Memaknai Khithab ‘ Jangan Membunuh Dirimu Sendiri

  • Hadis

Oleh: Siti Murlina, S. Ag

Suaramubalighah.com, Hadis –

ْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Artinya:

… Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu. (QS An-Nisa’ (4): 29)

Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Jalaludin As-Suyuthi dalam tafsir Jalalayn menjelaskan bahwa yang dimaksudfrasa, ‘Dan janganlah kamu membunuh dirimu artinya dengan melakukan hal-hal yang menyebabkan kecelakaannya bagaimanapun cara dan gejalanya baik di dunia dan di akhirat. (Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu) sehingga dilarang-Nya kamu berbuat demikian.

Sedangkan Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dalam tafsir As-Sa’di menjelaskan bahwa yang dimaksud,‘Dan janganlah kamu membunuh dirimuadalah, janganlah sebagian kalian membunuh sebagian yang lain, dan janganlah seseorang membunuh dirinya, dan termasuk dalam hal itu adalah menjerumuskan diri kedalam kehancuran dan melakukan perbuatan-perbuatan berbahaya yang mengakibatkan kematian dan kebiasaan, (sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu) dan di antara rahmat-Nya adalah dimana Allah SWT memelihara diri, dan harta kalian, serta melarang kalian dari menyia-nyiakan dan membinasakannya, dan Allah SWT menjadikan adanya hukuman atas hal tersebut berupa had-had.

Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsir Al-Wajiz menjelaskan makna dari potongan ayat tersebut adalah, dan sebaiknya seseorang tidak bunuh diri. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih terhadap kalian dengan mengharamkan dan mencegah kalian melakukan perkara tersebut.

Sehubungan dengan pemaparan dari para mufassir bahwa potongan akhir ayat 29 surat An-Nisa tersebut terdapat seruan atau khithab kepada kaum mukmin, larangan untuk membunuh dirinya sendiri. Karena hal tersebut merupakan rahmat Allah SWT kepada umat Muhammad saw. maka telah dinasakh atau dihapus hukum tersebut. Tidak seperti  Bani Israil dahulu sebagaimana yang diungkapkan oleh Al-Hasan, mereka disuruh oleh Allah SWT untuk membunuh diri mereka sendiri sebagai bentuk taubat mereka juga sebagai jalan keluar bagi kesalahan-kesalahan mereka.

Maknanya, bagi orang yang beriman ketika punya masalah baik pribadi, ekonomi, sosial dan lain sebagainya merupakan bentuk kasih sayang dan rahmat Allah SWT bagi dirinya. Dia akan menjadi orang yang tidak mudah berputus asa dan tangguh dalam menghadapi, menjalani dan menyikapi serta menyelesaikan setiap permasalahan dan kesulitan dalam kehidupan dunia ini.

Maka ia akan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT dan melakukan muhasabah terhadap apapun yang telah dilakukan. Karena itu ia akan menyadari bahwa setiap permasalahan dan kesulitan yang datang sebenarnya adalah wujud dari keimanan itu sendiri, sebagai bentuk ketaatan dan ketakwaan kepada Allah SWT sebagai Pencipta dan Pengatur kehidupan.

Membunuh diri sendiri merupakan perbuatan maksiat yang termasuk dalam kategori dosa besar  dan akan membawa pelakunya ke jurang kehancuran dan kebinasaan, serta menjerumuskannya ke azab neraka. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.

مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»

Artinya:

Barang siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka kelak pada hari kiamat dia akan diazab dengan sesuatu itu. (HR Bukhari no. 6105 dan Muslim no. 110)

Ayat tersebut juga merupakan larangan untuk saling membunuh antara satu dengan yang lain. Hal ini karena lafadz anfusakum dalam ayat tersebut dimaknai dengan hadis Nabi berupa: “Orang-orang mukmin itu ibarat satu tubuh”.

Dan dalam hadis yang lain Rasulullah saw. bersabda: “Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR Bukhari dan Muslim)

Ayat tersebut diawali dengan kalimat seruan dari Allah SWT kepada seluruh mukmin dengan menghubungkan kata dengan harta dan jiwa. Ini merupakan dalil bahwa kaum mukmin dalam kasih sayang, saling mencintai, saling mengasihi dan saling menjaga kemaslahatan adalah seperti satu tubuh.

Sedangkan membunuh merupakan perbuatan tercela yang bisa menghilangkan rahmat dan pertolongan Allah dari kehidupan. Karena sifat tamak dan rakus terhadap harta bisa jadi penyebab kehilangan jiwa.

Membunuh orang lain bisa bermakna sama dengan membunuh diri sendiri. Bagi orang yang membunuh dengan sengaja tanpa ada uzur syar’i maka dia dikenakan had qishas, maka berlaku hukum bunuh atas dirinya.

Jadi hubungan antara jiwa dan harta sangat erat. Seringkali bisnis menjadi pemicu terjadinya permusuhan yang mengakibatkan terjadinya kasus pembunuhan dan bunuh diri. Di antaranya karena bangkrut dalam bisnis, stress, lalu bunuh diri. Maka jangan sampai urusan harta melalaikan diri dan untuk mendapatkannya menghalalkan segala cara.

Selanjutnya, akhir ayat 29 surat An-Nisa‘ ini menjadi dasar diperbolehkan tayamum pada kondisi dingin yang ekstrim sebagai pengganti mandi janabah. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan, dari Amr Ibnul Ash ra. yang menceritakan bahwa ketika Nabi saw. mengutusnya dalam perang zatus salasil, di suatu malam yang sangat dingin ia bermimpi mengeluarkan air mani. Ia merasa khawatir bila mandi jinabah, nanti akan binasa. Akhirnya ia terpaksa bertayamum, lalu salat Subuh bersama teman-temannya. Amr Ibnul Ash ra. melanjutkan kisahnya, “Ketika kami kembali kepada Rasulullah saw. maka aku ceritakan hal tersebut kepadanya. Beliau bersabda, ‘Hai Amr, apakah kamu salat dengan teman-temanmu, sedangkan kamu mempunyai janabah?’ Aku (Amr) menjawab, ‘Wahai Rasulullah saw. sesungguhnya aku bermimpi mengeluarkan air mani di suatu malam yang sangat dingin, hingga aku merasa khawatir bila mandi akan binasa, kemudian aku teringat kepada firman Allah SWT yang mengatakan: Dan janganlah kalian  membunuh diri kalian,  sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. (QS An-Nisa‘: 29) Karena itu, lalu aku bertayamum dan salat. Maka Rasulullah saw. tertawa dan tidak mengatakan sepatah kata pun.” (HR Abu Daud)

Demikian Allah SWT menjelaskan makna dari ayat 29 surat an Nisaini, bahwa ajaran Islam sangat menjaga jiwa manusia sampai untuk kasus darurat seperti yang dilakukan oleh sahabat Amr Bin Al-Ash, Rasulullah saw. mendiamkannya.

Berbeda dengan sistem yang ada saat ini kasus bunuh diri meningkat sebagai akibat dari sekularisme yang merajalela mengatas-namakan kebebasan. Individu umat dijauhkan dari aturan syariat yang telah mengakar sekian lama yang membuat tatanan kehidupan menjadi rusak. Sistem kapitalisme yang jahat ini merupakan dalang utamanya, membuat orang memamerkan harta kekayaan (flexing), mengejar gaya hidup terkini dan lain sebagainya. Sehingga dapat dengan mudah membuat semua kalangan mengalami stres hingga depresi.

Kasus bunuh diri termasuk jenis penyakit gangguan mental yang bisa menimpa siapa saja, kaya-miskin, laki-perempuan, tua-muda serta muslim maupun nonmuslim. Maka untuk merevitalisasinya adalah dengan memasifkan pemahaman agama dan pendidikan yang berbasis akidah Islam yang melibatkan berbagai peran terutama  negara dan seluruh elemen masyarakat.

Agar terwujud individu umat terbaik yang memiliki keimanan dan kesadaran yang tinggi kepada Allah SWT dan rasul-Nya. Memahami tujuan hidup hanya untuk mencari rida-Nya, tidak mudah berputus asa dan bermental tangguh yang siap akan bertarung di kancah kehidupan. Generasi pejuang yang gigih dan mampu membangun peradaban yang mulia yakni Islam.

Oleh karena itu pada akhir ayat tersebut Allah SWT kepada manusia, khususnya orang mukmin tentang kasih sayang dan rahmat-Nya untuk menjauhi kezaliman dan permusuhan, sistem transaksi harta, agar manusia bisa hidup berdampingan secara harmoni. Baik dimensi hablum minallah, minnafsihi (diri sendiri) maupun minannas (orang lain). Maka sebagai mukmin wajib percaya dan tunduk  kepada seluruh aturan Allah dan Rasul-Nya. Karena semua aturan syariat itu adalah demi kemaslahatan umat manusia. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ln]