikir ribuan kali untuk mencoba melakukan kemaksiatan serupa. Para pelaku kejahatan pun akan mendapatkan sanksi yang tegas sesuai syariat, sehingga melahirkan rasa keadilan pada rakyat dan semua pihak. Dalam sistem sanksi yang adil seperti ini, propagandis dan pelaku L68TQ+ tidak akan pernah dibiarkan berkembang.
Demikianlah mekanisme Islam dalam menyelesaikan kasus propaganda dan gerakan L68TQ+ terhadap generasi dan anak-anak, sekaligus menjaga kebersihan dan kesucian masyarakat Islam yang bertakwa. Solusi Islam yang tuntas hingga ke akarnya, dengan mengakhiri pemberlakuan sistem kapitalisme sekuler liberal, dan menghadirkan kembali masyarakat Islam kaffah.
Untuk itu, harus ada aktivitas dakwah politik yang terus dijalankan secara berjamaah dan terarah, menuju pada penerapan syariat Islam kaffah dalam naungan Khilafah. Karena hanya dengan hadirnya sistem Islam kaffah saja, generasi dan anak-anak akan terselamatkan dari bahaya L68TQ+ dan kemaksiatan lainnya yang merusak. Sekaligus menghantarkan mereka menjadi calon pemimpin umat yang tangguh di masa depan, yang siap membangun kembali peradaban Islam yang agung, yang siap memimpin dunia dengan Islam kaffah. [SM/Ln]