Menjadi Sahabat Surga yang Sejati

(Islam Memilihkan Perempuan sebagai Sahabat bagi Perempuan)

Oleh: Bunda Nurul Husna

Suaramubalighah.com, Muslimah dan Keluarga – Pada dasarnya, setiap manusia pasti ingin punya teman. Karena secara sunnatullah, manusia memiliki naluri mempertahankan diri (gharizah al-baqa’). Suka berteman, ikut berbagai komunitas, ingin punya banyak kenalan, merasa butuh punya sahabat, senang berkumpul dengan circlenya,  adalah contoh dari ekspresinya.Karena itu manusia sering disebut sebagai makhluk sosial.

Bagi mukmin, memilih teman itu ada panduannya. Karena teman yang baik adalah teman yaang membuat kita makin taat pada Allah SWT. Saling membantu, saling mendoakan, saling menyemangati dalam kebaikan, saling menguatkan kesabaran dalam taat, saling menjaga kehormatan, saling menasihati untuk menjauhi kemaksiatan. Teman yang bisa diandalkan saat senang dan susah, bahagia dan sedih, untuk tetap sama-sama taat. Teman yang dikuatkan dengan ikatan akidah Islam. Teman yang benar dan halal menurut hukum syarak. Bukan teman yang melalaikan dari mengingat Allah SWT. Intinya, teman taat hingga surga-Nya nanti.

Panduan syariat dalam berteman ini sangat penting. Karena tak jarang ada yang keliru dalam memaknai pertemanan. Bahkan mencampuradukkan makna teman dengan perkara yang justru menjauhkan dari kebaikan pertemanan yang hakiki. Misalnya teman tapi mesra, friends with benefits, friendzone (jatuh cinta pada teman) dan sebagainya. Akhirnya justru membuka celah tergelincirnya relasi pertemanan pada pacaran yang dilarang oleh agama, atau bentuk-bentuk interaksi yang diharamkan oleh Islam.

Relasi pertemanan yang toxic seperti ini, kian marak terjadi di masyarakat. Seolah makin menegaskan bahwa kehidupan masyarakat negeri ini benar-benar tengah didominasi oleh gaya hidup yang liberal sekuleristik. Meski mayoritas penduduk negeri ini muslim, tapi Islam tidak dipakai sebagai asas bagi lahirnya berbagai peraturan hidup rakyat. Demikian juga dalam relasi sosial rakyatnya, interaksi laki-laki dan perempuannya tidak diatur dengan syariat Islam.

Terkait larangan pacaran dalam Islam ini, dikatakan oleh seorang tokoh perempuan yang sekaligus pengasuh pondok pesantren mahasiswa, dalam sebuah portal media online bercorak gender feminis, bahwa persahabatan yes, pacaran no. Menurutnya, telah dinasihatkan pada para santrinya untuk bersahabat dengan sebanyak mungkin orang dengan beragam latarbelakang. Termasuk bergaul dengan lawan jenis secara sopan dan bermartabat, menghormati diri sendiri, menghormati siapapun. Pacaran itu adalah ikatan dengan satu orang yang bersifat emosional. Dan ini dianggapnya sia-sia jika anak usia muda sudah diikat oleh satu orang saja. Akibatnya akan ribet, pergaulan dan wawasan jadi terbatas. Bahkan menurutnya, persahabatan justru akan memudahkan seseorang di usia siap menikah untuk mendapatkan jodoh yang baik, tinggal melakukan pendekatan terhadap pilihannya dari sekian banyak sahabat yang sudah dikenal dan diketahui apa adanya itu.

Sepintas nasihat tersebut benar, bahwa persahabatan yes, pacaran no. Namun narasi-narasi selanjutnya sangat membutuhkan penjelasan lebih detil. Ini penting demi kejelasan sikap yang harus diambil oleh setiap mukmin, serta menghindari adanya kekaburan dalam memahami tuntunan Islam tentang masalah pertemanan atau persahabatan.

Hakikat Teman

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), teman dan sahabat dimaknai sama. Meski terkadang masyarakat memaknai sahabat sebagai teman dekat, yang lebih intens bertemu, bergaul dan berinteraksi. Dalam Islam, saling mengenal, lalu berteman, bergaul, berinteraksi, adalah perkara alami dan sebuah keniscayaan. Sebagaimana firman Allah SWT, “Wahai manusia, sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui dan Maha Teliti” (QS Al-Hujurat: 13)

Sesungguhnya, teman itu berpengaruh besar pada diri seseorang. Karena teman bisa saja membawa pengaruh baik atau buruk. Terkait hal ini, Rasulullah saw. mengingatkan, “Permisalan teman baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yaang tak sedap” (HR Bukhari 5534, dan Muslim 2628)

Teman juga bisa menjadi cerminan dan ukuran kebaikan seseorang. Artinya, baik buruknya agama dan akhlak seseorang, dapat dilihat dari siapa teman dekatnya. Sebagaimana hadis Rasulullah saw. “Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya” (HR Abu Dawud dan AtTirmidzi dalam Silsilah Ash-Shahihah, No.927)

Panduan Islam dalam Berteman

Dalam berteman dan bersahabat, pasti ada interaksi. Dan sebagai agama sekaligus pandangan hidup, Islam memiliki panduan lengkap dan detil tentang pertemanan dan persahabatan tersebut. Di antara ketentuan syariat yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan adalah:

  1. Adanya kewajiban bagi laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan (ghodhdhul bashor), sebagaimana yang ditetapkan dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 30 dan 31.
  2. Islam mewajibkan kaum mukminah untuk mengenakan pakaian sempurna yang menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, yaitu saat mereka keluar rumah atau di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya. Pakaian sempurna itu berupa jilbab (QS Al-Ahzab ayat 59), dan khimar atau kerudung (QS  An-Nur ayat 31)
  3. Islam melarang mukminah melakukan perjalanan (bersafar) sehari semalam kecuali ditemani mahramnya, “Tidaklah halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir bersafar sehari semalam tanpa disertai mahramnya” (HR Bukhari 1088 dan Muslim 1339)
  4. Islam melarang laki-laki dan perempuan beriman untuk bersepi-sepi berduaan (khalwat) kecuali jika perempuan mukminah tersebut disertai oleh mahramnya, sebagaimana hadis Rasulullah saw. “Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang perempuan, kecuali jika perempuan itu bersama mahramnya…” (HR Bukhari 5233)
  5. Islam melarang mukminah ke luar rumah kecuali dengan seizin suami atau mahramnya.
  6. Islam memberikan panduan bahwa pada asalnya kehidupan komunitas laki-laki terpisah dari komunitas perempuan. Sehingga secara umum, perempuan itu hidup bersama mahramnya atau komunitas perempuan lainnya. Hal ini berlangsung baik di masjid, sekolah, kampus dan lainnya. Kecuali dalam perkara yang dibolehkan oleh syarak adanya interaksi antara laki-laki dan perempuan, itu pun karena ada kebutuhan syar’i, seperti aktivitas jual beli di pasar dan lainnya, aktifitas belajar mengajar (selama tidak berkhalwat), aktivitas pengobatan dan sebagainya. Semua interaksi tersebut hendaknya dilakukan dengan tetap menjaga kehormatan dan memperhatikan adab dalam Islam.
  7. Islam menjaga dan memosisikan hubungan kerja sama antara laki-laki dan perempuan bersifat umum dalam urusan muamalah saja, dan segera berpisah jika urusan tersebut selesai. Tidak ada interaksi lanjutan yang bersifat khusus dan tidak perlu, seperti saling berkunjung, saling bercengkrama, jalan-jalan atau berdarmawisata bersama, nongkrong bareng di kafe, saling curhat, berfoto bersama, ngobrol via chating di medsos dan sebagainya. Ini semua karena Islam sangat menjaga harga diri dan kehormatan perempuan, serta menjaga kebersihan dan kesucian interaksi antara mereka yang bukan mahram.

Sahabat Surga yang Sejati

Pada dasarnya, Islam membolehkan mengenal dan berteman dengan siapa pun termasuk lawan jenis, sepanjang tetap memperhatikan rambu-rambu yang ditetapkan oleh hukum syarak. Namun untuk bersahabat, jika yang dimaksudkan adalah teman dekat dan lebih intens interaksi dan pergaulannya, maka Islam membatasi persahabatan hanya dengan yang sejenis. Perempuan bersahabat dengan perempuan. Laki-laki bersahabat hanya dengan laki-laki. Karena realitasnya, dalam persahabatan meniscayakan adanya interaksi lebih intens, ngobrol dan curhat lebih khusus, ngobrol ala deep talk, jalan bareng, dan bentuk-bentuk interaksi khusus lainnya, yang sepantasnya hanya dilakukan dengan teman sejenis sehingga tidak menabrak batasan hukum syarak.

Berteman dan bersahabat dengan lawan jenis tanpa panduan jelas, akan membawa pada ketergelinciran. Berpeluang besar terjerumus dalam kemaksiyatan yang diharamkan oleh Allah. Seperti pacaran, teman tapi mesra, friends with benefits, friendzone atau aktifitas mendekati zina lainnya yang marak di masyarakat sekuler saat ini.

Tujuan agar lebih mudah melakukan pendekatan dalam memilih jodoh saat memasuki usia siap menikah, tidak bisa dijadikan pembenaran untuk membebaskan pertemanan dan persahabatan dengan lawan jenis. Demikian juga alasan untuk lebih memperluas pergaulan dan wawasan, tidak bisa dijadikan dalih untuk bebas berteman dengan lawan jenis. Karena bagi mukmin sejati, membangun interaksi dalam berteman dan bersahabat harus tetap didasarkan pada ketentuan syariat Islam. Sehingga pertemanan dan persahabatan yang terjalin akan menjadi kebaikan dan keberkahan, bahkan menjadikan mereka dalam kemuliaan dan keridhoan Allah SWT. Ini karena pertemanan dan persahabatannya didasarkan pada asas Islam. Mencintai, menyayangi teman dan sahabat karena Allah Ta’ala. Itulah hakikat teman dan sahabat sejati. Teman dan sahabat yang akan kekal hingga ke surga kelak. Sahabat taat until jannah. Sahabat surga yang sejati.

Demikianlah panduan Islam dalam membangun interaksi pertemanan dan persahabatan. Aturan syariat yang rinci dan detil itu adalah bagian dari penataan Islam sebagai way of life yang terpancar dari akidah Islam. Serangkaian aturan tersebut tidak hanya diwajibkan pada laki-laki dan perempuan mukmin secara individu saja, namun membutuhkan support system. Karena itu, menjadi tanggung jawab negara untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam masyarakat.

Maka, selain ketakwaan individu rakyat yang menjadikannya siap taat syariah, dibutuhkan pula kontrol dari masyarakat, berupa amar makruf nahi munkar, untuk saling menasihati agar sabar dalam taat. Kemudian disempurnakan dengan hadirnya negara sebagai institusi pelaksana Islam di seluruh aspek kehidupan. Baik berupa sistem pendidikan, sistem penerangan dan penataan media massa, sistem sosial dan pergaulan, sistem sanksi dan sebagainya yang akan menopang tegaknya Islam secara implementatif. Di sinilah pentingnya aktivitas dakwah politik, yang mengarah pada terwujudnya kembali masyarakat Islam dalam naungan negara Khilafah yang akan menerapkan Islam secara total. Negara yang akan menjalankan fungsinya sebagai raain dan junnah. Mengurusi seluruh urusan rakyatnya, sekaligus melindungi rakyatnya dari segala marabahaya dan maksiat, termasuk memastikan interaksi pertemanan dan persahabatan rakyatnya selalu dalam koridor hukum syarak. Pertemanan dan persahabatan sejati yang diridai Allah hingga ke surga-Nya.   [SM/Ln]