Oleh: Diana Wijayanti
Suaramubalighah.com, Muslimah dan Keluarga – Di tengah jauhnya umat dari syariat terkait walimah atau pernikahan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Lubuklinggau mengeluarkan imbauan untuk menyelenggarakan walimah syar’i bagi warga setempat. Hal itu tertuang dalam surat Imbauan no 021/MUI-LLG/VII/2023 tertanggal 5 Juli 2023 tentang pernikahan.
Adapun isi imbauan itu di antaranya adalah :
Pertama, pernikahan harus dilaksanakan sesuai syariat. Resepsi pernikahan atau walimatul ursy, adalah ibadah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu a’laihi wasallam. Maka hendaklah dilaksanakan dengan nilai syariat Islam (Hadis Bukhari 2049 dan 9168, Muslim 1427 dan 1428)
Kedua, jangan ada nilai kemungkaran dan kemaksiatan. Jangan ada perbuatan yang bernilai khurafat apalagi tasyabbuh kepada orang kafir, seperti:
•Lempar bunga dengan keyakinan yang mendapatkannya pasti akan menikah selanjutnya (sunan Abu Daud 4031 dan sunan At-Tirmidzi 2095).
•Jangan ada tarian yang bernilai tabarruj apalagi sampai membuka aurat dan mengumbar syahwat, seperti joget Maumere, apalagi sampai diberikan hadiah bagi yang paling heboh. (QS Al-lsra: 30, Us Al-Ahzab 37, Hadis Muslim 2128)
•Tidak ada minuman keras yang disajikan bagi para hadirin (QS Al-Maidah: 90)
•Tidak adanya penayangan house musik dan remix.(Hadis Abu Daud 4039)
•Tidak adanya penyanyi yang mengumbar aurat dan mengundang syahwat baik dengan suaranya atau gerakan tubuhnya (Hadis Muslim 2128)
Ketiga, bernilai sosial yang tinggi, tidak membedakan tamu VIP dengan orang biasa bahkan dhuafa dengan perbedaan yang mencolok sehingga menyebabkan ketersinggungan.
Keempat, tidak mengganggu waktu salat dan tetangga. Kegiatan resepsi pernikahan hendaklah diupayakan agar waktunya selesai sebelum waktu salat zuhur. Kalaupun ada pengunduran tidak berlebihan sehingga berpotensi tidak melakukan salat. Juga tidak larut malam sehingga mengganggu tetangga.
Imbauan ini seperti oase di tengah panasnya gurun. Keberanian MUI Lubuklinggau ini patut diapresiasi dan diacungi jempol. Karena memang walimah syar’i adalah tuntunan yang benar sesuai syariat Islam.
Semoga MUI di Kota yang lain juga memberikan seruan yang sama, untuk membudayakan walimah syar’i. Bahkan harapannya bukan hanya seruan namun diadopsi oleh negara sebagai aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh warga negara yang muslim.
Konsep Walimah Syar’i
Melaksanakan walimah syar’i yang sesuai koridor Islam, memang menjadi impian bagi sebagian pasangan pengantin muslim yang tengah menikmati proses hijrah. Keinginan besar mengharap rida Allah Subhaanahu wa Ta’ala dalam memulai kehidupan baru dalam membina keluarga menjadi alasan utama. InsyaAllah keberkahan dalam biduk rumah tangga akan tercurah.
Namun banyak dari kaum muslimin yang belum mau melaksanakan walimah syar’i, karena kurang memahami syariah. Oleh karena itu konsep walimah syar’i harus dibudayakan di tengah umat agar terjadi perubahan pemahaman. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan walimah syar’i :
Pertama, harus dipahami bahwa menikah adalah salah satu bentuk ibadah sehingga wajib dilaksanakan sesuai ketentuan syariat. Hal ini berdasarkan kaidah syara‘ yang menyebutkan :
الأَصْلُ فِي اْلأَفْعَالِ التَّقَيُّدُ بِحُكْمِ اللهِ
“Hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum Allâh.”
Jadi walimah bukan hanya ajang prestise, ajang flexing atau pamer, ajang balas budi atau untuk meraih keuntungan materi namun untuk meraih keridaan Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Sehingga aturan Islam harus menjadi rujukan.
Kedua, perlu menyamakan persepsi semua pihak. Bahwa calon mempelai harus menyampaikan niat walimah syar’i kepada orang tua masing-masing agar bisa dipahami dan dilaksanakan tanpa menimbulkan penentangan atau perselisihan. Tak jarang ditemui, saat calon mempelai pria dan wanita sudah hijrah, menghadapi kesulitan tatkala berhadapan dengan orang tua dan keluarga besar yang belum memahami Islam.
Di sinilah perlunya penjelasan jauh-jauh hari, agar semua pihak bisa sepakat terhadap konsep walimah syar’i yang diinginkan. Alasan ribet, mahal, aneh atau tidak sesuai adat dan kebiasaan harus diluruskan dan dipahamkan bahwa keridaan Allah Subhaanahu wa Ta’ala harus menjadi prioritas utama.
Ketiga, akad nikah harus syar’i, memenuhi syarat, rukun dan wajibnya nikah. Pada saat prosesi akad nikah, hanya dihadiri wali mempelai perempuan, mempelai laki-laki, saksi dan kethib (petugas pencatatan nikah). Sementara mempelai perempuan tidak disandingkan dengan mempelai laki-laki.
Setelah akad selesai, dinyatakan sah, pengantin laki-laki baru mendatangi pengantin wanita. Dianjurkan suami memegang ubun-ubun istrinya sambil berdo’a : “Allahumma inni as ‘aluka min khairihaa wa khairimaa jabaltahaa ‘alaih. Wa a’udzubika min syarrihaa wa syarrima jabaltaha ‘alaih.”
Keempat, saat walimatul ursy harus dipisahkan mempelai dan tamu undangan dengan infishal taam atau pemisahan secara sempurna. Pemisahan ini bersifat wajib, sebagaimana Baginda Rasulullah shallallahu a’laihi wasallam melakukan pengaturan antara jemaah laki-laki dan perempuan.
Baik pada saat di masjid maupun pada saat belajar. Jemaah laki-laki di depan, jemaah perempuan di belakang. Jemaah perempuan pulang duluan, jemaah laki-laki belakangan. Dalam menuntut ilmu, jemaah laki-laki dipisahkan dengan jemaah perempuan di waktu yang berbeda.
Kelima, keharusan bagi mempelai perempuan untuk mengenakan kerudung dan jilbab. Sebagaimana perintah berkerudung bagi muslimah terdapat dalam firman-Nya:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya…(QS An Nuur [24]: 31)
Dan perintah berjilbab terdapat dalam firman-Nya :
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ
Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (QS Al-Ahzab [33]: 59)
Keenam, larangan tabaruj pada saat walimatul ursy. Tabaruj adalah menampakkan kecantikan di hadapan laki-laki asing, baik dengan riasan maupun pakaian yang ketat, membentuk lekukan tubuh.
Sebagaimana firman-Nya :
…وَلَا تَبَـرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُ وْلٰى..
…dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu...(QS Al-Ahzab [33]: 33)
Ketujuh, kebolehan ada nyanyian dan hiburan yang tidak melanggar syariat, seperti nasyid yang mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan pujian terhadap Rasulullah shallallahu a’laihi wasallam.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad saw. berikut :
أَعْلِنُوا هَذَا النِّكَاحَ وَاجْعَلُوهُ فِى الْمَسَاجِدِ وَاضْرِبُوا عَلَيْهِ بِالدُّفُوفِ
Artinya : “Umumkanlah pernikahan ini dan laksanakanlah pernikahan itu di masjid, serta tabuhlah rebana untuk itu” (HR Imam Tirmidzi)
Kedelapan, menyajikan hidangan yang halal dan thayyib, dan disediakan tempat duduk, bukan makan sambil berdiri atau dikenal dengan standing party’.
Perintah makan makanan yang halal dan thayyib terdapat dalam firman-Nya:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata.“ (QS Al-Baqarah [2]: 168)
Sedangkan larangan makan dan minum sambil berdiri terdapat dalam hadis. Bahwasanya Rasulullah shallallahu a’laihi wasallam bersabda :
أَنَّهُ نَهَى أَنْ يَشْرَبَ الرَّجُلُ قَائِمًا
Bahwasanya beliau melarang seseorang minum sambil berdiri. “Qatadah berkata bahwa mereka kala itu bertanya (pada Anas), “Bagaimana dengan makan (sambil berdiri)?” Anas menjawab: “Itu lebih parah dan lebih jelek.“ (HR Muslim)
Kesembilan, tidak boleh memaksakan diri dalam menyelenggarakan walimatul ursy sampai berutang dan terjerumus riba.
Utang riba telah dilarang oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:
وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al-Baqarah: 275).
Dengan adanya berbagai macam konsep walimah syar’i ini menunjukkan bahwa walimah bukan budaya baru namun telah ada sejak masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Oleh karena itu kaum muslimin wajib meneladani konsep walimah syar’i ini dan terus membudayakannya.
Berbagai anggapan miring tentang walimah syar’i yang ribet dan mahal sejatinya hanya asumsi hawa nafsu belaka bukan fakta. Nyatanya walimah syar’i sangat simple, mudah dan ringan dilaksanakan. Yang jelas akan mendapat keridaan Allah Subhaanahu wa Ta’ala karena sesuai dengan syariah Islam.
Masyarakat harus terus diberi pemahaman bahwa penyelenggaraan pernikahan saat ini tidak mencerminkan budaya Islam. Sehingga perlu membudayakan secara masif walimah syar’i ke seluruh kaum muslimin sebagaimana apa yang dihimbau oleh MUI Lubuklinggau. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ln]